Ribuan Krama Bugbug Turun “Stop Penyewaan Tanah Adat Tanpa Persetujuan Krama Desa”
Karangasem, beritaterkini.co.id – Ribuan warga Desa Adat Bugbug, Karangasem, kembali melakukan aksi menolak penyewaan tanah adat tanpa persetujuan Krama sesuai Awig-awig Desa Adat Bugbug. Aksi ini diwarnai dengan pemasangan spanduk jumbo yang bertuliskan “STOP PENYEWAAN TANAH ADAT TANPA PERSETUJUAN KRAMA DESA” sepanjang puluhan meter di beberapa titik wilayah Desa Adat Bugbug. Salah satu spanduk yang paling mencolok dibentangkan di belakang ribuan krama “Bugbug Sujati” yang melakukan aksi penolakan terhadap penyewaan tanah adat tanpa persetujuan desa adat yang dilakukan oleh sejumlah oknum tertentu.
Aksi damai dimulai sejak pagi hingga larut malam tersebut berlangsung pada Minggu, 22 Desember 2024 yang bertepatan dengan peringatan Hari Ibu sebagai simbul Ibu Pertiwi. Selain pemasangan spanduk, ribuan warga juga turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap praktik penyewaan tanah adat yang dianggap merugikan masyarakat Desa Adat Bugbug.
Polemik mengenai penyewaan tanah adat di Desa Adat Bugbug kembali mencuat setelah ditemukannya penyewaan tanah tambahan seluas 1 hektar yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu tanpa melibatkan persetujuan dari desa adat. Penyewaan tanah adat ini diketahui setelah pemeriksaan saksi-saksi dari pihak Prajuru Desa Adat Bugbug di Pengadilan Negeri Amlapura, Karangasem, dalam perkara perdata antara I Nyoman Jelantik dan Nyoman Purwa Ngurah Arsana (Kelian Adat Bugbug). Perkara ini tercatat dengan nomor register perkara perdata No. 255/Pdt.G/2023/PN.Amp. Gede Putra Arnawa, S.Kom., selaku Ketua Tim 9 Gema Shanti yang merupakan salah satu organisasi yang ikut mendukung penolakan ini, mengungkapkan bahwa masalah ini mulai terungkap setelah pihaknya melakukan pemeriksaan terkait tanah adat yang disewakan. “Apalagi ada kabar oknum Kelian Desa Adat Bugbug ini berencana mau mengontrakan lahan Desa Adat Bugbug kembali,” ungkapnya.
Dalam perkara tersebut, Krama Desa Adat Bugbug telah menunjuk I Nyoman Jelantik sebagai Jero Bandesa Adat untuk mengajukan gugatan terhadap penyewaan tanah seluas 2 hektar pada tahun 2021. Tanah tersebut terletak di areal Njung Awit, yang kini dikenal sebagai Neano Resort. Gede Putra Arnawa menegaskan bahwa penyewaan tanah adat tanpa persetujuan dari krama desa tidak hanya melanggar norma adat, tetapi juga merusak hubungan antarwarga. “Kami berharap agar proses hukum ini segera membawa kejelasan dan keadilan bagi seluruh krama Desa Adat Bugbug,” ujar Gede Putra Arnawa. Ia juga menekankan pentingnya menjaga kelestarian tanah adat sebagai warisan budaya yang harus dilindungi oleh masyarakat Desa Adat Bugbug.
Aksi pemasangan spanduk dan turun ke jalan ini tidak hanya diikuti oleh warga Desa Adat Bugbug, tetapi juga mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat di Karangasem. Masyarakat menuntut agar pemerintah dan aparat penegak hukum segera menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam penyewaan tanah adat tanpa izin tersebut. Aksi ini mendapat perhatian luas dari berbagai kalangan, baik masyarakat lokal maupun pengamat hukum. Banyak yang mengapresiasi semangat krama Desa Adat Bugbug untuk menjaga dan melestarikan tanah adat mereka yang selama ini menjadi sumber kehidupan dan identitas budaya mereka. “Polemik ini akan terus berkembang, dengan harapan besar dari krama Desa Adat Bugbug, agar penyewaan tanah adat yang melibatkan pihak luar ini dapat segera dihentikan dan proses hukum dapat memberikan keadilan yang seadil-adilnya bagi masyarakat desa adat,” tegasnya kepada para awak media.
