Kolom

Corona dan Warga Sumut

Oleh: Arfanda Siregar

MEDAN – BERITATERKINI.co.id – Tak salah ungkapan bahwa warga Sumatera Utara (Sumut) terkenal berani dan nekat. Betapa banyak orang Sumut yang merantau, bukan sekadar ke Pulau Jawa, bahkan sampai ke negeri seberang hanya bermodal semangat, namun setelah bertahun di tanah rantau banyak yang sukses.

Menghadapi sebaran virus Corona yang mulai menggeliat di Sumut belum membuat warganya serius malakukan social distancing (menjaga jarak sosial), yaitu sebuah praktek kesehatan oleh masyarakat guna mencegah orang sakit melakukan kontak dengan orang sehat agar peluang penularan penyakit dapat diminimalisir. Tindakan tersebut bisa dengan berbagai cara, seperti tidak berkumpul, menghindari keramaian, dan berdiam diri di rumah.

Warga Sumut masih ramai dimana-mana, padat aktivitas, seolah-olah ancaman nanoorganisme yang bernama Corona tak membuat gentar. Anak-anak sekolah yang sudah diliburkan selama dua minggu agar tak berkeliaran ke luar rumah, juga masih ramai di berbagai sudut kota. Tempat-tempat permainan, seperti warung internet, warung play station, dan berbagai pusat hiburan untuk anak tetap padat pengunjung.

Ketika daerah lain, seperti Yogyakarta, Jawa Timus, dan DKI Jakarta sudah mulai sepi dari aktivitas sehari-hari, namun warga Sumut masih sedikit peduli. Beberapa teman yang mengirimkan foto tentang suasana Yogyakarta sekarang, menggambarkan suasana Malioboro, Keraton, dan berbagai tempat wisata lain sepi. Di sana masyarakatnya mulai mengucilkan diri di rumah masing-masing.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang prioritas sholat di rumah daripada di masjid juga belum diapresiasi umat Islam di Sumut. Malah di media sosial, bertebaran foto Gubernur Sumut (Gubsu) yang menganjurkan agar umat Islam tetap berbondong-bondong ke masjid. Meskipun akhirnya, himbauan tersebut diklarifikasi bukan dari Gubsu, namun tergambar betapa susahnya memahamkan warga Sumut melakukan tindakan pencegahan penyebaran Corona.

Padahal negara Arab Saudi dan Mesir sudah lebih dulu berfatwa demikian. Rakyatnya tidak ada yang protes dan ikut perintah ulama. Sebagai pemegang otoritas fatwa, para ulama tak serampangan membuat fatwa. Tak mungkin mereka membuat fatwa mengikuti hawa nafsunya, apa untungnya bagi mereka? Mereka menggunakan kaidah fikih, demi mencegah kemudaratan agar menggapai sebuah kemaslahatan (dar’u al mafasid muqaddamun ‘ala jalbi al mashalihi). Ketika kondisi darurat, segala bentuk ajaran yang hukumnya wajib dapat gugur pelaksanaannya, demi mencapai kemaslahatan. Serangan virus Corona ini, sudah terbukti mampu membunuh ribuan orang dalam sekejap dan menularkan dalam tempo cepat ke seluruh negara dunia.
Perkembangan virus Corona di Sumut memang tak sepesat di Jakarta. Namun, bukan berarti belum ada yang terpapar. Data terakhir yang penulis dengar dari press release Gugus Tugas Penanganan Coved -19 Sumatera Utara, jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) suspect virus corona COVID-19 di Sumut berjumlah 205 orang, 2 orang positif dan 1 meninggal, per 20 Maret 2020. Setiap hari, selalu saja ada tambahan pasien baru, baik sebagai Orang Dalam Pengawasan (ODP) maupun PDP.

Perkembangan virus ini tak bisa ditebak. Keadaan hari ini, belum jaminan hari esok tetap aman dan terkendali. Kondisi bisa berubah cepat dan kacau balau. Italia tak pernah menyangka bisa separah sekarang. Mengingat pemerintah di sana sangat gencar melakukan pencegahan penyebaran virus. Sebulan sebelum kasus pertama dilaporkan,

Kementerian Kesehatan Italia telah membentuk satgas penanganan virus corona. Italia bahkan menjadi negara Uni Eropa pertama yang memberlakukan pelarangan penerbangan ke dan dari China. Namun, karena rakyatnya lalai dan sepele menghadai virus tersebut, sebarannya sangat cepat setelah kasus pertama ditemukan.

Harus Intensif

Sejauh ini, perhatian pemerintah Sumut atas sebaran virus tersebut memang belum seintensif DKI Jakarta. Bisa jadi ini pula yang membuat warganya belum terlalu serius menjalankan berbagai anjuran pencegahan Corona sehingga masih mengabaikan himbauan untuk tetap di rumah.

Meskipun Gubernur Sumut menetapkan Sumut berstatus Siaga Darurat, sekolah diliburkan hingga 14 hari kedepan kecuali yang melaksanakan UN, Event Sumut Fair di tunda hingga waktu yang tidak ditentukan, namun tindakan tegas yang mengikat agar warga Sumut membatasi interaksi sosial (social distance) seperti, tidak boleh ke luar rumah, kecuali untuk hal yang penting sama sekali diabaikan sebagian besar warga Sumut.

Tuduhan rendahnya kesadaran warga Sumut bukan cakap kosong penulis. Pada hari Minggu masih banyak gereja-gereja yang masih melakukan misa dan kebaktian. Umat Islam pun masih banyak yang merayakan Peringatan Isra dan Mi’raz Nabi Muhammad, yang sebenarnya bisa dibatalkan demi mencegah penyebaran virus Corona.

Sikap tegas pemerintah Sumut diperlukan agar pembatasan interaksi sosial dapat dipahami dan dilaksanakan warga Sumut. Langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan perlu ditiru. Anies telah menyerukan untuk meniadakan kegiatan keagamaan, seperti salat Jumat, misa, dan kebaktian, di wilayah DKI selama dua pekan. Pemerintah DKI mengambil langkah tegas karena Ibu Kota telah menjadi pusat penyebaran Covid-19.

Berkumpul dan menjalankan ibadah memang merupakan hak setiap orang. Hanya, dalam keadaan darurat seperti sekarang, kita seharusnya mengutamakan kepentingan kemanusiaan. Di tengah pandemi corona, aktivitas yang melibatkan banyak orang tak cuma membuat kita berisiko tertular Covid-19, tapi juga membuat kita berpotensi menularkan virus tersebut ke orang lain.

Modal nekad dan berani menghadapi virus Corona jelas bukan obat ampuh menghadapi pendemi ganas tersebut. Kalau sudah terpapar bukan kesuksesan yang diraih, tapi penderitaan. Sampai sekarang dunia kesehatan belum menemukan obat manjur menghadapi virus yang bisa menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan, pneumonia akut, sampai kematian. Semoga warga Sumut menyadarinya. Semoga.

(M-01)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: