LOMBOK BARAT, WWW.BERITATERKINI.CO.ID
Salah satu alasan wisatawan, terutama wisatawan mancanegara bisa betah berlama-lama di suatu destinasi karena mereka ingin menikmati tradisi lokal atau local wisdom di destinasi itu.
Tinggal di rumah penduduk, homestay, atau fasilitas akomodasi lainnya kemudian pelesiran di sepanjang area destinasi memungkinkan wisatawan merasakan langsung pengalaman unik hidup di kawasan tersebut.
Apalagi kemudian destinasi tersebut adalah desa yang kaya dengan keunikan local wisdom.
Selain menyediakan fasilitas akomodasi, juga harus disiapkan atraksi yang menarik. Misalnya, wisatawan yang tinggal di rumah penduduk atau homestay kemudian diajak mengikuti keseharian masyarakat seperti menggarap sawah, mengolah biji kopi, memetik sayuran kemudian ikut masak hingga menikmati hidangan ala pedesaan menjadi pengalaman unik bagi mereka.
Tentunya sajian tersebut dikemas dalam bentuk paket wisata yang terintegrasi dan menarik sehingga memberi kesan tak terlupakan bagi mereka.
Untuk mewujudkan hal itu tentunya tidak mudah.
Dibutuhkan peran serta seluruh lapisan masyarakat yang ada di desa.
Pemerintah desa, Badan Usaha Milik Desa (BumDes), kelompok sadar wisata (pokdarwis), pelaku wisata, tokoh masyarakat, tokoh agama, babinsa dan bhabinkamtibmas, dan seluruh masyarakat harus bersinergi dan bekerjasama.
Hal itulah yang diharapkan bisa dipraktikkan oleh pelaku pariwisata di Lombok Barat, terutama penyedia jasa akomodasi di perdesaan.
Model semacam ini sudah diterapkan dan terus berjalan di salah satu desa yang ada di Nusa Tenggara Barat (NTB), yakni Desa Kembang Kuning, Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur.
Di desa ini mereka menyediakan paket wisata menginap di rumah penduduk dan berbagai aktivitas menarik yang merupakan keseharian warga di desa itu.
“Desa ini mulai fokus kita kembangkan menjadi Desa Wisata sejak 2018. Di sini ada kolaborasi antara Bumdes dengan masyarakat yang memiliki homestay,” ujar Kepala Desa Kembang Kuning, Lalu Sugian, Kamis (15/10).
Hasilnya, imbuh Kepala Desa itu, tidak kurang dari seratus wisatawan mancanegara yang menginap di desa ini setiap bulan saat sebelum pandemi Covid-19 menyebar. “Tidak hanya 1-2 hari saja, mereka bahkan betah menginap hingga satu bulan di desa yang mayoritas penduduknya adalah petani ini,” imbuh Lalu Sugian.
Homestay, Bumdes, dan Pokdarwis justru berkolaborasi dalam menjadikan potensi alam dan budaya sebagai atraksi yang menarik minat wisatawan.
“Makan dengan warga, memanjat pohon kelapa, atau mengikuti kegiatan pertanian adalah atraksi yang masuk dalam paket yang ditawarkan,” papar Lalu Sugian.
Dinas Pariwisata Lombok Barat dalam rangkaian kegiatan pelatihan manajemen homestay berkeinginan agar ketersediaan fasilitas akomodasi harusnya didukung oleh atraksi. “Untuk mereplikasi Desa Kembang Kuning di Lombok Barat butuh perjuangan, tapi saya berkeyakinan Allah memperlakukan kita secara adil.
Kembang Kuning dan Suranadi, contohnya, tidak jauh berbeda, kita bisa mereplikasi yang di Kembang Kuning ini,” ungkap Kepala Dinas Pariwisata Lombok Barat, Saepul Akhkam saat mendampingi para pelaku homestay di Lombok Barat saat mengadakan benchmarking di Desa Kembang Kuning.
Desa Suranadi sendiri memiliki cukup banyak potensi yang masih bisa dikembangkan. Desa yang pernah ditetapkan sebagai desa terbaik satu nasional Regional IV tahun 2019 lalu ini menjadi salah satu pusat kuliner khas Lombok Barat, yakni Sate Bulayak. Di sini juga ada wisata alam Hutan Suranadi, wisata religi Pura, dan lainnya.
Selain Suranadi, hampir di semua wilayah Lombok Barat memiliki potensi yang sangat tinggi untuk dikembangkan. Di wilayah Sekotong dan Lembar misalnya.
Di wilayah bagian Selatan Kabupaten Lombok Barat ini memiliki paket komplit, mulai dari wisata alam, bahari, buatan, serta industri ekonomi kreatifnya lengkap ada di sana.
“Kita Insya Allah tidak merasa kecil hati tentang akomodasi, tapi kita belajar bagaimana memperkaya paket atraksi itu. Kita tingkatkan sinergi dan kolaborasi antar masyarakat dan desa, termasuk BumDes,” harap Akhkam. (Red/Aj)
Penulis : Dea