Perlu diketahui sebelumnya, polemik penyewaan tanah di Desa Adat Bugbug, Karangasem kembali memanas setelah ditemukan adanya penyewaan lahan tambahan seluas 1 Ha. Gede Putra Arnawa, selaku Ketua Team 9 Gema Shanti mengakui polemik ini baru muncul setelah pemeriksaan saksi dari pihak Prajuru Desa Adat Bugbug di Pengadilan Negeri Amlapura, Karangasem, saat berlangsungnya perkara perdata antara I Nyoman Jelantik melawan Nyoman Purwa Ngurah Arsana (Kelian Adat Bugbug) sesuai register perkara perdata No.255/Pdt.G/2023/PN.Amp. Diketahui pada perkara Perdata No.255/Pdt.G/2023/PN. Amp tersebut, Krama Desa Adat Bugbug telah menunjuk I Nyoman Jelantik selaku Jero Bandesa Adat Bugbug untuk mengajukan gugatan atas penyewaan 2 Ha pada tahun 2021 atas bidang tanah druwe desa di areal Njung Awit yang saat ini dikenal sebagai Neano Resort.
Pada saat sidang pemeriksaan saksi dari pihak Tergugat, I Nyoman Purwa Ngurah Arsana yang menghadirkan Prajuru Desa Adat Bugbug, ternyata kemudian di tahun 2023 malah ada penyewaan lahan tambahan seluas 1 Ha. Anehnya Penyarikan Gede Desa Adat Bugbug menyatakan tidak mengetahui adanya sewa tambahan tersebut. “Beranjak dari hal itu, kemudian Krama Desa Adat Bugbug yang sebelumnya juga telah menolak dan mengajukan upaya hukum terkait dengan penyewaan lahan yang diduga melanggar prosedural aturan adat tersebut, berinisiatif untuk kembali menggelar Paruman Krama Desa Bugbug agar bisa membuat terang polemik sewa yang terulang kembali tanpa sepengetahuan karma desa,” bebernya.
Ia menerangkan kembali, Krama Desa Adat Bugbug kemudian pada Jumat, 27 September 2024 telah menggelar rapat atau paruman untuk berkoordiansi, yang mana kemudian dari rapat tersebut telah disepakati dan diputuskan untuk kembali melakukan kembali Paruman Krama Desa Adat Bugbug yang telah berlangsung pada Rabu, 9 Oktober 2024 pukul 16.00 WITA di Wantilan Desa Adat Bugbug terkait tentang lahan desa seluas 1 Ha yang dikontrakan tanpa sepengetahuan krama Desa Adat Bugbug. “Selain itu, dalam pelaksanaannya Krama sepakat untuk mesadok ke Jero Bandesa Adat Bugbug untuk ngebug kukul (memukul kentongan, red) di masing-masing banjar adat untuk menginformasikan kegiatan Paruman Krama Desa Adat Bugbug,” tandasnya.
Di samping itu sebelumnya, ribuan massa juga sempat mengepung Kantor Pengadilan Negeri (PN) Amlapura, Karangasem, pada Rabu, 13 Desember 2023. Kedatangan krama Desa Adat Bugbug itu, secara spontan hadir untuk memberi dukungan kepada Bendesa Adat Bugbug, I Nyoman Jelantik yang diberikan kuasa oleh krama Desa Adat Bugbug untuk menggugat secara perdata Kelian Desa Adat Bugbug, I Nyoman Purwa Ngurah Arsana bersama pihak tergugat lainnya di PN Amlapura. Selain itu, mereka juga ingin mengetahui langsung kebenaran terkait kasus ini, sekaligus ingin mengetahui langsung persidangan. “Jadi secara hukum mereka mempunyai hak untuk hadir dan mengetahui langsung persidangan,” kata Kuasa Hukum Penggugat dari Bantuan Hukum Keluarga Besar Karangasem Bersatu, Ida Bagus Putu Agung, SH.
