Beritaterkini – Kabar soal nilai mata uang terendah di dunia 2025 versi Forbes mendadak ramai dibicarakan. Pasalnya, Rupiah Indonesia disebut masuk dalam daftar 10 besar mata uang dengan nilai terendah secara global. Bagi sebagian orang, informasi ini terdengar mengkhawatirkan dan langsung dikaitkan dengan kondisi ekonomi nasional.
Padahal, jika dilihat lebih dalam, istilah “mata uang terendah” tidak sesederhana kelihatannya. Nilai tukar yang rendah secara nominal tidak selalu berarti ekonomi sebuah negara sedang terpuruk atau menuju krisis. Ada banyak faktor struktural, kebijakan, hingga strategi ekonomi yang memengaruhi posisi sebuah mata uang.
Artikel ini akan membahas secara lengkap daftar mata uang terendah di dunia versi Forbes 2025, posisi Rupiah di dalamnya, faktor penyebabnya, serta analisis penting agar pembaca tidak salah kaprah dalam memaknai data nilai tukar global.
Bagaimana Nilai Mata Uang Ditentukan?
Sebelum melihat daftarnya, penting memahami dulu bagaimana nilai mata uang suatu negara terbentuk di pasar global.
Peran Bank Sentral dan Mekanisme Supply–Demand
Pada dasarnya, nilai tukar ditentukan oleh mekanisme penawaran dan permintaan. Jika permintaan terhadap suatu mata uang meningkat—baik karena investasi, ekspor, maupun aliran modal—nilainya cenderung menguat. Sebaliknya, jika permintaan melemah, nilai tukar ikut tertekan.
Bank sentral memegang peran krusial dalam menjaga stabilitas. Di Indonesia, Bank Indonesia (BI) menggunakan sejumlah instrumen, antara lain:
-
intervensi di pasar valuta asing,
-
penetapan suku bunga acuan,
-
pengelolaan cadangan devisa,
-
serta kebijakan moneter untuk meredam volatilitas.
Dalam berbagai pernyataan resminya, Bank Indonesia menegaskan bahwa stabilitas Rupiah dijaga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, bukan sekadar mengejar nilai tukar kuat secara nominal.
Sistem Kurs Tetap vs Kurs Mengambang
Secara global, ada dua sistem nilai tukar utama:
Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate)
Pemerintah mematok nilai tukar terhadap mata uang tertentu, biasanya dolar AS. Contohnya Arab Saudi yang mematok Riyal terhadap USD.
Kurs Mengambang (Floating Exchange Rate)
Nilai tukar bergerak sesuai mekanisme pasar. Indonesia menganut sistem ini sejak krisis 1998. Artinya, Rupiah bisa naik atau turun mengikuti kondisi global dan domestik, dengan intervensi terbatas dari BI saat diperlukan.
Faktor Penyebab Mata Uang Menjadi Sangat Lemah
Mengapa beberapa mata uang berada di posisi terbawah dunia? Berikut faktor-faktor utamanya.
1. Inflasi Tinggi
Inflasi yang tidak terkendali menggerus daya beli dan kepercayaan terhadap mata uang. Contoh ekstremnya adalah Zimbabwe yang pernah mengalami hiperinflasi.
2. Defisit Neraca Perdagangan
Ketika impor lebih besar dari ekspor, permintaan mata uang asing meningkat dan menekan mata uang domestik.
3. Ketidakstabilan Politik
Konflik internal, perang, dan krisis pemerintahan membuat investor menarik dananya.
4. Sanksi Ekonomi Internasional
Sanksi dapat memutus akses ke sistem keuangan global, seperti yang dialami Iran.
5. Utang Luar Negeri
Beban pembayaran utang dalam mata uang asing meningkatkan tekanan terhadap kurs domestik.
6. Cadangan Devisa Minim
Cadangan devisa berfungsi sebagai tameng saat terjadi gejolak nilai tukar.
Daftar 10 Mata Uang Terendah di Dunia 2025 Versi Forbes
Berikut daftar mata uang dengan nilai terendah secara nominal terhadap dolar AS per 2025.
1. Pound Lebanon (LBP)
Nilai sekitar 89.500 LBP per USD. Krisis perbankan, inflasi tinggi, dan instabilitas politik membuat Lebanon berada di posisi terlemah.
2. Rial Iran (IRR)
Sekitar 42.100 IRR per USD. Sanksi ekonomi internasional dan pembatasan akses valuta asing menjadi faktor utama.
3. Dong Vietnam (VND)
Sekitar 25.441 VND per USD. Meski nilainya rendah, Vietnam justru mencatat pertumbuhan ekonomi yang kuat karena strategi ekspor.
4. Kip Laos (LAK)
Sekitar 21.645 LAK per USD. Dipengaruhi utang luar negeri dan inflasi.
5. Rupiah Indonesia (IDR)
Sekitar 16.276 IDR per USD. Indonesia menjadi satu-satunya negara G20 dalam daftar ini.
6. Leone Sierra Leone (SLL)
Sekitar 22.726 SLL per USD. Dipengaruhi kemiskinan ekstrem dan sejarah konflik.
7. Som Uzbekistan (UZS)
Sekitar 12.894 UZS per USD. Transisi ekonomi pasca-Soviet masih berjalan.
8. Franc Guinea (GNF)
Sekitar 8.604 GNF per USD. Kaya sumber daya alam, tapi terkendala korupsi dan instabilitas.
9. Guarani Paraguay (PYG)
Sekitar 7.839 PYG per USD. Tantangan klasik negara berkembang.
10. Shilling Uganda (UGX)
Sekitar 3.664 UGX per USD. Bergantung pada sektor pertanian dan rentan iklim.
Analisis Posisi Rupiah Indonesia
Masuknya Rupiah dalam daftar nilai mata uang terendah di dunia 2025 versi Forbes perlu dilihat secara proporsional.
Faktor Penyebab Rupiah Masuk Daftar
-
Ketergantungan pada ekspor komoditas
-
Fluktuasi cadangan devisa
-
Sentimen global terhadap negara berkembang
-
Kebijakan suku bunga global, khususnya dari The Fed
Namun, berdasarkan data resmi Bank Indonesia, cadangan devisa Indonesia masih berada di level aman untuk membiayai impor dan pembayaran utang luar negeri.
Bandingkan dengan Krisis 1998
Jika dibandingkan krisis moneter 1998, kondisinya sangat berbeda. Inflasi kini terjaga rendah, sistem perbankan lebih kuat, dan kurs mengambang membuat ekonomi lebih adaptif.
Apakah Mata Uang Lemah Selalu Buruk?
Jawabannya: tidak selalu.
Keuntungan Mata Uang Relatif Lemah
-
Ekspor lebih kompetitif
-
Pariwisata meningkat
-
Produk lokal lebih terserap
Risiko yang Tetap Perlu Diwaspadai
-
Inflasi impor
-
Beban utang luar negeri
-
Penurunan daya beli
Kunci utamanya adalah stabilitas, bukan sekadar angka nominal.
Penutup
Fakta bahwa Rupiah masuk dalam daftar 10 nilai mata uang terendah di dunia 2025 versi Forbes memang menarik perhatian. Namun, nilai tukar bukan satu-satunya indikator kesehatan ekonomi. Fundamental Indonesia—mulai dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, hingga sistem keuangan—masih tergolong solid dibanding banyak negara lain dalam daftar.
Dengan kebijakan moneter dan fiskal yang hati-hati, Rupiah tetap memiliki ruang untuk stabil di tengah ketidakpastian global. Yang terpenting, publik perlu memahami konteks agar tidak mudah panik hanya karena melihat peringkat nilai tukar semata.











