Beritaterkini – Lonjakan aktivitas keuangan digital di Indonesia kembali mencetak rekor baru. Pada triwulan III-2025, volume transaksi digital nasional tercatat menembus angka 12,99 miliar transaksi. Angka ini bukan cuma besar di atas kertas, tapi juga mencerminkan perubahan nyata dalam cara masyarakat bertransaksi sehari-hari.
Pertumbuhan tersebut menandai akselerasi adopsi layanan pembayaran digital yang kian merata, mulai dari kota besar hingga daerah. Namun, di balik euforia pertumbuhan, muncul tantangan serius yang tak bisa diabaikan: meningkatnya risiko penipuan digital dan serangan siber yang semakin terorganisasi.
Situasi inilah yang mendorong industri keuangan digital untuk berpikir ulang. Mengandalkan sistem keamanan masing-masing institusi kini dianggap tidak lagi memadai. Kolaborasi lintas pelaku industri menjadi kebutuhan mendesak demi menjaga kepercayaan publik dan stabilitas ekosistem keuangan digital nasional.
Lonjakan Transaksi Digital Indonesia di Triwulan III-2025
Data terbaru menunjukkan bahwa transaksi digital tembus 12,99 miliar sepanjang triwulan III-2025. Angka ini tumbuh sekitar 38 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, menandakan laju pertumbuhan yang masih sangat kuat.
Peningkatan ini didorong oleh beberapa faktor utama, antara lain:
-
Semakin luasnya penggunaan dompet digital dan QRIS
-
Integrasi pembayaran digital dalam layanan transportasi, e-commerce, dan UMKM
-
Meningkatnya literasi keuangan digital di masyarakat
Dari sisi ekonomi digital, capaian ini menjadi sinyal positif. Namun, semakin besar volume transaksi, semakin besar pula potensi kerugian jika terjadi fraud dalam skala masif.
Risiko Fraud Ikut Meningkat Seiring Pertumbuhan
Pertumbuhan transaksi digital yang pesat ternyata berbanding lurus dengan meningkatnya ancaman kejahatan siber. Modus penipuan kini tidak lagi sporadis atau individual, melainkan terstruktur, terkoordinasi, dan memanfaatkan celah lintas platform.
Beberapa pola fraud yang kerap muncul meliputi:
-
Penyalahgunaan identitas digital
-
Social engineering melalui phishing dan scam
-
Pemanfaatan akun mule dan transaksi berantai
Masalahnya, selama ini sistem deteksi fraud masih berjalan sendiri-sendiri di tiap institusi. Ketika satu pelaku jasa keuangan mendeteksi pola mencurigakan, informasi tersebut tidak selalu langsung diketahui oleh pelaku lain. Celah inilah yang sering dimanfaatkan fraudster.
Fraud Detection Consortium: Respons Kolektif Industri
Menjawab tantangan tersebut, PT Jalin Pembayaran Nusantara (Jalin) bersama Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) membentuk Fraud Detection Consortium (FDC). Konsorsium ini dirancang sebagai wadah kolaboratif untuk memperkuat deteksi dan mitigasi penipuan digital melalui pertukaran intelijen data secara terpusat.
Alih-alih bertahan secara individual, para pelaku industri kini memiliki platform bersama untuk berbagi sinyal risiko. FDC berfungsi sebagai jaringan intelijen fraud yang mengonsolidasikan berbagai data dari anggota konsorsium menjadi informasi yang lebih komprehensif dan bernilai.
Perubahan Pendekatan Keamanan Industri
| Aspek | Sebelum FDC | Setelah FDC |
|---|---|---|
| Sistem Deteksi | Terpisah per institusi | Terintegrasi terpusat |
| Data Fraud | Terfragmentasi | Terkonsolidasi |
| Respons Ancaman | Lambat dan parsial | Cepat dan kolektif |
| Standar Keamanan | Bervariasi | Selaras |
Perubahan ini menunjukkan pergeseran fundamental dari pendekatan defensif individual menuju strategi pertahanan kolektif.
Sistem Parsial Dinilai Tak Lagi Efektif
Sekretaris Jenderal Aftech, Firlie Ganinduto, menegaskan bahwa kolaborasi menjadi kunci utama dalam menghadapi kejahatan digital yang semakin kompleks.
Ia menyampaikan bahwa melawan fraudster terorganisasi tidak bisa dilakukan secara terpisah. Industri membutuhkan wadah untuk penyelarasan standar keamanan serta pertukaran insight berbasis data agar respons bisa lebih cepat dan akurat.
Pernyataan ini sejalan dengan realitas di lapangan. Para pelaku penipuan saling berbagi taktik dan informasi. Jika industri keuangan masih berjalan sendiri-sendiri, celah keamanan akan selalu ada.
Mekanisme Kerja Fraud Management System Berbasis Infrastruktur Bersama
Pada tahap awal, FDC mengimplementasikan Fraud Management System (FMS) milik Jalin. Sistem ini menggunakan konsep shared infrastructure, di mana infrastruktur keamanan dimanfaatkan bersama oleh seluruh anggota konsorsium.
FMS akan diadopsi secara bertahap oleh anggota Aftech dan jaringan Jalin, sekaligus menjadi fondasi teknis pengembangan FDC ke depan.
Komponen Utama FDC
Pertukaran Intelijen Data
Sinyal risiko dari berbagai sumber dikumpulkan dan dianalisis secara terpusat untuk mendeteksi pola penipuan lintas platform.
Konsolidasi Informasi
Data yang sebelumnya terpisah disatukan sehingga memberikan gambaran ancaman yang lebih utuh.
Standarisasi Keamanan
Seluruh anggota konsorsium menerapkan protokol keamanan yang selaras.
Respons Kolektif
Ancaman dapat diidentifikasi dan ditangani secara bersama sebelum meluas.
Ke depan, FDC juga diproyeksikan terhubung dengan berbagai inisiatif anti-penipuan di tingkat nasional.
Siapa Saja yang Diuntungkan dari FDC?
Direktur Utama Jalin, Ario Tejo Bayu Aji, menyampaikan bahwa pembentukan FDC merupakan respons atas meningkatnya risiko di sektor keuangan digital. Menurutnya, pendekatan infrastruktur bersama memungkinkan industri menghadapi ancaman canggih dengan tingkat kesiapan yang lebih setara.
Manfaat FDC dirasakan oleh berbagai pihak:
| Kategori Pelaku | Manfaat Utama |
|---|---|
| Fintech Besar | Insight ekosistem luas, respons lebih cepat |
| Fintech Menengah | Penguatan deteksi tanpa investasi besar |
| Startup Fintech | Akses keamanan setara pemain besar |
| Pengguna/Nasabah | Perlindungan lebih baik dari risiko fraud |
Kesetaraan akses ini penting agar pertumbuhan industri tidak dibayangi ketimpangan kesiapan keamanan.
Tahapan Implementasi dan Koordinasi Regulator
FDC tidak langsung beroperasi penuh. Implementasinya dilakukan bertahap agar tetap sejalan dengan regulasi yang berlaku.
Roadmap yang disiapkan meliputi:
-
Adopsi awal FMS oleh anggota Aftech dan jaringan Jalin
-
Uji coba bertahap untuk memastikan efektivitas sistem
-
Dialog berkelanjutan dengan regulator, termasuk OJK dan Bank Indonesia
-
Integrasi dengan inisiatif anti-penipuan nasional
Koordinasi dengan regulator menjadi aspek krusial untuk menjaga legitimasi dan kepatuhan hukum.
Masa Depan Keamanan di Tengah Transaksi Digital Tembus 12,99 Miliar
Fakta bahwa transaksi digital tembus 12,99 miliar menjadi alarm sekaligus peluang. Di satu sisi, pertumbuhan ini menunjukkan potensi ekonomi digital yang besar. Di sisi lain, ancaman fraud menuntut respons yang lebih matang dan kolektif.
Pembentukan Fraud Detection Consortium menandai langkah strategis industri fintech Indonesia dalam menghadapi tantangan tersebut. Kolaborasi antara Aftech dan Jalin menjadi bukti bahwa ancaman bersama hanya bisa dihadapi dengan solusi bersama.
Jika konsorsium ini berjalan konsisten dan didukung regulasi yang kuat, masa depan keamanan keuangan digital Indonesia berpeluang menjadi lebih tangguh dan berkelanjutan.