Pihaknya menegaskan, keluhan masyarakat Bugbug hanya ingin mengetahui kebenaran dari kasus yang terjadi saat ini, sehingga mereka sengaja turun memberikan kuasa kepada Bendesa Adat Bugbug untuk memproses gugatan kasus ini. Artinya sebagai menggugat sudah mengantongi berbagai bukti dan saksi untuk membuktikan gugatan kepada Nyoman Purwa Ngurah Arsana yang kini pensiun sebagai Anggota DPRD Bali dari Fraksi PDI Perjuangan, bersama pihak tergugat lainnya. Untuk itulah, perlu dilakukan pembuktian benar dan tidaknya apa yang telah dilakukan Kelian Desa Adat Bugbug. “Jadi bukan mencari perdamaian, dan kalah menang itu tidak ada seperti itu. Hanya untuk membuktinya yang salah ini siapa? Inilah yang harus kita luruskan,” paparnya. Sementara itu, menanggapi gugatan perdata terhadap Kelian Desa Adat Bugbug, I Nyoman Purwa Ngurah Arsana bersama pihak tergugat lainnya, Tim Kuasa Hukum Desa Adat Bugbug, Gede Ngurah mengakui kasus ini bermula dari persoalan penyewaan lahan milik Desa Adat Bugbug di masa kepemimpinan Kelian Desa Adat Bugbug Nyoman Purwa Arsana untuk pembangunan akomodasi vila/resort yang dinilai oleh sekelompok orang tanpa persetujuan seluruh krama.
Sementara dari pihak prajuru Desa Adat Bugbug bersikukuh bahwa proses pengambilan kebijakan penyewaan lahan tersebut sudah melalui mekanisme paruman dan sudah sesuai dengan aturan awig-awig Desa Adat Bugbug. Jadi jelas penyewaan lahan tanah milik Desa Adat Bugbug di masa kepemimpinan Kelian Adat Desa Adat Bugbug Nyoman Purwa Arsana sudah sesuai mekanisme dan sudah sesuai awig-awig di desa adat. Lantas kalau ada argumentasi bahwa penyewaan lahan itu harus mendapatkan persetujuan seluruh krama, sehingga berakibat pada kebijakan penyewaan tanah desa adat yang diambil Kelian Desa Adat Bugbug dianggap bermasalah atau cacat hukum, Gede Ngurah kembali menegaskan dan meluruskan pemahaman yang keliru tersebut. Bahwa jelas pengambilan keputusan bersama dilakukan melibatkan Paruman Nayaka Desa yang sudah merupakan representasi perwakilan krama dan disepekati bersama Prajuru Desa Adat dalam Paruman Prajuru Dulun Desa.
Perlu juga diketahui, kasus Gugatan Perdata antara penggugat, I Nyoman Jelantik selaku Jro Bendesa Adat Bugbug yang juga sebagai perwakilan warga Desa Adat Bugbug, Karangasem, kembali menyeret nama I Nyoman Purwa Ngurah Arsana, ST., selaku Kelian Adat Desa Bugbug sebagai tergugat I berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Amlapura, Karangasem, pada Rabu (22/11/2023). Selain itu, Daniel Kriso juga ikut sebagai tergugat II, bersama David Kvasnicka sebagai tergugat III, Notaris dan PPAT Kadek Joni Wahyuni sebagai turut tergugat I, PT Detiga Neano Resort Bali sebagai turut tergugat II, PT Starindo Bali Mandiri sebagai turut tergugat III, Pemerintah Provinsi Bali Cq. Gubernur Bali sebagai turut tergugat IV, Mejelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali sebagai turut tergugat V, Kementerian Investasi/ BKPM sebagai turut tergugat VI, Kemenkumham Cq Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum sebagai turut tergugat VII, Kementerian Keuangan Cq Direktorat Jenderal Pajak sebagai turut tergugat VIII, Kantor ATR/ BPN Kabupaten Karangasem sebagai turut tergugat IX, dan Kemenkumham Cq. Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai turut tergugat X.
Objek perkara berupa tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) No.4370/DESA BUGBUG atas nama Pura Segara Desa Adat Bugbug, saat ini masih dalam sengketa keperdataan di Pengadilan Negeri (PN) Amlapura yang terdaftar dalam Perkara Perdata No.255/PDT.G/2023/PN.AMP, tanggal 31 Oktober 2023 dan masih dalam proses laporan polisi No.LP/B/585/IX/2023/SPKT/POLDA BALI. Diketahui, penggugat sebagai Bendesa Adat Bugbug yang juga ditunjuk oleh masyarakat atau krama Desa Adat Bugbug untuk melakukan upaya hukum terkait adanya padruen (harta kekayaan) Desa Adat Bugbug yang diduga dialihkan tanpa persetujuan masyarakat Desa Adat Bugbug. “Praduen Desa Adat Bugbug itu dialihkan tanpa melalui persetujuan krama Desa Adat Bugbug secara komunal oleh tergugat I,” ungkap Kuasa Hukum Penggugat dari Bantuan Hukum Keluarga Besar Karangasem Bersatu, yakni Ida Bagus Putu Agung, SH., didampingi oleh Hotmaruli Pardomuan Andreas, SH., I Gusti Ngurah Bayu Suta Negara, SH., I Nyoman Suyoga, SH., MH., I Wayan Sukana, SH., I Gede Astrawan Wikarma, SH., MH., Supriantama Nasution, SE., SH., MH., MBA., BKP., CFP., CMM CLA., Ph.D., DR, Sirojul Mulqi Amirudien, SH., I Gede Susila Yasa, SH., I Nyoman Kantun Suyasa SH, Sabam Antonius SH, I Putu Sukayasa Nadi SH., Rudi Hermawan, SH., dan Gede Agung Sanjaya Dwijaksara, SH.
Dijelaskan penggugat memiliki legal standing mewakili masyarakat Desa Adat Bugbug untuk melakukan upaya hukum terkait sengketa lahan seluas 233.500 meter persegi yang tetap milik masyarakat Hukum Adat (krama desa adat) yang diduga dialihkan tanpa persetujuan mutlak dari masyarakat Desa Adat Bugbug. “Objek perkara dalam gugatan aquo adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat I dengan cara melakukan perbuatan hukum menyewakan kekayaan Desa Adat Bugbug, berupa tanah pelaba Pura Segara Desa Adat Bugbug tanpa persetujuan dari seluruh masyarakat Desa Adat Bugbug secara komunal,” terangnya. Menurutnya sesuai peraturan adat, yaitu Awig – Awig Desa Adat Bugbug yang berlaku hingga saat ini, perbuatan hukum atas objek sengketa lahan tersebut, baik sebagian maupun keseluruhan harus atas praduen desa adat (kekayaan desa adat) wajib mendapat persetujuan seluruh krama Desa Adat Bugbug secara komunal yang selaras dengan prinsip-prinsip masyarakat Hukum Adat yang mengacu pada ketentuan Palet 5, Pawos 28, Angka ke-5 Awig – Awig Desa Adat Bugbug.
Sengketa ini berawal sekitar bulan Januari 2022, penggugat diberitahukan oleh salah satu warga Desa Adat Bugbug telah terjadi perbuatan hukum sewa-menyewa sebagian dari objek sengketa seluas 20.000 meter persegi pada tanggal 30 Desember 2021 oleh tergugat I yang juga mantan Anggota DPRD Bali yang telah disewakan kepada tergugat II dan tergugat III adalah orang asing di bawah pengawasan turut tergugat X sebagai lembaga negara yang berwenang mengawasi orang asing. “Penggugat sebagai Bendesa Adat Bugbug dan juga krama yang merupakan bagian dari pemegang hak komunal atas objek sengketa belum pernah memberikan persetujuan dan ataupun menunjuk perwakilan untuk melakukan perbuatan hukum sewa menyewa atas objek sengketa,” pungkasnya.
Namun sebelumnya, selain kasus perdata yang berkaitan dengan kasus sewa menyewa lahan untuk resort mewah yang disinyalir mencaplok area kawasan suci di Desa Bugbug, salah satu perwakilan ribuan Krama Desa Adat Bugbug, I Ketut Wirnata juga mempolisikan I Nyoman Purwa Ngurah Arsana, ST., sebagai terlapor ke Polda Bali atas dugaan tindak pidana peyerobotan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 385 KUHP pada tanggal 12 Oktober 2023 dengan Surat Tanda Terima Laporan Polisi Nomor : LP/B/858/X/2023/SPKT/POLDA BALI. Laporan pidana tersebut, memasuki babak baru atas polemik pembangunan resort mewah Villa Detiga Neano Resort di Desa Bugbug yang dituding oleh krama Desa Adat Bugbug berada di wilayah kesucian Pura Dang Kahyangan Bukit Gumang, Desa Adat Bugbug, Kabupaten Karangasem.
