MSCI Guncang Pasar: Lo Kheng Hong Sebut Ini Waktu Emas Borong Saham Diskon

BeritaTerkini – Pasar saham Indonesia tiba-tiba anjlok tajam, dan banyak investor panik. Namun, tidak semua orang melihat kondisi ini sebagai bencana. Bagi sebagian investor kawakan, seperti Lo Kheng Hong, momen seperti ini justru jadi “musim panen” untuk berburu saham-saham unggulan dengan harga diskon.

Penurunan pasar yang drastis bukan hal baru di dunia investasi. Namun, setiap kali IHSG anjlok, selalu ada peluang besar tersembunyi di baliknya. Lo Kheng Hong—yang dijuluki “Warren Buffett Indonesia”—percaya bahwa pasar bearish bukan saatnya panik, melainkan saat terbaik untuk mulai masuk.

Sinyal itu kembali muncul saat perdagangan sesi I hari ini. Dalam hitungan menit, pasar kehilangan ratusan triliun rupiah. Bagi investor biasa, ini mungkin menakutkan. Tapi bagi mereka yang paham prinsip value investing, ini bisa jadi “tiket emas” menuju cuan besar di masa depan.

IHSG Ambruk, Pasar Saham Kehilangan Ratusan Triliun

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di rentang 7.959,17–8.354,67. Penurunan tajam ini menyeret lebih dari 500 saham ke zona merah. Dalam waktu singkat, kapitalisasi pasar menyusut sekitar Rp639 triliun.

Penyebab utama kejatuhan ini datang dari koreksi besar di saham-saham konglomerat, terutama milik Prajogo Pangestu dan Hapsoro. Saham mereka menyumbang penurunan signifikan pada indeks.

Saham Konglomerat Jadi Biang Kerok

Penurunan terbesar tercatat pada BREN yang kembali bertengger di level 8.000 setelah sebelumnya tembus 9.000-an. Saham milik Barito Renewables Energy ini menyumbang tekanan besar pada IHSG.

Di sisi lain, DSSA milik Dian Swastatika Sentosa Tbk. mencatat penurunan 13,42% dan berkontribusi -52,64 poin terhadap IHSG. Angka ini cukup signifikan untuk mengguncang pasar.

Lo Kheng Hong: “Ini Saatnya Beli Mercy Harga Bajaj”

Alih-alih panik, Lo Kheng Hong justru menganggap penurunan ini sebagai peluang emas.

“Penurunan harga saham adalah peluang emas, di mana investor bisa membeli wonderful company di harga discount,” ujarnya.

Menurutnya, banyak saham-saham perusahaan bagus di Bursa Efek Indonesia yang saat ini undervalue alias dihargai lebih murah dari nilai sebenarnya.

Analogi Mercy vs Bajaj

Lo menggambarkan situasi ini dengan analogi unik. Menurutnya, membeli saham bagus saat harganya turun seperti membeli Mercedes-Benz dengan harga Bajaj.

“Di dunia nyata tidak ada orang yang menjual Mercy harga Bajaj, tapi di bursa saham banyak,” jelasnya.

Investor cermat bisa memanfaatkan momen seperti ini untuk mengakumulasi saham berfundamental kuat dengan harga miring—dan tinggal menunggu waktu sebelum nilainya kembali naik.

Strategi Value Investing ala Lo Kheng Hong

Lo dikenal luas sebagai penganut setia value investing. Ia mengajarkan bahwa kunci menemukan “wonderful company” ada pada valuasi dasar seperti price to earnings ratio (PER) dan price to book value (PBV).

“Sebenarnya cuma melakukan penambahan, pembagian, pengurangan, perkalian. Simple, tapi sempurna,” kata Lo.

Setelah membeli saham dengan PER dan PBV rendah, investor harus siap menunggu. Saham “Bajaj” itu tidak langsung berubah menjadi “Mercy” dalam semalam. Diperlukan kesabaran tinggi untuk menunggu saat nilainya kembali mencerminkan fundamentalnya.

Kesabaran: Ilmu Tingkat Tinggi dalam Investasi

“Memang kesabaran adalah ilmu tingkat tinggi, belajarnya setiap hari, ujiannya sering mendadak. Tapi investor yang lulus ujian akan mendapat cuan yang besar,” ujarnya lagi.

Lo menekankan bahwa kesabaran adalah senjata utama investor. Banyak orang kalah bukan karena salah beli saham, tapi karena tidak sabar menunggu momentum kenaikan.

Dari Investor Pemula Jadi Legenda

Perjalanan Lo tidak instan. Ia mulai berinvestasi sekitar 32 tahun lalu. Saat itu, ia mengaku masih “buta” tentang dunia saham. Strateginya hanya membeli saham initial public offering (IPO) dan langsung menjualnya saat listing. Sayangnya, strategi ini sempat membuatnya rugi di awal perjalanan.

Namun, dari pengalaman itulah ia mulai belajar serius. Lo mempelajari kinerja emiten, tren pasar, hingga strategi investor legendaris seperti Warren Buffett. Sejak itu, ia mulai fokus pada saham-saham undervalue—bukan saham yang sedang naik.

Momentum Pandemi dan Saham Fundamental Kuat

Lo juga menyinggung bagaimana momen pandemi menjadi contoh nyata dari peluang tersembunyi. Saat banyak investor melepas saham bagus karena panik, harga saham berfundamental kuat justru berada di titik terendah.

Dalam jangka pendek, pasar memang bergejolak. Namun dalam jangka panjang, saham-saham “Mercy” akan kembali naik ke harga wajarnya. Di sinilah investor sabar akan memetik hasilnya.

Perubahan MSCI Bisa Jadi Pemicu Utama

Salah satu faktor yang ikut mengguncang pasar adalah kabar perubahan dalam MSCI Inc.. Perubahan komposisi MSCI kerap memicu volatilitas tinggi di pasar modal Indonesia. Saham-saham konglomerat menjadi yang paling terdampak karena bobotnya yang besar dalam indeks.

Bagi investor value, kondisi seperti ini justru memberi peluang lebih besar untuk masuk ke saham-saham berfundamental kuat yang ikut tertekan sentimen pasar.

Penutup: Momentum atau Ketakutan?

Pasar saham selalu bergerak dalam siklus naik dan turun. Bagi investor yang paham prinsip value investing, masa-masa merah justru saat yang paling potensial untuk memborong saham bagus dengan harga murah.

Lo Kheng Hong sudah membuktikan strateginya puluhan tahun. Kini tinggal bagaimana investor ritel menyikapinya: ikut panik atau justru memanfaatkan momentum.

Leave a Comment