Ketua KPK Firli Bahuri ; Peran Strategis RRI Dalam Mewujudkan Gerakkan Rakyat Anti Korupsi
Jakarta, BERITATERKINI.CO.ID | Dua pekan yang lalu tepatnya tanggal 29 Februari 2020, ketua KPK Firli Bahuri hadir pada sebuah acara puisi yang diadakan oleh Stasiun Radio Republik Indonesia ( RRI -red), dalam gelaran Seni VS Korupsi, yang mana pada kesempatan tersebut ketua KPK Firli Bahuri membawakan sebuah puisi.
Dalam sambutan singkatnya, sebagaimana dituturkan ketua KPK Firli Bahuri kepada media, kamis 19/03/20, bahwasanya tugas KPK bukan hanya berburu koruptor akan tetapi juga mengajak masyarakat untuk melawan korupsi mulai dari diri sendiri, adapun kehadiranya di RRI pada malam itu adalah salah satu bentuk ajakan tersebut.
Ketua KPK Firli Bahuri juga menuturkan bahwasanya berpuisi adalah sarana membangkitkan kesadaran anti korupsi. Ini lebih dari ekspresi seni, tapi penegasan bahwa segala saluran harus digunakan untuk membangun budaya anti korupsi. Dimulai dari diri sendiri,”ujarnya.”
“Sebagaimana diketahui RRI memiliki sejarah sebagai penyebar pesan-pesan kebangsaan, adapun RRI juga merupakan sebuah stasiun radio resmi pemerintah.”
Maka untuk itu dalam rangka menyebarkan semangat anti korupsi melalui RRI memiliki makna kolaborasi Pemerintah dan KPK untuk membangun budaya anti korupsi.
RRI memiliki peran strategis tidak hanya sebatas memberikan informasi kepada masyarakat, akan tetapi juga mengedukasi masyarakat dan bisa mengajak rakyat indonesia untukmengambil peran pemberantasan korupsi dan gerakkan rakyat anti korupsi.” Jelasnya.”
Ketua KPK Firli Bahuri secara pribadi menyampaikan terimakasih serta memberikan apresiasi kepada Direktur Utama RRI M Rohannudin atas terselenggaranya acara Seni VS Korupsi.
Adapun harapannya kepada para seniman, musisi serta para pegiat korupsi untuk terus menggelorakan semangat membangun budaya anti korupsi, terlebih kondisi saat ini yang tengah menghadapi wabah COVID-19, Masa sih, ada oknum yang masih melakukan korupsi. Ingat korupsi pada saat bencana ancaman hukumannya pidana mati. Pungkas ketua KPK Firli Bahuri. /@yfi/brtkini
HIDUP BERMAKNA BERMAIN DENGAN CINTA
CINTA YANG PALING TERHOMAT ADALAH MENGHORMATI SEMUA YANG DICINTA,
KERAP KALI KITA LUPA BAHWA KEHANCURAN BERWARGA NEGARA BERAWAL DARI KEAKRABAN YANG BERJARAK, DAN BERBEDA KUTUP,
CINTA YANG TERPUTUS DAN BERKABUT
MALAPETAKAN YANG TERULANG,
SEMUA SALING BERJAUHAN SEPERTI GUNUNG DAN DANAU,
SEPERTI GURUN DAN AIR,
SEPERTI TERANG DAN GELAP.
PADAHAL KITA PENGHUNI PULAU-PULAU YANG TERBENTANG DARI SABANG SAMPAI MERAUKE,
DARI PULAU MIANGAS SAMPAI KE PULAU ROTE,
MELUKISKAN SURGA KEBHINEKAAN,
DERETAN PULAU-PULAU YANG MENGAJARKAN KITA
UNTUK MENIKMATI DAN MENJALIN KERUKUNAN
SUNGGUH INDAHNYA KEDAMAIAN DAN KEBHINEKAAN DI NEGERI INI.
TETAPI SUASANA INI BISA HILANG SEKETIKA, JIKALAU ANAK BANGSA TIDAK PANDAI MERAWATNYA
ALAM, GUNUNG, SUNGAI RUSAK DAN TIDAK BISA LAGI DIHARAPKAN,
KETIKA NAFSU DIBAKAR DENGAN NIAT MEMPERKAYA DIRI DAN KORUPSI TERUS BERSEMI DI SELURUH NEGERI
KARENANYA PERLU KECINTAAN KEPADA BANGSA INI
MENGAPA KITA HARUS MENDAHULUKAN CINTA, KEAKRABAN SESAMA ANAK BANGSA?
AGAR KITA TERBIASA MENGENALI RINTIHAN TAK TERUCAP,
TERIAKAN TAK BERSUARA DAN RATAPAN TAK BER AIR MATA
MENGAPA KITA HARUS MEMULIAKAN MEREKA, SESAMA PEWARIS BANGSA?
KARENA NEGARA HARUS MEMELIHARA ANAK YATIM, FAKIR MISKIN DAN ANAK TERLANTAR,
KARENA KITA HIDUP DI SURGA KEBHINEKAAN,
SAUDARA-SAUDARA SEIRAMA, SEPENANGGUNGAN
KITA BERUNTUNG MENGERAM DI SURGA INDONESIA
JANGAN NODAI KEINDAHAN YANG KITA MILIKI DENGAN KATA-KATA BURUK YANG TAK TERUKUR,
DENGAN SENYUMAN MELAYANG DIATAS PENDERITAAN ORANG-ORANG BANYAK,
HIDUP BERCINTA DAN BERBAGI ADALAH TAMAN SARI BERBANGSA YANG ABADI,
MARI KITA BERUBAH, BERCAHAYA DAN SALING MENCINTA
WAHAI PUTRA PUTRI INDONESIA
BANGUNLAH PONDASI KECINTAAN KEPADA NEGERI INI
MARI SELURUH PENGHUNI NEGERI,
MENGGAPAI NKRI BEBAS DARI KORUPSI.
SALAM SAYA,
FIRLI BAHURI
Ketua KPK.
UNTUK INDONESIA MAJU
Editor ; Dik Eno (SA)
I like this web site very much, Its a really nice position to read and get information. “Do pleasant things yourself, but unpleasant things through others.” by Baltasar Gracian.