beritaterkini.co.id-TABANAN | Lagu lama persoalan data pemilih di setiap pemilihan umum tidak pernah absen berdengung di ruang publik. Bahkan Presiden Jokowi ikut bersuara soal ini pada giat Konsolidasi Nasional Bawaslu, 17 Desember 2022 lalu.
Bahkan, Presiden memberikan atensi besar terhadap sengkarut permasalahan data pemilih yang selalu berulang dan menjadi momok bagi penyelenggara maupun peserta pemilu.
Data pemilih memang kerap menjadi salah satu objek perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi.
Penyelenggara pemilu menjadi sasaran utama tudingan publik dan peserta pemilu akibat data pemilih yang dinilai amburadul. Padahal, urusan data pemilih tidak hanya tanggung jawab KPU-Bawaslu melainkan juga pemerintah, peserta pemilu, stakeholder, dan masyarakat yang memiliki hak pilih.
Hal tersebut menjadi Problem Mendasar, yang terungkap saat acara Konsolidasi antar Anggota Bawaslu Kabupaten Tabanan Panwaslu Tingkat Kecamatan (Panwaslucam) dan Panwaslu Tingkat Kelurahan/ Desa (PKD) dibawah pimpinan Ketut Narta yang dilakukan Zoom Meeting secara daring, Selasa, 23 Juli 2024.
Seiring berjalannya tahapan pemutakhiran data pemilih di dalam negeri, Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pemilu 2024 tidak lepas dari problematika yang tertinggal di level paling dasar, yakni desa/kelurahan. Sorotan awal tertuju pada proses pemutakhiran data pemilih yang dilakukan KPU sejak masa pencocokan dan penelitian (coklit).
Maraknya ketidakpatuhan prosedur oleh Pantarlih, sumber data bahan coklit yang tidak akurat, proses pemetaan/restrukturisasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) tidak sesuai prosedur hingga masalah ketepatan waktu.
Aplikasi e-coklit yang sulit beroperasi di daerah minim jaringan telekomunikasi, pemekaran desa/kecamatan, persoalan administrasi kependudukan hingga masyarakat yang tidak “ramah” terhadap proses coklit.
Kinerja pemutakhiran di hulu (coklit) yang tidak maksimal menyebabkan daftar pemilih yang disusun jauh dari kriteria komprehensif, mutakhir, dan akurat.
Rekapitulasi daftar pemilih hasil pemutakhiran tingkat desa/kelurahan dan kecamatan dengan menggunakan data dalam Sidalih mengundang banyak perdebatan.
Proses rekapitulasi hanya menampilkan angka tanpa menunjukkan data by name by address semakin menyulitkan pengawas pemilu dan partai politik mengecek lalu memvalidasi keakuratan, kemutahiran, dan cakupan pemilih yang ada di wilayah tersebut.
Selain itu rekapitulasi data dalam Sidalih ditemukan banyak perbedaan dengan rekapitulasi data manual hasil coklit yang dilakukan pantarlih. Terdapat pula kesalahan penulisan angka dalam Berita Acara dan penginputan data dalam Sidalih yang berakibat hasil rekapitulasi dipertanyakan para pihak.
Rekapitulasi yang hanya membacakan angka-angka dari berbagai kategorisasi pemilih dan total pemilih aktif menyebabkan masukan/tanggapan peserta pleno tidak berarti secara substansial karena tidak adanya data sandingan berupa data nama dan alamat pemilih.
Ketika rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara (DPS) tingkat kabupaten/kota, terjadi masalah serupa seperti perbedaan data atau selisih data angka antara Berita Acara Rekapitulasi di tingkat kecamatan dengan Berita Acara di tingkat kabupaten/kota. Kejadian khusus atau persoalan saat pleno rekapitulasi di aras bawah yang belum ditindaklanjuti akan dibahas di jenjang rekapitulasi berikutnya.
Sementara rekapitulasi DPS Nasional oleh KPU RI sebagaimana dilansir Kompas (18 April 2023) masih terdeteksi adanya data ganda sejumlah 616.743. Kegandaan tersebut antara lain pemilih yang tercatat lebih dari satu TPS dan pemilih yang memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda.
