Beritaterkini – Fenomena tak biasa terjadi di Jawa Tengah. Sebanyak 300 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) secara sukarela memilih berhenti menerima bansos, meski mereka masih memenuhi syarat sebagai penerima bantuan. Keputusan ini bukan muncul tiba-tiba, melainkan buah dari program pemberdayaan yang dirancang untuk mendorong kemandirian ekonomi warga.
Dalam sebuah acara bertajuk Penutupan Desa Pilot Project Pemberdayaan Masyarakat Menuju Graduasi Bansos 2025 di Desa Ngesrepbalong, Kendal, pada Kamis (11/12/2025), para KPM diwisuda layaknya mahasiswa lulus kuliah. Mereka datang memakai toga, menandai langkah baru: hidup tanpa ketergantungan pada bantuan sosial dan memilih mengembangkan usaha mandiri.
Momentum ini sekaligus menunjukkan arah baru program perlindungan sosial—dari sekadar memberi bantuan, menjadi mendorong penerima agar naik kelas secara ekonomi.
Wamensos: Kemandirian Jadi Prioritas Utama Program
Acara graduasi ini dipimpin langsung Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono. Dalam keterangannya, ia menegaskan bahwa keputusan 300 KPM untuk mundur dari bansos adalah bukti nyata bahwa pemberdayaan ekonomi dapat berhasil jika dilakukan secara terukur.
“Hari ini kita meluluskan 300 KPM yang secara sadar tidak mau menerima bansos lagi dan ingin mandiri,” ujar Agus Jabo dalam keterangan tertulis yang dikutip dari laporan resmi Kemensos.
Wamensos menjelaskan, para KPM tersebut telah membangun usaha—mulai dari perdagangan, peternakan, hingga kerajinan—dengan pendampingan intensif dari berbagai pihak. Pemerintah, kata dia, ingin menggeser pola pikir masyarakat dari menerima bantuan menjadi mampu menciptakan penghasilan yang berkelanjutan.
Awal Program: 9 Desa Percontohan dari 1.298 Desa Prioritas
Usulan program pemberdayaan ini bermula dari Dinas Sosial (Dinsos) Jateng dan Komisi E DPRD Jateng. Keduanya menilai, dari total 1.298 desa dengan penerima bansos tertinggi, dibutuhkan langkah terarah agar masyarakat tidak selamanya mengandalkan bantuan.
Karena cakupan terlalu luas, dipilihlah 9 desa sebagai pilot project, yaitu:
-
Pesodongan – Wonosobo
-
Kalisalak – Banyumas
-
Gambuhan – Pemalang
-
Wlahar – Brebes
-
Dimoro – Grobogan
-
Purwosari – Magelang
-
Ngesrepbalong – Kendal
-
Peniron – Kebumen
-
Kepuhsari – Wonogiri
Kesembilan desa ini mendapat pendampingan mulai dari peningkatan kapasitas, pembuatan rencana usaha, hingga penguatan akses pasar.
Kemensos menyebut pilot project ini sebagai model pemberdayaan yang bisa direplikasi, terutama di desa dengan tingkat kemiskinan ekstrem tinggi.
Skema Pendanaan: Modal Usaha Kube Rp20 Juta dan PPSE Rp5 Juta
Setiap desa pilot project terdiri dari 10 Kelompok Usaha Bersama (Kube). Setiap Kube mendapatkan modal Rp20 juta dari Dinsos Jateng untuk memulai usaha.
Selain itu, Kemensos menyalurkan bantuan Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (PPSE) sebesar Rp5 juta per KPM yang sudah merintis usaha.
Pendanaan ini tidak diberikan begitu saja, namun disesuaikan dengan potensi lokal. Artinya, setiap bantuan harus menghasilkan unit usaha yang bisa berkembang, bukan sekadar bantuan tunai yang habis digunakan.
