Beritaterkini – Kontroversi seputar Eurovision 2026 kembali mencuat dan memicu perdebatan luas di Eropa. Ajang musik tahunan yang dikenal sebagai perayaan persatuan antarnegara itu kini berada dalam sorotan setelah empat negara peserta resmi menyatakan boikot. Keputusan tersebut dianggap sebagai pukulan besar bagi penyelenggaraan edisi ke-70 yang rencananya digelar di Wina, Austria.
Boikot ini memunculkan kekhawatiran bahwa Eurovision 2026 akan berlangsung dalam suasana penuh ketegangan—bahkan sebagian pengamat menyebut momentum ini bisa menjadi salah satu periode paling “ricuh” dalam sejarah kompetisi. Di balik keputusan setiap negara, terdapat dinamika politik dan kemanusiaan yang semakin sulit dipisahkan dari panggung musik internasional tersebut.
Ketegangan mulai meningkat setelah European Broadcasting Union (EBU) tetap mengizinkan Israel berpartisipasi. Sikap EBU yang kukuh mempertahankan prinsip inklusivitas membuat sebagian negara anggota merasa Eurovision tidak lagi mampu menjaga esensi netralitas budaya yang selama ini diagungkan.
EBU Tetap Izinkan Israel Ikut Eurovision 2026
European Broadcasting Union mengumumkan keputusan final mengenai keikutsertaan Israel dalam rapat internal yang digelar di markas mereka di Jenewa, Swiss. Dalam pertemuan itu, EBU menyatakan bahwa tak diperlukan pemungutan suara karena aturan kompetisi tidak melarang partisipasi negara mana pun selama memenuhi ketentuan yang berlaku.
Menurut keterangan tertulis EBU, keputusan ini diambil berdasarkan prinsip “keterbukaan dan keragaman budaya” yang menjadi dasar penyelenggaraan Eurovision sejak 1956. Juru bicara EBU menyebut bahwa ajang musik tersebut “tidak boleh menjadi medan konflik geopolitik, melainkan ruang kolaborasi kreatif.”
Namun, sikap ini justru menjadi pemantik reaksi keras dari beberapa penyiar publik Eropa.
Empat Negara Resmi Boikot Eurovision 2026
Setelah keputusan EBU dipublikasikan, empat negara langsung menyatakan boikot resmi:
-
Spanyol (RTVE)
-
Irlandia (RTÉ)
-
Belanda (AVROTROS)
-
Slovenia (RTVSLO)
Selain itu, Islandia disebut masih mempertimbangkan langkah serupa.
Langkah boikot tersebut tidak terjadi dalam ruang hampa. Penolakan global terhadap perang berkepanjangan di Gaza, kritik terhadap kebijakan Israel, dan dugaan manipulasi televoting di Eurovision 2025 menjadi faktor pendorong utama.
RTVE: Eurovision Sudah Kehilangan Netralitas
Presiden RTVE, José Pablo López, dalam konferensi pers menyatakan bahwa Eurovision telah berubah menjadi ajang yang sulit dipertahankan sebagai kompetisi budaya murni.
Ia menegaskan:
“Ini bukan lagi sekadar kompetisi lagu. Pengaruh geopolitik sudah terlalu besar.”
Pernyataan tersebut turut memperkuat keyakinan publik bahwa perdebatan mengenai Eurovision bukan lagi tentang musik semata.
Dugaan Manipulasi Televoting Memperkeruh Situasi
Eurovision 2025 yang berlangsung di Basel, Swiss, juga tak lepas dari kontroversi. Kontestan Israel berhasil meraih posisi kedua setelah memperoleh lonjakan suara publik yang dinilai tidak wajar oleh sejumlah peserta lain.
Sejumlah analis musik Eropa, dalam wawancara dengan BBC Europe sebelumnya, menyebut adanya “indikasi anomali pola voting” namun tidak ada kesimpulan resmi mengenai pelanggaran.
Meski begitu, persepsi publik terlanjur negatif, dan reputasi Eurovision kembali dipertaruhkan.
Jumlah Peserta Diprediksi Menurun
Menurut Direktur Eurovision, Martin Green, jumlah peserta pada edisi 2026 diperkirakan turun dari 37 negara (2025) menjadi sekitar 35 negara.
Ia menjelaskan bahwa:
“Sekitar lima negara sangat tegas menolak partisipasi Israel. Namun kami berharap situasi mereda dan mereka dapat kembali pada 2027.”
Di sisi lain, penyiar tuan rumah Austria, ORF, menyatakan setidaknya ada tiga negara baru yang berminat bergabung. Meski belum diumumkan secara resmi, langkah ini dinilai sebagai upaya menutupi potensi kekosongan akibat boikot.
Irlandia Menyebut Boikot sebagai Bentuk Solidaritas
Perdana Menteri Irlandia, Micheál Martin, dalam pernyataan publiknya mendukung keputusan RTÉ untuk mundur dari Eurovision 2026. Menurutnya, langkah itu merupakan bentuk solidaritas terhadap jurnalis Gaza yang tewas selama perang berlangsung.
Ia menilai bahwa keikutsertaan dalam acara berskala global tidak boleh mengabaikan nilai kemanusiaan yang lebih besar.
Belgia Tetap Ikut, Tapi Kirim Pesan Tegas
Tidak semua negara mengambil langkah yang sama. Belgia memutuskan tetap berpartisipasi, namun menyampaikan kritik keras mengenai krisis kebebasan pers di wilayah konflik.
Menteri Media Belgia, Jacqueline Galant, menekankan:
“Budaya seharusnya menjadi jembatan, terutama ketika para politisi gagal memainkan perannya.”
Sikap ini menunjukkan bahwa sebagian negara memilih tetap berada dalam ajang tersebut demi menjaga keberlanjutan dialog kultural.
Dukungan Penuh dari Inggris, Prancis, dan Jerman
Meski sejumlah negara besar menarik diri, beberapa lainnya justru mempertegas dukungan terhadap Eurovision 2026.
Pemerintah Inggris menilai bahwa Eurovision harus tetap menjadi perayaan musik, bukan ajang politik. Prancis dan Jerman sepakat bahwa keberlangsungan acara ini penting bagi hubungan kultural antarnegara Eropa.
Reaksi Publik Israel: “Eurovision Memang Politis sejak Lama”
Di Tel Aviv, reaksi publik beragam. Seorang warga lokal, Yovel Naim, mengaku tidak terkejut dengan polemik yang terjadi.
“Eurovision memang dikatakan soal musik, tapi pada akhirnya selalu sangat politis.”
Namun ia juga menambahkan:
“Saya tetap tidak menyangka mereka memilih untuk tidak mengeluarkan kami.”
Komentar ini mencerminkan dilema besar: apakah Eurovision bisa terus bertahan sebagai ajang musik global tanpa terjerat isu politik internasional?
Analisis Singkat: Akankah Eurovision 2026 Benar-Benar Ricuh?
Hingga kini, belum ada tanda bahwa boikot akan mereda. Justru, perdebatan publik kian tajam. Jika tambahan negara memutuskan mundur, EBU harus bekerja ekstra keras menjaga kredibilitas ajang yang sudah berlangsung tujuh dekade itu.
Para pakar hubungan internasional menyebut bahwa budaya tak pernah sepenuhnya lepas dari politik. Tantangan EBU adalah memastikan bahwa ketegangan geopolitik tidak menghancurkan tradisi musik terbesar di Eropa tersebut.