Evaluasi dan Perbaikan
Beberapa catatan evaluasi metode pemutakhiran data pemilih bahwa penguatan kapasitas SDM penyelenggara pemilu di tingkat ad hoc menjadi skala prioritas pertama dan pekerjaan rumah bagi KPU, karena episentrum proses pemutakhiran ada di level paling dasar dan dilaksanakan oleh penyelenggara ad hoc yakni Pantarlih, PPS, dan PPK.
Kedua, rekapitulasi data pemilih hasil pemutakhiran tingkat desa/kelurahan semestinya menjadi momentum perbaikan data pemilih hasil coklit oleh pihak-pihak terkait.
Mengingat, proses coklit lalu dirundung ragam persoalan, maka rekapitulasi dan penetapan daftar pemilih tingkat desa/kelurahan adalah basis utama membereskan data pemilih yang bermasalah.
Ruang bagi masukan/tanggapan yang diberikan PKPU 7/2022 akan berfungsi dengan maksimal jika data by name by address diberikan dan ditampilkan. Sebaliknya, jika sebatas data angka, maka daftar pemilih tidak mengalami pembaruan karena terkoreksi dari segi kuantitas belaka, sementara kualitas daftar pemilih hanya ihwal perkara laten yang tersimpan rapi sebelum dipublikasi menjadi DPS.
Terlebih data angka dalam Sidalih sulit mengalami perubahan seketika saat proses rekapitulasi walaupun ditemukan kejanggalan atau selisih.
Mekanisme rekapitulasi bottom up terkesan hanya formalitas tahapan tanpa penyelesaian masalah. Persoalan yang terjadi di satu level rekapitulasi seolah dipaksakan ke jenjang berikutnya meski belum tuntas diselesaikan. Tata cara rekapitulasi hanya dengan pembacaan angka total pemilih sebaiknya dilakukan saat rekapitulasi tingkat Kecamatan sampai tingkat nasional bersamaan dengan pemberian salinan DPS dan pengumuman DPS.
Ketiga, Sidalih belum menunjukkan kinerja yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.
Merujuk pada Keputusan KPU 27/2023, KPU Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi melakukan pencermatan data pemilih menggunakan Sidalih untuk menganalisa kegandaan, data invalid dan data anomali. Keberadaan data ganda 616.743 dalam DPS membuktikan Sidalih belum berhasil menganalisa kegandaan.
Optimalisasi Sidalih oleh KPU dan vendor dalam menganalisis kegandaan dan menyaring pemilih TMS mesti segera dilakukan. Berbeda dengan sistem informasi tahapan lainnya, Sidalih bukan lagi menjadi alat bantu namun telah menjadi bagian integral proses pemutakhiran data pemilih. Jangan sampai Sidalih yang sejatinya memudahkan penyelenggara pemilu justru menjadi biang kerok permasalahan data pemilih.
Keempat, KPU dan jajarannya perlu mengoptimalkan koordinasi dengan jajaran pengawas pemilu dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) yang turut andil dalam proses ini.
Bawaslu hingga Panwaslu Kelurahan/Desa turut serta memastikan prosedur tahapan penyusunan daftar pemilih berjalan sesuai aturan yang berlaku. Setiap saran perbaikan dan masukan/tanggapan pengawas pemilu bertujuan mendapatkan data dan daftar pemilih yang berkualitas.
Sama halnya dengan Dinas Dukcapil, segala persoalan administrasi kependudukan yang ditemukan saat coklit dan berpotensi menghilangkan hak pilih wajib dikoordinasikan secara intensif. Partai politik pun harus memastikan jajaran anggota/kader dan simpatisan/pendukungnya terdaftar dalam daftar pemilih jika tidak ingin kehilangan konstituennya.
Tahapan yang kini memasuki fase masukan dan tanggapan bagi DPS menjadi DPSHP, lebih mengandalkan keaktifan dan partisipasi masyarakat dan stakeholder lainnya untuk memberikan informasi sahih tentang data pemilih.
Jajaran PPS yang bertugas melakukan verifikasi terhadap masukan/tanggapan harus memiliki kapasitas memadai agar tidak mencederai hak pilih warga. Pada tahap ini sosialisasi dan pendidikan pemilih secara masif dibutuhkan tentunya bukan saja oleh penyelenggara pemilu, tetapi pemerintah dan partai politik. (KYN).