Pejabat Kemensos menegaskan dalam rilis resminya bahwa skema tersebut dirancang agar “pendampingan berjalan berkelanjutan dan memberi hasil nyata bagi masyarakat”.
Beragam Usaha: Dari Ternak Kambing Hingga Kerajinan Ekspor
Setiap desa mengembangkan usaha sesuai kekuatan komoditas masing-masing.
-
Gambuhan, Pemalang: fokus pada peternakan kambing
-
Kalisalak, Banyumas: mengembangkan kerajinan anyaman keranjang
Program kerajinan di Banyumas bahkan menarik perhatian swasta. Kolaborasi Kemensos dan PT MAP membuat produk keranjang anyaman masyarakat dikirim ke pasar internasional.
“Hasil keranjang dari masyarakat Kalisalak ini kita ekspor ke Amerika,” ungkap Wamensos Agus Jabo.
Keberhasilan ini menunjukkan bahwa produk lokal desa mampu masuk pasar global jika dibina dengan baik, mulai dari kualitas, desain, hingga akses jejaring industri.
Kolaborasi Multipihak: Swasta dan Himbara Ikut Mendukung
Selain pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta juga terlibat dalam pengembangan usaha di 9 desa tersebut. Kemensos bekerja sama dengan berbagai mitra untuk meningkatkan kualitas produksi, pemasaran, hingga literasi keuangan.
Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) turut memperkuat akses permodalan bagi KPM di Brebes dan Pemalang, melalui pelatihan manajemen usaha dan akses pembiayaan mikro.
Menurut rilis Kemensos, strategi ini penting agar “produk desa tidak berhenti di tahap produksi, tetapi mampu masuk ekosistem pasar yang lebih besar”.
Target Nasional: 10 Graduasi per Pendamping PKH Setiap Tahun
Kemensos menyiapkan dua strategi percepatan graduasi:
1. Target per pendamping PKH
Setiap pendamping ditargetkan dapat mendorong 10 KPM lulus PKH setiap tahun.
2. Pengembangan Kampung Berdaya
Kemensos ingin membangun ekosistem ekonomi baru berbasis desa, bukan sekadar proyek bantuan.
Langkah ini sejalan dengan target Presiden Prabowo Subianto untuk menurunkan kemiskinan ekstrem menjadi 0 persen pada 2026. Wamensos menyebut graduasi 300 KPM di Jateng sebagai bukti bahwa target itu bukan sekadar rencana.
“Inilah bentuk konkret dari apa yang diperintahkan Presiden supaya masyarakat keluar dari kemiskinan,” tegasnya.
Apresiasi dari Pemerintah Daerah
Bupati Kendal Dyah Kartika Permanasari mengapresiasi upaya graduasi ini. Menurutnya, program pemberdayaan yang terukur akan membuat masyarakat tidak lagi bergantung pada bansos.
“Program ini membangun ekosistem sosial ekonomi agar masyarakat bisa mandiri,” ujarnya.
Acara graduasi turut dihadiri Wakil Ketua Komisi E DPRD Jateng Yudi Indras Windarto, Kepala Dinsos Jateng Imam Maskur, serta Kepala Dinsos Kendal Muntoha.
Kisah Jamilah: Dari KPM ke Peternak Berpenghasilan Rp3,5 Juta
Di balik deretan angka, ada kisah para penerima manfaat yang berhasil naik kelas. Salah satunya Jamilah (56), warga Desa Gambuhan, Pemalang, yang kini mendapatkan penghasilan Rp3,5 juta per bulan dari usaha ternak kambing.
Jamilah merasa bangga karena bisa lulus dari PKH tanpa paksaan. Ia berharap bansos yang dulu ia terima dapat dialihkan kepada warga lain yang lebih membutuhkan.
“Semangat ada kemajuan. Bansos biar buat yang lain, gantian ya,” kata Jamilah.
Cerita Jamilah mewakili semangat 300 KPM lainnya yang memilih mandiri demi kehidupan yang lebih baik.











