Gianyar

Dibukanya Akses Tanah Adat Desa Ayahan Pejeng Kawan Alot, Keluarga Dewa Pica Hanya Ingin Keterbukaan

GIANYAR, Beritaterkini.co.id  | Prajuru Adat seharusnya menjadi pengayom dan peneduh bagi masyarakat adat, bila terlalu terik dia mampu menjadi penghalang matahari, bila hujan mampu memayungi.

Kejadian yang terjadi di Desa Adat Pejeng Kawan, Gianyar, atas surat yang dikirimkan pada tanggal 14 September 2022 tentang ‘Eksekusi Jalan’, mendapat situasi tegang dari warga masyarakat adat yang mendiami tanah tersebut.

Isi surat yang ditujukan kepada Dewa Putu Pica, Dewa Made Suta, Dewa Nyoman Susila Darma yang menempati ‘Karang Ayahan Desa’ ini bertujuan untuk menindaklanjuti keputusan Majelis Madya Kabupaten Gianyar nomor 01 th 2022 Tanggal 3 Agustus berakhir pada tgl 24 Agustus sejak tanggal diputuskan. Dari ketentuan inilah prajuru adat, pecalang, kelian adat, Babinsa, Bhabinkamtibnas dan lainnya ikut mendampingi, Rabu (21/09/2022).

Keributan ini bermula pada permasalahan internal keluarga mereka yang menempati tanah tersebut, bermula dari salah satu keluarga berkehendak menyewakan lahan dibelakang tempat tinggalnya, tentu akses harus melewati natah atau tempat tinggal dari keluarga dari Dewa Putu Pica. Ini yang membuat mereka menolak akses tempat tinggalnya dipakai untuk jalan umum.

“Saya tetap menolak untuk diberikan akses jalan umum, karena kita sudah punya kesepakatan dalam perjanjian di materai di tanda tangani, jro Bendesa juga yang lainnya ikut menandatangani hal itu,”ungkap Dewa Okta (Putra ke 2 Dewa Pica), Rabu (21/09/2022), di kediamannya.

Mereka merasa menginginkan keadilan dan keterbukaan bersama ketika seseorang ingin menyewakan tanah di belakang rumahnya, maka keterbukaan dalam keluarga itu penting agar tidak menguntungkan dirinya sendiri, ujarnya dalam wawancara singkat.

“Awalnya saya mau bikin paon (kitchen_ed.), tapi kok malah bikin bangunan yang membawa banyak material melewati depan rumah, ini kecurigaan saya ada perjanjian sewa dengan tamu yang kita tidak tahu” ungkapnya.

Tanah yang kita tinggali bersama sebenarnya harus bisa hasilnya sama-sama dinikmati, lebih baik jangan ribut jika tidak berdasarkan keadilan.

“Dari situ saya belum sempat ketemu. Lalu ada tamu yang datang tapi harga tidak disepakati dan sepertinya batal atau bagaimana saya tidak tahu jelas karena kurang keterbukaan,” tambah Dewa Martana (putra pertama Dewa Pica).

“Karena laporan ke pihak Adat Prajuru dan mereka tidak mau duduk bersama, jadinya seperti ini” ungkapnya.

Mereka menyesal tidak memenuhi 10 poin yang telah disepakati, dan mereka menolak untuk membuka lahan untuk jalan lebih jauh ke belakang, karena pembukaan lahan jelas diperlukan upacara pembukaan, dan lain-lain yang tentunya ada biayanya.

Bertemunya Anak Agung Gde Ngurah sebagai Jro Bendesa Adat Pejeng Kawan di Wantilan memungkinkan kejadian tersebut menjadi masalah antar keluarga.

“Salah satu keluarga pemilik usaha garmen bertemu turis, karena dilarang masuk oleh keluarga Dewa Pica, makanya melapor ke kantor bea cukai, sudah dibahas berkali-kali (belum ketemu titik temu_red),” kata Jro Bendesa.

Ia menegaskan, mandor harus menjadi penengah dalam sengketa ini karena yang dipersengketakan adalah tanah PKD (Tanah Pekarangan Desa) yang diakuinya telah ditempati keluarga secara turun temuan.

“Dulu ada tamu yang mau kontrak, saat itu jalan bisa dikontrakkan juga, tapi diminta harga tinggi. Kami tidak akan buka tanpa merusak bangunan, kami tidak akan meragukannya, ya, kami lakukan, tidak mau itu” ujarnya.

Mandor juga menjelaskan keinginannya untuk membuka kembali akses jalan sepanjang 1,2 meter sepanjang sisi yang mengarah ke kelemahan (tebe/tanah belakang rumah), yang nantinya bisa digunakan bersama untuk mengakses kelemahan (tebe).

Temui Kapolres Tampaksiring AKP. Ni Luh Suardini menanyakan kerumunan yang datang ke keluarga Dewa Pica, ia menjelaskan bahwa itu adalah mediasi atas tanah PKD yang sertifikatnya masih dipegang oleh keluarga Dewa Pica.

“Sudah jelas bahwa tanah itu milik desa adat, jadi mereka tidak bisa lagi mencegah mereka membuka jalan umum,” katanya.

“Untuk kondisi ini saya rasa kondusif, saya turunkan 15 orang anggota kami untuk mengamankan yang ada di Desa Pejeng Kawan”

Ketika ditanya apakah sebelumnya ada laporan tentang perhatian polisi Tampaksiring, dia mengatakan bahwa laporan itu sampai kepada Bhayangkara Peace and Order Builders (Bhabinkamtibmas) dan khawatir tentang kerusuhan yang lebih luas.

“Ini perhatian saya karena takut ribut, untuk hasil belum ada tapi sertifikat PKD sudah diambil oleh Desa Adat, karena itu tanah Desa Adat,” pungkasnya. (red/tim)

Related Articles

91 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: