Beritaterkini – Menjelang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026, perhatian publik kembali tertuju pada arah kebijakan pengupahan nasional. Isu ini bukan sekadar soal angka, tetapi menyangkut daya beli jutaan pekerja sekaligus keberlangsungan dunia usaha di tengah dinamika ekonomi yang terus berubah.
Pemerintah disebut tengah mempersiapkan pengumuman resmi UMP 2026 dalam waktu dekat. Proses ini menjadi krusial karena akan menjadi acuan utama bagi pelaku usaha dalam menyusun struktur biaya, serta bagi pekerja dalam merencanakan kebutuhan hidup di tahun mendatang.
Di tengah penantian tersebut, suara dari parlemen pun mengemuka. Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, menekankan pentingnya kebijakan UMP yang adil, terukur, dan memberikan kepastian bagi semua pihak, baik pekerja maupun pengusaha.
Pemerintah Bersiap Tetapkan UMP 2026
Penetapan UMP selalu menjadi agenda tahunan yang strategis. Pemerintah pusat bersama pemerintah daerah memiliki tanggung jawab memastikan kebijakan ini selaras dengan kondisi ekonomi makro, situasi dunia usaha, serta kebutuhan hidup layak pekerja di masing-masing daerah.
Jelang penetapan UMP 2026, pemerintah dikabarkan tengah melakukan penyesuaian kebijakan pengupahan dengan mempertimbangkan berbagai indikator. Mulai dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, produktivitas tenaga kerja, hingga daya beli masyarakat menjadi faktor yang tidak bisa diabaikan.
Langkah kehati-hatian ini dinilai penting agar kebijakan yang dihasilkan tidak menimbulkan gejolak di lapangan, baik berupa penolakan dari pekerja maupun keberatan dari pelaku usaha.
DPR Dorong Kebijakan Pengupahan yang Berimbang
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, menegaskan bahwa penetapan UMP bukan kebijakan rutin semata, melainkan keputusan strategis yang berdampak luas.
“Penetapan UMP selalu menjadi kebijakan penting yang berdampak langsung bagi pekerja dan pelaku usaha. Karena itu, prosesnya harus dilakukan secara cermat agar hasilnya adil dan dapat diterima semua pihak,” ujar Netty dalam keterangannya, Selasa (16/12/2025).
Menurut Netty, pemerintah saat ini berada pada posisi yang tidak mudah. Di satu sisi, negara memiliki kewajiban melindungi pekerja agar memperoleh penghasilan yang layak. Namun di sisi lain, keberlangsungan usaha juga harus dijaga agar tidak memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) atau penurunan serapan tenaga kerja.
Faktor Ekonomi Jadi Pertimbangan Utama
Dalam proses penyusunan UMP 2026, Netty menyebut pemerintah mempertimbangkan banyak aspek secara menyeluruh. Tidak hanya soal kenaikan angka upah, tetapi juga dampak lanjutan yang mungkin muncul.
“Pemerintah saat ini tengah menyesuaikan kebijakan pengupahan dengan mempertimbangkan berbagai faktor, mulai dari kondisi perekonomian, dinamika dunia usaha, hingga perlindungan daya beli pekerja,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa kebijakan pengupahan yang tidak dihitung dengan matang berpotensi menimbulkan efek domino. Misalnya, beban biaya operasional yang meningkat drastis bagi usaha kecil dan menengah, atau sebaliknya, upah yang terlalu rendah sehingga tidak mampu mengejar kenaikan harga kebutuhan pokok.
“Pemerintah tentu ingin memastikan kebijakan yang diambil tidak berpihak pada satu sisi saja, melainkan menjaga keseimbangan antara kepentingan pekerja dan keberlangsungan usaha,” lanjut Netty.
Pentingnya Kepastian Waktu Penetapan UMP
Selain besaran upah, kepastian waktu penetapan UMP juga menjadi sorotan. Bagi dunia usaha, kepastian waktu sangat dibutuhkan untuk menyusun anggaran dan rencana bisnis tahun berikutnya. Sementara bagi pekerja, kejelasan tersebut penting untuk memastikan stabilitas penghasilan.
Netty menilai bahwa penguatan komunikasi publik menjadi kunci dalam meredakan ketidakpastian yang kerap muncul menjelang pengumuman UMP.
“Keterbukaan informasi sangat diperlukan untuk menjaga hubungan industrial tetap kondusif. Komunikasi yang baik akan membantu semua pihak memahami arah kebijakan dan melakukan penyesuaian secara lebih terencana,” ujarnya.
Ia menambahkan, keterlambatan atau minimnya informasi sering kali memicu spekulasi dan keresahan di kalangan pekerja maupun pelaku usaha, padahal hal tersebut dapat dihindari dengan komunikasi yang jelas dan konsisten.
UMP sebagai Instrumen Stabilitas Sosial dan Ekonomi
Lebih jauh, Netty menegaskan bahwa upah minimum bukan hanya instrumen ekonomi, tetapi juga memiliki dimensi sosial yang kuat. UMP berperan penting dalam menjaga daya beli masyarakat, yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah.
“Upah minimum pada akhirnya merupakan instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja sekaligus menjaga stabilitas ekonomi,” tegasnya.
Dalam konteks nasional, kebijakan UMP juga berkaitan erat dengan target pembangunan ketenagakerjaan dan pengurangan kesenjangan sosial. Upah yang layak diyakini mampu meningkatkan kualitas hidup pekerja, memperkuat konsumsi domestik, serta mendorong produktivitas tenaga kerja.
Harapan terhadap Penetapan UMP 2026
Netty berharap besaran UMP 2026 yang nantinya ditetapkan pemerintah dapat menjadi jalan tengah yang adil. Kebijakan tersebut diharapkan mampu menjawab kebutuhan riil pekerja tanpa mengorbankan daya saing dunia usaha.
Menurutnya, selama proses penetapan dilakukan secara transparan, berbasis data, dan melibatkan dialog yang sehat, hasilnya akan lebih mudah diterima oleh semua pihak.
Di tengah tantangan ekonomi global dan dinamika nasional, penetapan UMP 2026 menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk menunjukkan keberpihakan yang seimbang. Tidak hanya melindungi pekerja, tetapi juga memastikan iklim usaha tetap sehat dan berkelanjutan.











