Ekonomi

Ini Dampak Mengerikan Bagi Indonesia Jika Perang Dunia Ketiga Meletus

JAKARTA – BERITATERKINI.co.id – Tagar Word War atau Perang Dunia 3 sedang ramai menghiasi lini media sosial (medsos) belakangan ini menyusul tewasnya Komandan Pasukan Quds, Mayor Jenderal Qasem Soleimani dalam serangan udara yang dilakukan Amerika Serikat pada Jumat (03/01/2019) pagi di Baghdad, Irak.

Insiden ini diyakini bisa memicu meledaknya Perang Dunia 3 menyusul ketegangan antara Iran dan AS. Bahkan saat ini harga minyak dunia naik.

Harga minyak brent melonjak 3,6% ke level US$ 68,60 per barel pada Jumat (03/01/2019) kemarin. Minyak berjangka AS juga naik 3,1% ke US$ 63,05 per barel. Ini merupakan kenaikan terbesar dalam sebulan terakhir dan harga tertinggi sejak September 2019.

Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara jika memang benar-benar terjadi maka Perang Dunia 3 sangat mengancam masa depan perekonomian Indonesia.

Ia mencontohkan, proyeksi ekonomi dalam APBN 2020, harga minyak diprediksi US$ 63 per barel. Tentunya, harga minyak yang sudah melampaui prediksi APBN 2020 ini bisa meningkatkan harga bahan bakar minyak (bbm), terutama non subsidi.

“Dampak ketegangan AS dan Iran paling cepat dirasakan ke harga minyak mentah dunia yg meroket lebih dari 4% dan berimbas pada beban subsidi bbm dan tarif listrik yang bengkak di awal 2020. Di sisi lain, harga bbm non subsidi jenis Pertamax, Pertalite maupun Dex pun berisiko mengalami penyesuaian,” kata Bhima, Minggu, (05/01/2020).

Bahkan kata dia, pemerintah bisa saja menaikkan kembali harga BBM non-subsidi yang baru diturunkan mulai hari. Pasalnya kata dia, harga BBM non-subsidi sangat bergantung kepada harga minyak dunia.

“Bisa naik kembali karena harga bbm khususnya non subsidi bergantung pada tren harga minyak dunia,” imbuhnya.

Akibatnya hal itu akan sangat berpengaruh signifikan terhadap daya beli masyarakat dan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Ini ujungnya adalah inflasi yang lebih tinggi dibanding tahun 2019. Jika tekanan pada harga kebutuhan pokok naik, ujungnya daya beli tertekan dan pertumbuhan ekonomi diprediksi merosot dibawah 4.8%,” terang Bhima.

Sementara itu, dampaknya di pasar keuangan yakni volatilitas yang berbahaya. Investasi seperti surat berharga bisa sangat berisiko sehingga investor memilih bermain aman.

“Kalau di pasar keuangan dampaknya adalah volatilitas yang membahayakan ekonomi dalam jangka panjang. Investor makin takut berinvestasi ke pasar negara berkembang. Ada kecenderungan makin bermain aman misalnya dengan membeli dolar atau emas. Harga emas dunia telah naik 2.19% dibandingkan tahun lalu dan dollar index menguat tipis 0.51% dalam sepekan terakhir,” jelas dia.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: