Beritaterkini – Percepatan digitalisasi kini menjadi sorotan utama pemerintah dalam memastikan bantuan sosial benar-benar sampai ke masyarakat yang berhak. Dengan terus bergeraknya data penduduk dan tantangan penyaluran di lapangan, transformasi digital dianggap sebagai fondasi penting agar program perlindungan sosial lebih tepat sasaran dan bebas dari penyimpangan.
Dalam beberapa tahun terakhir, kebutuhan reformasi sistem distribusi bansos semakin mendesak. Pemerintah pusat hingga daerah dihadapkan pada situasi di mana data penerima terus berubah, sementara tuntutan pelayanan publik yang cepat dan akurat makin tinggi. Di tengah dinamika tersebut, digitalisasi dipandang sebagai solusi strategis yang mampu menutup celah ketidaktepatan data dan meningkatkan efisiensi anggaran.
Pentingnya digitalisasi ini kembali ditegaskan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam agenda Sosialisasi Piloting Digitalisasi Bantuan Sosial Tingkat Nasional yang digelar secara hybrid di Jakarta. Menurutnya, percepatan transformasi digital bukan hanya kebutuhan teknis, tetapi juga amanat moral dan konstitusional negara dalam melindungi masyarakat rentan.
Mengapa Digitalisasi Menjadi Kunci Utama Penyaluran Bansos?
Digitalisasi diyakini mampu memperkecil risiko salah sasaran dan meningkatkan akurasi data penerima. Mendagri Tito Karnavian menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian penting dari implementasi UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menempatkan urusan sosial sebagai salah satu dari enam urusan wajib pelayanan dasar yang harus diprioritaskan pemerintah daerah.
Dalam paparannya, Tito menyebut digitalisasi sebagai agenda strategis untuk memastikan kelompok rentan benar-benar menerima hak mereka.
Menurutnya:
“Masalah sosial dan bantuan sosial merupakan tugas negara. Konstitusi mengamanatkan perlindungan bagi masyarakat yang tidak mampu maupun terlantar,” ujarnya dalam acara tersebut.
Pernyataan ini menggambarkan bahwa digitalisasi bukan semata transformasi teknologi, melainkan upaya memperkuat fungsi negara dalam hadir bagi warganya.
Tantangan Bansos: Data Bergerak Cepat, Sistem Belum Sepenuhnya Adaptif
Masalah Ketidaktepatan Sasaran Masih Terjadi
Selama ini pemerintah pusat dan daerah telah menyalurkan berbagai jenis bansos, mulai dari bantuan reguler hingga bantuan kebencanaan. Namun, sejumlah kendala masih ditemui, terutama terkait dinamika data penerima.
Tito mencontohkan beberapa kasus umum:
-
Penerima pindah alamat dari satu wilayah ke wilayah lain.
-
Perubahan status ekonomi, misalnya seseorang yang tadinya pengangguran kemudian bekerja sebagai ASN, TNI, atau Polri.
-
Penerima yang meninggal dunia tetapi masih tercatat aktif dalam sistem.
“Datanya terus bergerak,” tegas Tito. Kondisi ini menuntut pemerintah menerapkan sistem yang mampu memperbarui data secara real-time.
Risiko di Situasi Bencana Alam
Dalam konteks bencana alam, data penerima manfaat biasanya lebih cepat berubah karena perpindahan penduduk ke lokasi pengungsian atau perubahan kondisi sosial ekonomi. Sistem manual kerap tidak mampu mengikuti dinamika tersebut.
Inilah sebabnya digitalisasi menjadi kunci agar bantuan darurat dapat disalurkan lebih cepat dan tepat sasaran.
Dukcapil dan DTSEN: Fondasi Data Tunggal Nasional
Hingga saat ini, Ditjen Dukcapil Kemendagri telah berhasil merekam 99 persen data penduduk Indonesia, lengkap dengan biometrik seperti sidik jari, iris mata, hingga pengenalan wajah. Basis data inilah yang menjadi pijakan penyusunan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang disusun Bappenas dan berkolaborasi dengan BPS.
Bagaimana Data Ini Digunakan?
-
Mencegah duplikasi penerima
-
Menentukan kategori penerima berdasarkan kondisi sosial ekonomi
-
Menjadi acuan sistem verifikasi bansos berbasis digital
-
Mendukung integrasi data lintas kementerian dan lembaga
“Data DTSEN sudah dimanfaatkan untuk berbagai program bansos melalui mekanisme digital agar lebih efektif, tepat sasaran, dan efisien,” kata Tito.
Para analis kebijakan juga menilai penggunaan data tunggal ini dapat mengurangi beban administratif pemerintah daerah dan menyederhanakan proses validasi.
Dukungan Pemerintah Pusat: Mandat Presiden dan Koordinasi Lintas Lembaga
Presiden Prabowo Subianto disebut telah memberi tugas khusus kepada Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan untuk mempercepat digitalisasi penyaluran bansos. Mandat ini menunjukkan bahwa transformasi data sosial kini menjadi agenda prioritas nasional yang melibatkan banyak instrumen pemerintah.
Salah satu contoh keberhasilan tahap awal adalah Proyek Percontohan Digitalisasi Bansos di Kabupaten Banyuwangi, yang dinilai efektif karena:
-
Mengintegrasikan data pusat dan daerah
-
Memanfaatkan teknologi biometrik
-
Melibatkan berbagai kementerian serta lembaga, termasuk Dukcapil
-
Mengurangi potensi penerima ganda dan kesalahan distribusi
Banyuwangi dipilih karena memiliki tingkat adopsi digital yang cukup tinggi dan ekosistem layanan publik berbasis teknologi yang sudah berkembang.
Dampak Positif yang Diharapkan dari Digitalisasi Bansos
1. Ketepatan Sasaran yang Lebih Tinggi
Sistem digital dapat memverifikasi identitas penerima secara biometrik, sehingga memperkecil peluang data tidak valid.
2. Efisiensi Anggaran
Pengurangan penerima ganda dan kesalahan administratif dapat menghemat anggaran bansos dalam skala nasional.
3. Respons Cepat pada Kondisi Darurat
Pada situasi bencana alam, data real-time memungkinkan pemerintah memperbarui daftar penerima dengan cepat.
4. Transparansi dan Akuntabilitas
Digitalisasi memungkinkan audit digital yang lebih mudah, sehingga meningkatkan kepercayaan publik.
Pengamat kebijakan sosial dari berbagai lembaga riset juga menilai digitalisasi sebagai langkah logis untuk memperbaiki governance bansos secara menyeluruh. Meskipun tantangan transisi masih ada, arah kebijakan ini dinilai sudah tepat.
Kesimpulan: Digitalisasi Bansos Bukan Lagi Pilihan, Tapi Kebutuhan Negara
Dengan dinamika sosial ekonomi masyarakat yang terus berubah dan urgensi pelayanan publik yang lebih akurat, digitalisasi bansos menjadi langkah fundamental untuk menjaga hak-hak masyarakat rentan. Pemerintah pusat, daerah, serta lembaga terkait kini bergerak dalam satu arah: membangun ekosistem data yang terintegrasi, aman, dan akuntabel.
Transformasi ini bukan hanya soal teknologi, tetapi tentang memastikan negara hadir dengan cara yang lebih cepat, tepat, dan manusiawi.











