BaliBeritaDenpasarEkonomiKesehatanNasionalPendidikan

Kontroversi Terminal LNG Sanur dan FSRU Sidakarya: Menteri Lingkungan Hidup Ancam Sanksi Pidana Jika Koral Rusak

beritaterkini.co.id-DENPASAR | Proyek pembangunan Terminal LNG dan Floating Storage Regasification Unit (FSRU) di Pantai Sidakarya, Denpasar, memicu penolakan luas dari warga dan tokoh masyarakat Bali.

Kawasan yang mencakup Pantai Mertasari Sanur, Pulau Serangan, dan hutan mangrove
Sidakarya ini dinilai sebagai jantung wisata Bali yang tidak bisa dikompromikan oleh kepentingan
investasi.

Menteri Lingkungan Hidup RI, Hanif Faisol Nurofiq, yang meninjau langsung lokasi proyek menyampaikan sikap tegas, bahwa setiap jengkal wilayah Bali punya nilai ekonomi wisata tinggi.

“Mengingat, lingkungan adalah tulang punggung dan fondasi utama yang tak bisa dikompromikan,” tegasnya, Selasa, 27 Mei 2025.

Menteri Hanif memastikan dokumen AMDAL proyek LNG akan terus dikaji, namun dengan evaluasi lintaskementerian dan daerah.

Hanif juga menyoroti risiko ekologis proyek, termasuk pengerukan besar-besaran laut dangkal dan potensi
kerusakan pada terumbu karang, habitat penyu, serta hutan mangrove lindung.

“Begitu menyentuh koral, dua sanksi langsung menanti: pidana dan gugatan perdata. Ganti rugi dan pemulihan lingkungan
akan dikenakan tanpa toleransi,” tegasnya dihadapan warga.

Penolakan dari Masyarakat, Akademisi dan Aktivis Warga Pulau Serangan menyuarakan penolakan secara langsung kepada Menteri Hanif.

Tokoh masyarakat, Wayan Patut, menegaskan pihaknya tidak menolak pembangunan, tapi mohon diperhatikan dampaknya lingkungan, sosial, budaya dan juga kesehatan masyarakat.

“Ini kawasan wisata. Kami sudah secara turun-temurun menggantungkan hidup dari laut,” paparnya.

Untuk itu, Pemerintah diminta tidak hanya
melihat aspek teknis, tetapi juga nilai kehidupan yang dipertaruhkan.

Senada dengan itu, Putu Suasta selaku pendiri Yayasan Wisnu dan tokoh Forum Merah Putih Tolak LNG mengkritik keras proyek ini.

“Bayangkan kapal LNG sepanjang 300 meter masuk ke pantai dangkal seperti Mertasari, mustahil tanpa pengerukan 4 juta meter kubik lumpur. Laut akan jadi coklat, pantai
jadi hitam, hotel kosong, dan perahu-perahu pergi,” ungkapnya.

Bahkan, Putu Suasta menyebut proyek ini sebagai gaya lama yang mengorbankan yang lemah demi keuntungan segelintir pihak.

Kajian Kritis Mahasiswa Bali: Bukan Sekadar Soal Energi Menambah tekanan publik, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND)Bali menyerahkan kajian kritis ilmiah kepada Kementerian LHK. Aksi ini dipimpin langsung oleh I Made Dirgayusa selaku Ketua Wilayah LMND Bali, yang menyampaikan dokumen tersebut di Bandara Ngurah Rai.

“Ini bukan sekadar dokumen, ini pernyataan sikap dari generasi muda. Proyek ini
mengabaikan risiko sosial dan ekologis,” tegasnya.

Kajian LMND mengungkap kelemahan serius dalam dokumen AMDAL proyek, mulai dari
ketidaktepatan teknis hingga potensi kerusakan pesisir Bali selatan.

“Ini bukan lagi wacana teknokratik, ini soal keadilan lingkungan. Siapa yang menanggung dampaknya?,” kata Dirgayusa.

Ditekankan pula, bahwa keberanian intelektual dan konsistensi rakyat bisa menembus sekat kekuasaan. Proyek Bisa Dibatalkan Jika Tak Layak.

Menteri Hanif menutup pernyataannya dengan penegasan kalau dari hasil kajian para pakar
menyatakan teknologi ini tidak layak atau lingkungan tak mampu menampung, maka proyek ini tidak akan dilanjutkan di sini.

Diingatkan pula, bahwa Bali bukan sekadar destinasi, tetapi warisan budaya
dan ekologis dunia.

“Proyek energi sekalipun, tidak boleh menghancurkan masa depan pulau yang
begitu unik ini,” tutupnya. (kyn)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: