Beritaterkini – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi memberikan tambahan waktu bagi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) untuk memenuhi ketentuan rasio ekuitas terhadap modal disetor. Kebijakan ini jadi angin segar bagi banyak LKM yang selama ini menghadapi tekanan permodalan akibat kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Dalam aturan terbaru melalui POJK Nomor 25 Tahun 2025, OJK menunda penerapan penuh parameter modal minimum tersebut hingga 31 Desember 2027. Langkah ini diambil agar LKM memiliki ruang lebih panjang untuk memperkuat struktur finansial tanpa mengganggu pelayanan kepada masyarakat kecil yang bergantung pada akses pembiayaan mikro.
Kebijakan ini juga menjawab berbagai tantangan struktural yang masih membayangi industri LKM di seluruh Indonesia. Mulai dari terbatasnya akses pendanaan, kualitas kredit yang menurun, hingga kemampuan permodalan pemegang saham yang tidak merata.
OJK Beri Tambahan Masa Transisi bagi LKM hingga 2027
Penundaan kewajiban pemenuhan rasio ekuitas terhadap modal disetor merupakan penyesuaian dari ketentuan sebelumnya dalam POJK 49 Tahun 2024. Pada aturan tersebut, parameter modal disetor seharusnya diberlakukan langsung tanpa masa transisi.
Namun, OJK menilai banyak LKM belum siap menjalankan ketentuan itu dalam waktu cepat. Karena itu, regulator menetapkan masa transisi baru hingga akhir 2027 agar proses penguatan kelembagaan berlangsung lebih stabil dan tidak menimbulkan gejolak operasional.
Pernyataan Resmi OJK
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, menjelaskan bahwa kebijakan ini dibuat berdasarkan hasil pemantauan kondisi industri LKM secara keseluruhan.
Menurut Ismail, pemberian tambahan waktu adalah langkah realistis mengingat kondisi ekonomi yang masih menunjukkan perlambatan, terutama pada sektor yang bersentuhan langsung dengan debitur UMKM.
Ia menegaskan:
“Penyesuaian ini dilakukan agar LKM memiliki ruang memadai untuk memperkuat struktur permodalannya tanpa mengganggu keberlangsungan operasional serta fungsi intermediasi bagi masyarakat.”
Pernyataan ini sejalan dengan arahan OJK sebelumnya yang menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan layanan keuangan mikro, terutama di wilayah pedesaan dan daerah terpencil.
Tantangan Struktural yang Dihadapi LKM
Penundaan masa transisi bukan tanpa alasan. LKM yang tersebar di daerah sering kali menghadapi hambatan mendasar dalam memperkuat modal maupun menjaga kualitas kredit.
Tekanan dari Perlambatan Ekonomi
OJK mencatat bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir turut menekan kemampuan bayar debitur. Hal ini berdampak langsung pada rasio kredit bermasalah, termasuk rasio piutang bermasalah neto, yang menjadi salah satu indikator utama kesehatan lembaga keuangan.
Kenaikan kredit bermasalah membuat banyak LKM sulit menjaga rasio ekuitas terhadap modal disetor agar tetap sesuai ketentuan.
Terbatasnya Akses Pendanaan
Selain itu, penyelesaian masalah permodalan tidak dapat dilakukan secara instan. Banyak LKM menghadapi kendala seperti:
-
akses pendanaan yang minim,
-
kemampuan pemegang saham yang terbatas,
-
belum optimalnya kolaborasi pembiayaan dengan lembaga keuangan lainnya.
Kondisi ini membuat proses penguatan modal membutuhkan waktu tambahan agar bisa dilakukan secara bertahap dan terukur.
Perubahan Pengawasan Melalui POJK 25/2025
Dengan diundangkannya POJK Nomor 25 Tahun 2025 pada 4 November 2025, OJK melakukan penyesuaian pada mekanisme pengawasan terhadap industri Pembiayaan, Ventura, Modal, dan Layanan Keuangan (PVML), termasuk LKM.
Pengawasan Normal, Intensif, dan Khusus
Dalam regulasi sebelumnya, pengawasan LKM dibagi menjadi tiga kategori:
-
Pengawasan normal
-
Pengawasan intensif
-
Pengawasan khusus
Penentuan status pengawasan berpedoman pada tiga parameter:
-
peringkat komposit tingkat kesehatan,
-
rasio ekuitas terhadap modal disetor,
-
rasio piutang bermasalah neto.
Melalui aturan baru, penerapan parameter rasio ekuitas terhadap modal disetor yang sebelumnya langsung diberlakukan kini ditunda hingga 2027.
Ambang Batas Pengawasan
Untuk memberi gambaran, berikut ketentuan sebelumnya terkait status pengawasan LKM:
-
50% sampai <75% → pengawasan intensif
-
<50% → pengawasan khusus dan berpotensi mendapat intervensi regulatif
Dengan adanya masa transisi tambahan, OJK berharap LKM memiliki waktu untuk memperbaiki kinerja dan struktur modal sebelum masuk ke kategori pengawasan yang lebih ketat.
Dampak bagi Industri LKM dan Pelaku Usaha Mikro
Relaksasi aturan modal minimum membawa dampak strategis bagi sektor keuangan mikro dan jutaan pelaku UMKM yang bergantung pada layanan LKM.
Ruang Bernapas untuk Perbaikan Modal
Tambahan waktu hingga 2027 memungkinkan LKM untuk:
-
menyusun strategi penguatan permodalan,
-
meningkatkan kualitas kredit,
-
memperbaiki tata kelola,
-
memperluas akses pendanaan.
Menurut OJK, langkah ini penting agar LKM tetap bisa menjalankan fungsi intermediasi, terutama penyaluran kredit mikro yang menjadi tulang punggung banyak usaha rakyat.
Perlindungan bagi Masyarakat Kecil
Dalam konteks layanan publik, kebijakan ini membantu memastikan bahwa masyarakat kecil tetap mendapat akses pembiayaan yang terjangkau dan tidak terganggu oleh tekanan regulasi yang terlalu ketat.
Seorang analis industri keuangan mikro, dalam diskusi publik OJK sebelumnya, menyebut bahwa fleksibilitas regulasi menjadi faktor penting dalam menjaga ketahanan sektor keuangan mikro di tengah ketidakpastian ekonomi global.
OJK Tegaskan Komitmen Penguatan LKM
Meski memberikan kelonggaran, OJK menegaskan bahwa seluruh ketentuan dalam POJK 49/2024 tetap berlaku. Tambahan waktu bukan berarti pelonggaran pengawasan, melainkan penyesuaian jadwal implementasi agar lebih realistis di lapangan.
OJK berharap masa transisi yang diperpanjang ini dapat:
-
dimanfaatkan LKM untuk memperbaiki permodalan,
-
meningkatkan tata kelola,
-
memperkuat daya tahan menghadapi kondisi ekonomi yang dinamis.
Regulator juga akan terus memantau perkembangan industri dan menyiapkan panduan lanjutan sesuai kebutuhan.











