Wabah Covid-19, Siklus dan Kepongahan Global
Oleh: Supri Harahap
MEDAN – BERITATERKINI.co.id – Menjalani kerja dari rumah menyusul status kota siaga darurat menyisakan aktivitas lain yang tak saya duga sebelumnya. Misalnya, saya kembali suka dengan analisis wacana kritis dari pemikir sosial budaya dari seorang Yasraf A Piliang yang sedemikian detail menggambarkan deglobalisasi sebagai dampak buruk Covid-19 saat ini.
Globalisasi yang kita anggap pongah selama kini seakan poranda tak berdaya. Stagnan! Mana proses penyerbaduniaan seluruh dimensi kehidupan (sosial, politik, ekonomi dan budaya) dengan ciri keterbukaannya, kesaling tergantungannya dan kesaling terhubungannya? Kini paradoks menjadi dunia serba tersekat membuat kehidupan menjadi tertutup.
Efek sosial virus yang layaknya alien dan predator menakutkan ini telah menutup, memalang dan memortal relasi sosial global. Beberapa negara lakukan lockdown sebagai proses isolasasi diri yang masif sehingga terjadi the closed world.
Demikian sekilas Yasraf mendeskripsikan pandemi Covid-19 yang bagaikan bom yang menghantam dunia dan menimbulkan kepanikan dan ketakutan serta ketakberdayaan global sangat hebat.
Pada aspek budaya dan pendidikan, kita lihat betapa beragam aktivitasnya terhambat dengan proses yang diselenggarakan jarak jauh. Perhelatan sebesar Ujian Nasional selama ini yang prosesnya sudah demikian panjang berjela-jela terpaksa harus stag dan harus dibatalkan menterinya. Rasanya belum pernah terjadi keputusan bidang pendidikan sefenomenal akibat virus iblis yang melanda kita saat ini.
SIKLUS
Kehidupan ternyata mengulangi fenomena yang pernah terjadi. Siklus seakan berulang. Wabah kembali datang. Tahun 1918-1919 (media Juni-Februari), Hindia Belanda dilanda Flu Spanyol. Dahsyat! Bayangkan, Siddharth Chandra dari Michigan State University pada jurnal Population Studies (2013) menulis setidaknya 4,26 hingga 4,37 juta orang tewas di Jawa dan Madura saja diserang flu yang sangat mematikan itu. Ahmad Arif menuliskannya (Kompas, 1/4/2020), orang yang turut mengantar korban ke pemakaman hari ini bisa menjadi mayat berikutnya keesokan harinya. Kematian yang tiba-tiba tanpa diketahui penyebabnya. Orang yang terpapar pagi hari, sore hari meninggal! “Isuk loro, sore mati.”
Werrr…!
Penjelasan kakak kelas kami SD dahulu di desa, ketika mereka kelas I terjadi wabah kolera. Korbannya anak-anak. Siapa saja yang memakan makanan mentah termasuk air akan diserang. Begitu juga serangan cacar garis. Kulit melepuh dan korbannya terpaksa diletakkan di atas meja di sekolah dilapisi daun pisang. Tak bisa pakai tikar sebab cacarnya akan lengket.
Sama saja, obat dan vaksinnya belum ditemukan. Tak ada jalan lain, semua harus patuh pada aturan, mesti taat pada ketentuan buat memutus mata rantai penularan seperti hari ini yang kita jalani. Di rumah saja belajar dan bekerja. Pemerintah mulai hari ini berlakukan pembatasan berskala besar. Mari kita taati.
(M-01)