KolomNasional

SESUATU ITU IALAH DEINDUSTRIALISASI DI ZAMAN NORMAL BARU

Oleh : Prof. Dr. Ir. H. Koesmawan AS, M.Sc., M.BA., DBA (Guru Besar ITB Ahmad Dahlan Jakarta)

JAKARTA, WWW.BERITATERKINI.CO.ID |Saat ini, topik yg paling banyak dibahas orang ialah prakiraan apa yang terjadi di zaman normal baru ini. Lama saya bergumul dengan masalah industrialisasi. Kuliah satu tahun di RVB-Delft Technisje Hoogesschool (Delft University of Technology) 1988-1989, tentang manajemen industrialisasi. Hasilnya. Industrialisai adalah hal penting bagi kehidupan umat manusia. Proses industrialisasi, kata professor L.B Mennes dosen dari Universitas Rotterdam, bukanlah sekedar cerobong asap mengepul dari setiap pabrik tapi lebih jauh, industriaisasi adalah bagian kebudayaan umat manusia. Selain industri tentu saja masih banyak sektor lain yaitu; pertanian, perdagangan, konstruksi, pertambangan dan lain yang mendukung kehidupan.

Pemahaman yang sangat mendasar ialah, industri adalah suatru proses peningkatan nilai tambah pada suatu barang dan jasa. Sehingga ada industri barang atau industri jasa. Tujuan membangun industri, sama dengan membangun bisnis, ialah mencapai keuntungan bisnis. Namun bagi suatu negara, secara agregat, maka industri dibangun untuk memajukan perekonomian bangsa dan negara, serta kesinambungan kehidupan manusia secara menyeluruh. Secara teoritis, industri sangat penting bagi kehidupan manusia, karena dengan industri: (1) Terbuka kesempatan lapangan kerja, (2), produk hasil idustri baik barang dan jasa menggerakkan sektor ekonoi lainnya. (3) Mewujudkan kerjasama ekonomi antar negara, (4). Membangun kesinambungan perkembangan ekonomi, (5) Membangun kehidupan uamat manusia dimasa depan dengan lebih baik.

Khusus negara Indonesia, mari kita lihat perkembangannya untuk dua tahun saja yakni tahnu 2018 dan 2019, kita lihat perkembangannnya. Sekarang saya kutip dulu penjelasan Menteri Perindustrian Erlangga. Menurut Erlangga, sektor industri masih menjadi kontributor terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dengan capaian 20,16 persen pada tahun 2017 dan 19,8% pada tahun 2019.. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan industri pengolahan nonmigas adalah sebesar 5,14 persen pada kuartal IV tahun 2017, lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun 2016 yang mencapai sekitar 3,91 persen. Dari data tersebut, kontributor terbesar PDB selanjutnya adalah sektor pertanian yang menyumbangkan hingga 13,14 persen, perdagangan (13,01%), lalu tetap 13%. , konstruksi (10,38%), tahun 2019 Naik 11,11%, dan pertambangan (7,57%), tahun 2019 nail 8.03%. .

Bahkan, dalam periode lima tahun (2012-2016), peran produk industri terus menanjak dalam komposisi ekspor Indonesia. Pada tahun 2012, ekspor produk industri sebesar USD118,1 miliar atau sekitar 62,2 persen dari total ekspor Indonesia yang mencapai USD 190,0 miliar. Sementara tahun 2016, porsi ekspor produk industri mencapai USD109,7 miliar atau mengalami peningkatan menjadi 75,6 persen terhadap total ekspor Indonesia sebesar USD145,2 miliar. Bagaimana industri bila kita kaji secara global. Dalam laporan World Economic Forum (WEF) 2018 di Davos mengenai kontribusi negara-negara terhadap pertumbuhan global, Menperin menyampaikan, Indonesia menempati peringkat paling tinggi di ASEAN dan berada di posisi kelima dunia dengan sumbangan sebanyak 2,5 persen. Capaian tersebut di atas Korea Selatan (2%), Australia (1,8%), Kanada (1,7%), Inggris (1,6%), dan Turki (1,2%). Sementara itu, kontribusi tertinggi ditempati oleh China (35,2%), diikuti Amerika Serikat (17,9%), India (8,6%), dan Uni Eropa (7,9%). Alhamdulillah, NKRI hebat.

