Beritaterkini – Cicak mungkin terlihat sepele. Hewan kecil ini hampir selalu ada di dinding rumah, terutama di daerah tropis seperti Indonesia. Namun dalam ajaran Islam, cicak bukan sekadar hewan pengganggu biasa. Ada anjuran khusus dari Rasulullah SAW terkait perlakuan terhadap hewan ini, bahkan disebutkan adanya pahala bagi orang yang membunuhnya.
Lantas, kenapa cicak dianjurkan untuk dibunuh dalam Islam? Apakah hanya karena faktor kesehatan, atau ada alasan lain yang lebih dalam secara sejarah dan syariat? Pertanyaan ini kerap muncul, terutama di kalangan umat Muslim yang ingin memahami ajaran Islam secara utuh dan tidak sekadar ikut-ikutan.
Artikel ini akan membahas secara lengkap dan runtut alasan di balik anjuran tersebut, berdasarkan hadits shahih, penjelasan ulama, serta konteks historis dan kemaslahatan yang menyertainya.
Hukum Membunuh Cicak dalam Islam
Dalam Islam, hukum membunuh cicak adalah sunnah. Artinya, jika dilakukan akan mendapatkan pahala, dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Anjuran ini secara tegas disebutkan dalam beberapa hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Bukhari.
Salah satu hadits yang paling sering dijadikan rujukan berasal dari Sa’ad bin Abi Waqqash RA. Ia meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Nabi SAW memerintahkan untuk membunuh cicak dan beliau menamakannya sebagai fuwaisiqah.”
(HR. Muslim)
Istilah fuwaisiqah sendiri merujuk pada hewan kecil yang berperilaku buruk, merusak, dan membawa mudarat. Dalam fikih Islam, hewan dengan sifat seperti ini boleh bahkan dianjurkan untuk dibunuh karena dianggap mengganggu dan membahayakan.
Hadits Tentang Pahala Membunuh Cicak
Keistimewaan membunuh cicak tidak hanya terletak pada kebolehannya, tetapi juga pada pahala yang dijanjikan. Dalam hadits shahih riwayat Muslim disebutkan:
“Barangsiapa membunuh cicak dengan satu kali pukulan, maka dicatat baginya seratus kebaikan. Jika dengan pukulan kedua, pahalanya lebih sedikit. Dan jika dengan pukulan ketiga, pahalanya lebih sedikit lagi.”
(HR. Muslim)
Makna di Balik Hadits Ini
Para ulama menjelaskan bahwa hadits ini mengandung dua pesan penting. Pertama, adanya keutamaan (fadhilah) membunuh cicak. Kedua, Islam sangat menekankan ihsan terhadap hewan, yakni tidak menyiksa. Karena itu, membunuh cicak dianjurkan dilakukan dengan satu pukulan agar cepat dan tidak menimbulkan penderitaan.
Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menegaskan bahwa anjuran satu pukulan ini menunjukkan prinsip rahmat Islam, bahkan kepada hewan yang dianggap berbahaya.
Kenapa Cicak Dianjurkan untuk Dibunuh dalam Islam?
1. Peran Cicak dalam Peristiwa Nabi Ibrahim AS
Salah satu alasan paling kuat dan sering disebut adalah kisah historis saat Nabi Ibrahim AS dibakar oleh Raja Namrud. Dalam peristiwa itu, hampir semua makhluk berusaha memadamkan api, kecuali cicak.
Rasulullah SAW bersabda:
“Rasulullah SAW memerintahkan untuk membunuh cicak, dan beliau bersabda bahwa cicak dahulu meniup api yang membakar Ibrahim AS.”
(HR. Bukhari)
Riwayat ini menjadi dasar utama mengapa cicak memiliki posisi negatif dalam Islam. Tindakannya dianggap sebagai bentuk permusuhan terhadap nabi Allah, sehingga perilakunya dicatat sebagai keburukan yang dikenang dalam sejarah keimanan.
2. Cicak Berpotensi Menyebarkan Penyakit
Dari sisi kesehatan, cicak dikenal sebagai hewan yang membawa bakteri. Penelitian modern juga menunjukkan bahwa air liur dan kotoran cicak bisa mengandung mikroorganisme berbahaya seperti Salmonella.
Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa salah satu hikmah anjuran membunuh cicak adalah karena bahaya kesehatan yang ditimbulkannya, terutama jika cicak menjilat makanan, minuman, atau peralatan dapur.
Dalam konteks rumah tangga Muslim yang menjunjung kebersihan sebagai bagian dari iman, keberadaan cicak jelas menjadi mudarat.
3. Cicak Disebut Sebagai Hewan Fasik (Fuwaisiqah)
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW kembali menegaskan status cicak sebagai hewan fasik:
“Nabi SAW memerintahkan untuk membunuh tokek (cicak) dan menyebutnya sebagai hewan fasik.”
(HR. Muslim)
Dalam istilah syariat, hewan fasik adalah hewan yang keluar dari tabiat normal karena suka merusak dan mengganggu. Kategori ini juga berlaku pada hewan lain seperti tikus dan kalajengking, yang sama-sama boleh dibunuh karena membahayakan manusia.
4. Gangguan Kebersihan dan Kenajisan
Kotoran cicak termasuk najis dan sering kali jatuh di tempat-tempat sensitif, seperti sajadah, pakaian, atau area dapur. Hal ini bisa mengganggu kesucian, terutama dalam konteks ibadah.
Ulama fikih menyebut bahwa menjaga kebersihan dan kesucian adalah kewajiban. Maka, membasmi hewan yang berpotensi mencemari tempat ibadah dan makanan termasuk bagian dari menjaga maqashid syariah (tujuan syariat).
5. Membunuh Cicak Mendatangkan Pahala
Alasan terakhir sekaligus yang paling eksplisit adalah pahala yang dijanjikan. Dalam beberapa riwayat, Rasulullah SAW secara langsung menyebutkan jumlah kebaikan yang dicatat bagi orang yang membunuh cicak.
Ini menunjukkan bahwa anjuran tersebut bukan sekadar kebolehan, melainkan amalan yang memiliki nilai ibadah jika dilakukan dengan niat yang benar dan cara yang baik.
Klarifikasi Tentang Mitos dan Riwayat Lemah
Perlu diluruskan bahwa tidak semua cerita tentang cicak memiliki dasar hadits yang kuat. Beberapa kisah populer, seperti cicak menjadi “sahabat penyihir” atau memberi tahu lokasi Nabi di gua, tidak semuanya memiliki sanad yang kuat.
Para ulama mengingatkan agar umat Islam tetap berpegang pada hadits shahih dan penjelasan ulama terpercaya, serta tidak berlebihan dalam menyikapi perkara ini.
Kesimpulan
Kenapa cicak dianjurkan untuk dibunuh dalam Islam? Jawabannya terletak pada gabungan antara dalil syariat, sejarah kenabian, aspek kesehatan, dan prinsip kemaslahatan. Hadits-hadits shahih menyebut cicak sebagai fuwaisiqah, hewan yang berperilaku buruk dan membawa mudarat.
Selain itu, Islam juga menjanjikan pahala bagi orang yang membunuh cicak, dengan catatan dilakukan secara cepat dan tidak menyiksa. Ini menegaskan bahwa ajaran Islam selalu seimbang antara ketegasan dan kasih sayang.
Dengan memahami konteks ini, umat Islam diharapkan tidak melihat anjuran ini secara sempit, melainkan sebagai bagian dari syariat yang penuh hikmah, rasional, dan relevan sepanjang zaman.











