Makna Kalpataru dalam Bahasa Sanskerta: Filosofi, Sejarah, dan Penghargaan Lingkungan di Indonesia

Maman S

Beritaterkini – Kalpataru bukan sekadar istilah atau simbol biasa di Indonesia. Istilah ini telah menjadi representasi penting dalam dunia lingkungan hidup, bahkan diabadikan sebagai penghargaan tertinggi bagi mereka yang berkontribusi nyata dalam pelestarian alam. Dari candi-candi kuno hingga lambang resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kalpataru memiliki makna yang dalam dan kaya sejarah.

Banyak orang penasaran, apa sebenarnya arti Kalpataru dalam bahasa Sanskerta, dan mengapa istilah ini kemudian diangkat menjadi simbol nasional? Artikel ini mengulas lengkap mulai dari filosofi Kalpataru, sejarah penghargaan Kalpataru, kategori penghargaan, hingga relevansinya di era modern.

Tak hanya soal sejarah, Kalpataru juga menyimpan hikmah filosofis yang mengajarkan manusia tentang pentingnya keseimbangan alam dan keberlanjutan. Simak ulasan lengkapnya berikut ini.

Makna Kalpataru dalam Bahasa Sanskerta

Kalpataru berasal dari dua kata dalam bahasa Sanskerta: kalpa yang berarti “pengharapan” dan taru yang berarti “pohon”. Jika digabungkan, Kalpataru dimaknai sebagai “pohon kehidupan” atau “pohon harapan”. Filosofi ini menekankan pohon sebagai simbol kehidupan, perlindungan, dan sumber keberlanjutan bagi seluruh makhluk hidup.

Makna Kalpataru juga bisa ditemukan di relief candi kuno, seperti Candi Mendut dan Candi Prambanan. Relief pohon kehidupan yang terpahat rapi memperlihatkan batang kokoh, daun rimbun, serta benda bernilai di sekelilingnya. Ini mencerminkan tatanan alam yang selaras, seimbang, dan penuh kemakmuran.

Dalam tradisi Hindu, Kalpataru dianggap suci karena melambangkan keseimbangan triloka atau tiga alam: atas, tengah, dan bawah. Filosofi ini mengajarkan bahwa manusia, alam, dan makhluk hidup lainnya saling terhubung dalam harmoni yang harus dijaga.

Sejarah Penghargaan Kalpataru di Indonesia

Penghargaan Kalpataru lahir sebagai bentuk apresiasi pemerintah terhadap upaya pelestarian lingkungan. Ide ini digagas oleh Emil Salim, Menteri Negara Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup era 1978–1983. Tujuannya adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat dan pemerintah mengenai pentingnya menjaga alam.

Awalnya, penghargaan ini disebut “Hadiah Lingkungan” pada 1980. Namun setahun kemudian, setelah mengambil inspirasi dari relief pohon kehidupan di Candi Mendut, nama resmi berubah menjadi Kalpataru. Sejak itu, penghargaan ini rutin diberikan pada 5 Juni, bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Hingga 2019, tercatat 378 penerima penghargaan Kalpataru di seluruh Indonesia.

Regulasi pemberian penghargaan ini diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.30/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2017, yang mengatur kategori, mekanisme penilaian, serta prosedur resmi penyerahan penghargaan.

Kategori Penghargaan Kalpataru

Seiring waktu, kategori penghargaan Kalpataru mengalami perubahan hingga menjadi empat kategori utama:

Perintis Lingkungan

Diberikan kepada warga negara yang merintis atau mengembangkan kegiatan pelestarian lingkungan secara inovatif. Penerima bukan pegawai negeri atau tokoh organisasi formal.

Pengabdi Lingkungan

Diberikan bagi pegawai negeri atau petugas lapangan yang pengabdiannya terhadap lingkungan melampaui tugas utama. Termasuk guru, penyuluh lapangan, jagawana, atau aparat pemerintah.

Penyelamat Lingkungan

Diberikan kepada kelompok masyarakat—formal maupun informal—yang berhasil melestarikan atau memperbaiki lingkungan, seperti komunitas adat, koperasi, karang taruna, atau lembaga pendidikan.

Pembina Lingkungan

Diberikan bagi tokoh publik, peneliti, pengusaha, budayawan, jurnalis, atau tokoh agama yang memiliki prakarsa besar dalam urusan lingkungan.

Pohon Kalpataru: Biologi dan Filosofi Modern

Secara botani, Kalpataru dikenal sebagai Ficus religiosa atau pohon Bodhi. Pohon ini dapat tumbuh hingga 15–30 meter dengan usia hidup mencapai 1.000–1.500 tahun. Keunikannya meliputi:

  • Percabangan lebar dan tidak beraturan

  • Habitat bagi burung, tupai, dan serangga

  • Menghasilkan oksigen siang dan malam

Selain itu, pohon ini juga memiliki manfaat kesehatan. Kandungan tannin, saponin, dan flavonoid membuatnya bermanfaat sebagai antijamur, antiinflamasi, obat luka, hingga antidiare. Inilah alasan pohon Kalpataru sering menjadi bagian dari pembangunan hutan kota atau ruang terbuka hijau.

Kalpataru sebagai Inspirasi Lambang KLHK

Lambang KLHK mengambil wujud pohon Kalpataru dengan akar kuat dan daun rimbun. Filosofi ini mencerminkan tatanan lingkungan yang seimbang dan serasi. Pemilihan Kalpataru juga menyampaikan pesan bahwa pelestarian alam bukan hanya tugas pemerintah, tetapi kolaborasi seluruh masyarakat, ilmuwan, dan generasi muda.

FAQ Singkat

  1. Apa makna Kalpataru?
    “Pohon kehidupan” atau “pohon pengharapan” yang melambangkan keseimbangan dan keberlanjutan alam.

  2. Kenapa disebut pohon kehidupan?
    Percabangan lebar, daun rimbun, serta kemampuan menghasilkan oksigen sepanjang hari membuatnya simbol kehidupan.

  3. Siapa yang menggagas penghargaan Kalpataru?
    Emil Salim, Menteri Negara Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1978–1983).

  4. Sejak kapan penghargaan ini diberikan?
    Mulai 1980 dengan nama “Hadiah Lingkungan”, berubah menjadi Kalpataru pada 1981.

  5. Apa saja kategori penghargaan Kalpataru?
    Perintis Lingkungan, Pengabdi Lingkungan, Penyelamat Lingkungan, Pembina Lingkungan.

    Kesimpulan

    Kalpataru, dalam bahasa Sanskerta, berarti “pohon kehidupan” — simbol pengharapan, keberlanjutan, dan keseimbangan alam. Filosofi ini menjadi dasar penghargaan Kalpataru, yang sejak 1980-an diberikan kepada individu maupun kelompok yang berkontribusi nyata dalam pelestarian lingkungan. Dari candi kuno hingga lambang resmi KLHK, Kalpataru tetap menjadi inspirasi untuk menjaga harmoni manusia dengan alam.

Also Read