Berita

Jadi Target Penyebaran Paham Radikal, Kampus Diminta Aktif Kontrol Kegiatan Mahasiswa

SUKOHARJOBERITATERKINI.co.id – Dewan Mahasiswa Fakultas Adab dan Bahasa IAIN Surakarta bersama Himpunan Aktivis Milenial Indonesia menggelar kegiatan Dialog Publik bertajuk “Mahasiswa dan Negara Pancasila: Melawan Radikalisme dan Paham Khilafah di Civitas Akademika” pada Senin, (18/11/2019) sore.

Ratusan peserta dari sejumlah perguruan tinggi di Soloraya antusias mengikuti rangkaian kegiatan hingga usai.

Hadir pada kegiatan tersebut pengamat terorisme sekaligus alumni militer Afganistan, Dr. Amir Mahmud, dan Sekretaris Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum PWNU Yogyakarta, Gugun El Guyanie. Kegiatan dibuka oleh Dekan Fakultas Adab dan Bahasa IAIN Surakarta, Prof. Dr. H. Toto Suharto, M. Ag.

Dalam paparannya, Amir Mahmud menilai paham radikalisme di kampus mulai bergeliat bebas sejak reformasi yang mengakibatkan kran kebebasan terbuka lebar.

“Sejumlah survei keterpaparan mahasiswa dan dosen di sejumlah perguruan tinggi menjadi bukti konkret civitas akademika dalam iklim yang tak sehat. Terutama, faktor fundamentalisme agama kalangan mahasiswa menjadi akar eksklusivisme dan praktik intoleran,” terang Amir Mahmud saat mengisi Dialog Publik di IAIN Surakarta, Senin (18/11/2019).

Bahkan, disebutkan Amir, paham radikalisme juga merebak ke sejumlah perguruan tinggi ternama di Indonesia, bahkan termasuk kampus Islam. Padahal, lanjutnya, Indonesia mesti dipahami bukan sebagai negara agama.

“Penting untuk dimengerti mahasiswa, Indonesia bukan sema sekali negara agama, bukan pula negara milik kelompok tertentu. Indonesia adalah negera religius yang dalam perkembangannya mampu mengakomodir seluruh keragaman,” ujar pengajar UNU Surakarta itu.

Hal senada juga dijelaskan Gugun. Menurutnya, perguruan tinggi menjadi obyek utama kalangan radikalis untuk menyebarkan pahamnya.

Doktrin radikal tidak sekadar dijuruskan bagi masyarakat berpendidikan rendah, tetapi juga menyasar kaum well educated dan kelas menengah.

“Bibit radikalisme memang bisa tumbuh subur di lahan manapun, tetapi kampus menjadi ladang utama paham fundamentalis-eksklusi berkembang biak. Doktrin radikal kini tidak hanya dilakukan kepada kalangan dengan tingkat pendidikan rendah, tetapi juga menyasar well udacated seperti mahasiswa,” ungkap Gugun.

“Kampus adalah tempat anak muda kritis. Lima tahun ke depan estafet kepemimpinan dan profesi dipegang oleh mahasiswa. Karena alasan itu, kelompok radikalis membuka peluang menghasut kalangan mahasiswa, bahkan dosen, menjadi partisan mereka,” terang dosen Tata Negara UIN Yogyakarta itu.

Awasi Kegiatan Mahasiswa

Menurut Gugun, paham radikalisme akan lebih mudah merebak di kampus perguruan tinggi negeri (PTN) ketimbang perguruan tinggi keagamaan Islam negeri (PTKIN). Pasalnya, karakter PTN dengan prodi eksakta lebih subur ketimbang humaniora menjadi alasan utama.

Karena itu, lanjut Gugun, lingkungan akademik mesti memiliki aksesibiltas yang cukup untuk mengantisipasi dan memberangus paham radikal. Bagi dia, otoritas kampus harus berani mengontrol setiap kegiatan organisasi internal mahasiswa.

“Selain itu, kampus juga harus selektif dalam proses rekruitmen tenaga pendidik. Bahkan, bila ditemukan kegiatan mahasiswa yang jelas dan nyata menyimpang dari ideologi negara, kampus mesti bertindak tegas, bubarkan. Selama hal itu menyangkut ideologi negara, menyangkut konsensus bersama, menurut saya, kampus sah saja bertindak tegas, karena hal tersebut berkaitan dengan bangunan kita berbangsa dan bernegara,” pungkas dia.

Related Articles

10 Comments

  1. Having read this I thought it was very enlightening. I appreciate you spending some time and energy to put this article together.
    I once again find myself personally spending way too much time both
    reading and commenting. But so what, it was still worthwhile!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: