BaliKarangasem

Gerindra Karangasem Pentaskan Tari Calonarang “Ki Dukuh Siladri” Untuk Masyarakat Desa Muncan

Karangasem, beritaterkini.co.id | Tari Calonarang merupakan salah satu kesenian Bali yang termasuk dalam kategori ritual sakral. Tari ini dipentaskan hanya saat hari-hari tertentu saja, seperti halnya di Desa Adat Muncan sedang melaksanakan “Nyejer Ida Bhatara Sarwa Sidhi di Catus Pata Desa Muncan, Karangasem.

Bertepatan dengan ritual tersebut, Gerindra Karangasem mempersembahkan pentas seni Prembon dan Calonarang “Ki Dukuh Siladri” di Catus Pata Desa Muncan, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem, Kamis, 23 Februari 2023 malam.

Sesolahan tersebut langsung dihadiri oleh Dewan Penasehat DPD Gerindra Bali yakni Jro Gede Sida Guna atau yang akrab disapa Jro Galon, Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Karangasem I Nyoman Suyasa, ST didampingi Wakil Ketua DPC sekaligus anggota Fraksi Gerindra Kabupaten Karangasem Ida Bagus Adnyana, SH., Wakil Ketua DPC Ni Komang Molu Indah Juliani S.M, Ketua PAC Selat I Komang Sukadana dan Ketua Ranting Desa Muncan I Nengah Darmawan.

Tari calonarang itu sendiri yang ditarikan oleh komunitas seni Parbha Jnana dan sekaa gong Madu Swara Muncan mengusung tema “Ki Dukuh Siladri” adalah sebuah cerita rakyat atau kisah legenda dari Bali yang menceritakan tentang Dayu Datu dengan Dukuh Siladri.

Dikisahkan hiduplah seorang penganut ilmu hitam bernama Dayu Datu. Karena kejahatannya membuat wabah penyakit maka ia diusir oleh masyarakat. Dayu Datu kemudian pergi mengungsi ke Gunung Mumbul bersama abdinya Ni Klinyar.

Namun perilaku Dayu Datu semakin menjadi jahat dikarenakan dendamnya dan terus melakukan praktek ilmu hitam. Ditempat lain disebutkan seorang bernama Wayan Buyar seorang pemabuk, penjudi, dan pembuat onar yang selalu meresahkan warga desa.

Wayan Buyar mendengar di Gunung Kawi ada seorang gadis cantik jelita bernama Ni Kusuma Sari. Mendengar hal tersebut, timbul keinginan Wayan Buyar untuk menjadikan Ni Kusuma Sari sebagai istrinya. Maka berangkatlah ia ke Pedukuhan Siladri di Gunung Kawi untuk mencari Ni Kusuma Sari.

Di Pedukuhan Siladri diceritakan kehidupan seorang pertapa bernama Dukuh Siladri dan anaknya Ni Kusuma Sari. Dukuh Siladri menyayangi anaknya dan juga mengajarkan berbagai macam sastra agama.

Dikarenakan kebijaksanaan dan welasasihnya Dukuh Siladri mampu mempengaruhi binatang-binatang di hutan sehingga menjadi jinak dan ikut menjaga Pedukuhan.

Ditempat lain diceritakan seorang pemuda bernama I Mudita yang tidak memiliki orang tua lagi dan hidup seorang diri. Teringat akan pesan orang tuanya agar ia menemui pamannya di Gunung Kawi, maka dengan berbekal cincin Jaga Satru sebagai tanda pengenal ia berangkat ke Gunung Kawi.

Kedatangan I Mudita disambut dengan sukacita oleh Dukuh Siladri. Kedatangannya membawa kegembiraan, terlebih lagi I Mudita dan Ni Kusuma Sari saling suka satu sama lain. Hubungan yang terjalin tersebut ibarat lila cita Sang Hyang Kamajaya-Ratih dan direstui oleh Dukuh Siladri.

Saat I Mudita dan Ni Kusuma Sari memadu kasih, datanglah Wayan Buyar ingin menyatakan cintanya dan berkeinginan untuk menjadikan Ni Kusuma Sari sebagai istrinya. Namun Ni Kusuma Sari menolak dan menyatakan cintanya hanya untuk I Mudita.

Marahlah Wayan Buyar mendengar hal tersebut dan ia mengikat I Mudita serta membawa kabur Ni Kusuma Sari. Mendengar jeritan Ni Kusuma Sari, Dukuh Siladri segera memanggil hewan-hewan hutan untuk membantu.

Melihat hewan-hewan hutan menghadang jalan, Wayan Buyar segera melepaskan Ni Kusuma Sari dan lari terbirit-birit. Marah dan benci dirasakan Wayan Buyar karena keinginannya menjadikan Ni Kusuma Sari sebagai istri telah gagal. Kemudian ia teringat akan Dayu Datu yang terkenal karena ilmu hitamnya di Gunung Mumbul, maka berangkatlah ia ke GunungMumbul dengan harapan Dayu Datu dapat membalaskan sakit hatinya.

Sesampainya disana, Dayu Datu sepakat untuk menebar wabah penyakit di desa. Melihat hal tersebut, Dukuh Siladri berangkat ke Gunung Mumbul mencari penyebab penyakit tersebut dan terjadilah pertempuran antara Dukuh Siladri dan Dayu Datu. Pertempuran berlangsung sangat sengit dan kemudian dimenangkan oleh Dukuh Siladri dengan diakhiri kematian Dayu Datu.

Cerita tersebut diprakarsai oleh I Made Wahyudi Widiana Putra alias Yudik Lengur dan sukses di pentaskan di Catus Pata Desa Muncan yang disaksikan langsung oleh ribuan masyarakat.

Pun, Komang Molu salah satu kader Gerindra Karangasem yang mempersembahkan tari Calonarang tersebut sangat bersyukur dan bangga karena berlangsung dengan lancar dan sukses untuk masyarakat Desa Muncan.

“Edukasi yang dapat kita ambil dari cerita tentang Dukuh Siladri adalah ketika kita menanggapi seseorang dengan baik pasti akan mendapatkan yang baik, dan sebaliknya ketika kita menanggapi dengan emosi pasti akan menghasilkan keributan yang mengakibatkan adanya bertumpahnya darah. Karna cerita tersebut masuk di wawasan seorang remaja yg sedang jatuh cinta”, pesan Komang Molu.

Sedangkan Ketua DPC Gerindra Karangasem, Nyoman Suyasa tak henti-hentinya meneruskan instruksi dari Bapak Prabowo untuk seluruh kader-kadernya agar turun ke masyarakat dan membantu masyarakat.

“Instruksi dari Ketua Umum Partai Gerindra Bapak Prabowo Subianto agar kader-kader Gerindra selalu turun ke masyarakat bawah dan wajib untuk bisa membantu masyarakat terutama yang kurang mampu”, ujar Suyasa yang juga Wakil Ketua Anggota DPRD Provinsi Bali itu. (Jabe)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: