Inilah Syarat Pembagian Warisan Menurut Islam yang Wajib Dipahami Keluarga Muslim

Maman S

Beritaterkini – Pembagian warisan dalam Islam bukan sekadar urusan membagi harta peninggalan orang yang telah wafat. Lebih dari itu, aturan waris merupakan bagian dari syariat yang bertujuan menjaga keadilan, ketertiban, dan keharmonisan dalam keluarga. Karena diatur langsung dalam Al-Qur’an dan hadis, hukum waris memiliki kedudukan yang sangat penting dan tidak bisa dipahami secara sembarangan.

Di lapangan, konflik keluarga kerap muncul bukan karena nilai harta yang besar, melainkan karena ketidaktahuan atau kesalahpahaman dalam menerapkan aturan warisan. Banyak yang membagi harta berdasarkan kebiasaan, asumsi pribadi, atau rasa iba, tanpa merujuk pada ketentuan syariat. Padahal, Islam sudah menetapkan syarat dan mekanisme pembagian yang jelas.

Lalu, apa saja syarat pembagian warisan menurut Islam yang harus dipenuhi agar pembagian harta sah, adil, dan tidak menimbulkan sengketa? Berikut penjelasan lengkapnya berdasarkan prinsip fiqih waris (faraid) yang berlaku dalam Islam.

Pengertian Warisan dalam Islam

Sebelum masuk ke syarat, penting memahami apa yang dimaksud dengan warisan. Dalam Islam, warisan adalah harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia, yang kemudian dialihkan kepemilikannya kepada ahli waris sesuai ketentuan syariat setelah dikurangi kewajiban tertentu.

Kewajiban tersebut meliputi:

  • biaya pengurusan jenazah,

  • pelunasan utang pewaris,

  • pelaksanaan wasiat yang sah (maksimal sepertiga harta).

Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 11–12 yang menjadi dasar utama hukum waris Islam.

Inilah Syarat Pembagian Warisan Menurut Islam

1. Pewaris Telah Meninggal Dunia

Syarat paling utama dalam pembagian warisan adalah pewaris benar-benar telah wafat, baik secara nyata maupun berdasarkan putusan hukum (misalnya orang hilang dalam waktu lama dan diputuskan meninggal oleh pengadilan).

Selama seseorang masih hidup, seluruh harta tetap menjadi miliknya dan tidak bisa disebut sebagai warisan. Pembagian harta sebelum meninggal termasuk hibah, bukan warisan, dan memiliki aturan yang berbeda dalam Islam.

2. Adanya Ahli Waris yang Sah

Warisan hanya bisa dibagikan jika terdapat ahli waris yang sah. Ahli waris adalah orang-orang yang memiliki hubungan tertentu dengan pewaris, seperti:

  • anak kandung,

  • orang tua,

  • suami atau istri,

  • saudara kandung,

  • kerabat lain sesuai ketentuan faraid.

Tidak semua anggota keluarga otomatis menjadi ahli waris. Status dan haknya ditentukan secara rinci dalam ilmu faraid berdasarkan Al-Qur’an dan hadis.

3. Ahli Waris Beragama Islam

Dalam hukum waris Islam, perbedaan agama menjadi penghalang warisan. Jika pewaris beragama Islam, maka ahli warisnya juga harus beragama Islam.

Ketentuan ini merujuk pada hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa seorang Muslim tidak mewarisi orang kafir dan sebaliknya. Aturan ini bertujuan menjaga konsistensi penerapan syariat dalam urusan harta dan hukum keluarga.

4. Tidak Ada Penghalang Hak Waris

Ada beberapa kondisi yang menggugurkan hak seseorang untuk menerima warisan. Dalam fiqih Islam, penghalang waris antara lain:

  • membunuh pewaris secara sengaja,

  • perbedaan agama,

  • status perbudakan (dalam konteks klasik).

Jika seseorang terbukti melakukan tindakan yang menyebabkan kematian pewaris, maka hak warisnya gugur meskipun secara hubungan nasab ia berhak.

5. Adanya Hubungan Nasab atau Sebab yang Sah

Ahli waris harus memiliki hubungan yang jelas dengan pewaris. Hubungan ini bisa berupa:

  • nasab (hubungan darah),

  • perkawinan yang sah,

  • wala’ (hubungan tertentu dalam hukum Islam klasik).

Tanpa hubungan yang diakui syariat, seseorang tidak dapat menjadi ahli waris meskipun memiliki kedekatan emosional dengan pewaris.

6. Pembagian Berdasarkan Ketentuan Syariat

Besaran bagian warisan dalam Islam telah diatur secara tegas. Contohnya, anak laki-laki mendapatkan bagian dua kali lipat dibanding anak perempuan. Ketentuan ini sering disalahpahami sebagai bentuk ketidakadilan.

Padahal, para ulama menjelaskan bahwa perbedaan bagian tersebut berkaitan dengan tanggung jawab finansial. Laki-laki memiliki kewajiban nafkah terhadap keluarga, sementara perempuan tidak dibebani kewajiban tersebut, sehingga proporsinya berbeda.

Kementerian Agama RI dalam berbagai publikasinya menegaskan bahwa pembagian warisan Islam harus dipahami secara utuh, tidak hanya dari sisi angka, tetapi juga dari sisi tanggung jawab sosial dan ekonomi.

7. Harta Warisan Harus Jelas dan Bersih

Sebelum pembagian dilakukan, harta warisan harus dihitung secara rinci dan transparan. Semua kewajiban pewaris wajib diselesaikan terlebih dahulu, meliputi:

  • utang kepada individu atau lembaga,

  • zakat yang belum ditunaikan,

  • wasiat yang sah maksimal sepertiga dari total harta.

Setelah semua kewajiban dipenuhi, barulah sisa harta dibagikan kepada ahli waris sesuai ketentuan syariat.

Pentingnya Memenuhi Syarat Pembagian Warisan

Memahami dan menerapkan syarat pembagian warisan menurut Islam bukan hanya bentuk ketaatan kepada Allah SWT, tetapi juga upaya menjaga keharmonisan keluarga. Banyak konflik keluarga bermula dari pembagian warisan yang tidak sesuai aturan atau dilakukan tanpa transparansi.

Dengan mengikuti syariat, hak setiap ahli waris terlindungi, potensi kecemburuan bisa ditekan, dan amanah pewaris dapat dijaga dengan baik. Para ulama juga menganjurkan agar proses pembagian warisan dilakukan melalui musyawarah dan melibatkan pihak yang paham ilmu faraid, seperti tokoh agama atau ahli hukum Islam.

Dengan demikian, warisan tidak sekadar menjadi pembagian harta, tetapi juga sarana menjaga silaturahmi, keadilan, dan tanggung jawab dalam keluarga Muslim.

Also Read