Pelaporan itu dilakukan I Ketut Wirnata yang sudah ditunjuk oleh 2.000 Krama Desa Adat Bugbug, karena selama ini tidak mengetahui adanya proyek Villa Detiga Neano Resort ternyata telah menyewa tanah milik desa adat. Namun, Purwa Arsana selaku Kelian Desa Adat Bugbug dituding telah melakukan sewa-menyewa tanah milik Desa Adat Bugbug tersebut, kepada pihak lain untuk melakukan pembangunan villa. Padahal belum semua krama dari 12 banjar yang tahu dan setuju atas pembangunan tersebut sesuai dengan Palet 6 Awig-Awig lan Perarem Desa Adat Bugbug. Untuk itu, tindakan sewa-menyewa antara Desa Adat Bugbug dengan pihak Detiga Neano Resort dikatakan cacat prosedur. “Artinya secara hukum, apapun yang dilakukan, baik itu perjanjian sewa menyewa, harusnya cacat, karena dari seluruh masyarakat masyarakat Bugbug ada sebagian besar malah tidak mengetahui perjanjian tersebut. Apalagi sampai kapan dan berapa nilai kontrak sewa menyewa tanah itu? Mereka tidak ada yang tahu,” ungkap Ida Bagus Putu Agung, SH., selaku Kuasa Hukum Krama Desa Adat Bugbug, I Ketut Wirnata dari Bantuan Hukum Keluarga Besar Karangasem Bersatu.
Dijelaskan pula tanah yang disebut pelapor diduga diserobot oleh Purwa Arsana, luasnya kurang lebih mencapai 1 hektar dan saat ini dibangun sebagai Detiga Neano Resort. Ida Bagus Putu Agung menyebut sebagian warga Desa Adat Bugbug tak mengetahui perjanjian tersebut. Ditambahkan kuasa hukum lainnya, Hotmaruli Pardomuan Andreas, SH., seharusnya semua masyarakat Desa Adat Bugbug mengetahui mengenai sewa-menyewa tanah tersebut. “Harusnya sesuai awig-awig, maka semua harus tahu, karena kesepakatan secara komunal, jadi 12 banjar itu harus mengetahui,” imbuhnya. Namun akibat ketidaktahuan itu justru menimbulkan konflik di internal Desa Adat Bugbug yang menjadi perhatian semua pihak termasuk dari DPP PEKAT Indonesia Bersatu dan PEKAT Bali. Apabila proses sewa-menyewa tanah yang dilakukan oleh Desa Adat Bugbug sesuai prosedur diyakini tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan. Diungkapkan pula, proses sewa-menyewa tanah yang dilakukan oleh Desa Adat Bugbug dengan pihak Detiga Neano Resort terjadi sekitar 2021. Dalam pelaporan ke Polda Bali, pelapor Wirnata sudah dilakukan pemeriksaan oleh Polda Bali pada Selasa (31/10/2023).
Selain gugatan secara pidana, pihaknya juga menggugat Kelian Adat Desa Adat Bugbug secara perdata. Gugatan ini pun sudah masuk dan akan menjalani sidang perdana pada Rabu 22 November 2023 mendatang. Salain itu, ada pula dilaporkan sebagai tergugat yakni DK dan David Kvasnicka dari Republik Ceko serta Notaris dan PPAT I Kadek Joni Wahyudi. Serta turut tergugat PT Detiga Neano Resort Bali, PT Starindo Bali Mandiri, Pemerintah Daerah Provinsi Bali Cq Gubernur Bali, Majelis Desa Adat (MDA) Bali, Kementrian Investasi/BKPM Cq. Kepala BKPM, Kementrian Hukum dan HAM Cq. Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum, Menteri Keuangan Cq. Direktorat Pajak, Kantor ATR/BPN Kabupaten Karangasem serta Kementrian Hukum dan HAM Cq. Direktorat Jendral Imigrasi.
Sayangnya dari kuasa hukum dari pihak tergugat belum bisa diminta keterangan terkait kasus ini. Sebelumnya saat dikonfirmasi terpisah, Purwa Arsana mengaku laporan pidana dan perdata itu sebagai laporan pemaksaan kehendak dan akhirnya akan berakhir dengan laporan balik adanya laporan palsu dan pencemaran nama baik. Karena itulah, Purwa Arsana akan melaporkan balik pelapor. “Ya saya akan laporkan balik pencemaran nama baik dan laporan palsu karena apa dasar mereka melaporkan saya nyerobot, sedangkan tanah itu milik Desa Adat Bugbug sesuai dengan bukti sertifikat terlampir seluas 23 hektar yang disewakan baru 2 hektar dan atas persetujuan Prajuru Dulun Desa sesuai dengan bukti berita acara persetujuan sewa menyewa,” jawabnya singkat. 022/006
One Comment