Dari data yang saya ungkapkan diatas, dengan mengutip Menperin Hartarto, saya berkesimpulan, sektor industri adalah sektor yang penting bagi Indonesia dan juga bagi dunia. Pertanyaan yang paling mendasar kini ialah. Apakah sektor ini akan tetap bertahan di Zaman Normal Baru. Ini yang menjadi kekhawatiran saya. Karena setelah usai pendemi Covid -19 ini apakah sektor industri akan tetap jaya seperti lima tahun yang lalu 2015 – 2019, dimana sektor industri selalu menjadi kontribusi terbesar bagi PDB (Produk Domestik Bruto) negara Indonesia.

Banyak pengusaha Indonesia menyatakan bahwa, jika pandemi Covid-19 ini melewati bulan Juni 2020, besar kemungkinan, kekhawatiran perusahaan adalah menghadapi kesulitan fundamental bagi industri manufacturing khususnya, mulai dari (a) Kesulitan modal, (b) Kesulitan bahan baku, (c) Kesulitan membayar karyawan, (d) kesulitan memasarkan. Inilah yang saya khawatirkan, yaitu proses DEINDUSTRIALISASI secara perlahan-lahan. Sungguh ini menakutkan, sebab, satu persatu industri akan lenyap dari NKRI. Tentu saja, konsekuensinya ialah, penurunan ekspor, hilang kesempatan kerja, terjadi pengangguran dan akibat-akibat lainnya yang sulit diduga. Oleh sebab itu, diperlukan pemikiran keras mengenai penyelamatan sektor indiustri dan menemukan juga langkah-langkah adaptasi agar industri terus berkembang seperti semula, ini inti pemibicaraan atau diskusi kita semua. Jangan hanya menggantungkan kepada pemerintah saja.

Apa saja yang bisa kita sarankan. Menurut pemikiran saya, kita akan berat atau tak akan mampu melawan hukum besi dari Supply (Penawaran) dan Demand (Permintaan). Saya yakin ini adalah hukum alam. Maka solusinya, kita harus ikuti dan memonitor kemana hukum alam ini akan bergerak. Artinya, secara teori, dalam keadaan supply demand yang tidak seimbang, maka, tugas kita semua berupaya mencari titik keseimbangan (equilibrium). Bagaimana kita akan mencapai keseimbangan, maka saya ingat rumus dari Prof Dr. Sumitro Djojohadikusumo. Menurut Sumitro, dalam keadaan ekonomi yang tidak normal dan sulit untuk mengatakan tidak terkendali untuk , maka satu-satu jalan ialah, “ Kita tak boleh fanatik pada satu sektor atau satu upaya”. Misalnya, kita hanya fokus kepada industri kecil, atau fokus pada ekonomi pertanian, atau fokus kepada sektor ekonomi kerakyatan. Lebih baik, kita cari nilai optimal dari semua pilihan pilihan. Kita harus menciptakan banyak pilihan (options), lalu pilihlah option yang optimal. Ini yang disebut konsep optimalisasi. Mencari nilai optimal dalam berbagai kendala yang ada atau berusaha adaptasi dalam berbagao situasi panca pendemi ini.

Seperti apa pilihan itu, tentu saja banyak para pemikir yang ada di Indonesia. Salah satu contoh saja, misalnya, “Restrukturisasi Industri”. Kembali kepada hukum alam tadi tentang supply dan demand, maka biarkan sesuatu berjalan secara alamiah. “Pantha Rey”, Kata Hyroclitos. Atau Ci Sera-sera, biarlah berlalu, bagai air mengalir. Jangan dipaksa-paksa seperti fokus atau fanatik pada “Industri kerakyatan” misalnya”. Selain itu, jangan juga kita mengabaikan industri-industri besar, atau mal-mal, super market”, lalu menuduh “Neo Kapitalis”, sehingga membenci pengusaha besar. Semua harus mendapat perhatian dan bangun kerjasama dan kemitraan antar sektor, antar wilayah dan sebagainya. Semoga bangsa akan tetap jaya di era normal baru, mulai 2021. /Red-beritaterkini/Danu

Editor ; SA

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
%d blogger menyukai ini: