Reformasi Agraria Membutuhkan Koordinasi Dari Semua Pihak
WWW.BERITATERKINI.CO.ID- Presiden Joko Widodo pernah berpesan mengenai permasalahan lahan di negeri ini harus segera di tuntaskan. Hal ini, menyangkut dengan Program Strategis Nasional yang akan berdampak langsung bagi pemerataan dan penguatan ekonomi lahan.
Fokus utama penyelesaian masalah lahan ini seperti program sertifikat tanah untuk rakyat, legalisasi lahan transmigrasi, perhutanan sosial serta peremajaan perkebunan rakyat, dan reforma agraria.
Reforma Agraria bertujuan untuk penataan aset dan akses penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Nantinya reformasi agraria ini menyasar pada pengurangan ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tahah (P4T); serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Dalam Nawacita Presiden Jokowi, capaian reformasi agraria diharapkan dapat mewujudkan program Indonesia sejahtera dengan mendorong program kepemilikan tanah seluas 9 juta hektar.
Reforma agraria juga telah tertuang di dalam RPJMN 2020 -2024 yang menjadi prioritas nasional ke-3 melalui peningkatan SDM yang berkualitas dan berdaya saing. Sedangkan, reformasi agraria menjadi kegiatan prioritasnya.
Pelaksanaan reforma agraria dilakukan melalui penyediaan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dan Perhutanan Sosial. Untuk penyediaan sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) ini, termasuk didalamnya melalui pelepasan kawasan hutan; Pelaksanaan redistribusi tanah, termasuk untuk pengembangan kawasan transmigrasi; Pemberian sertifikat tanah (legalisasi), termasuk untuk kawasan transmigrasi yang penempatan sebelum tahun 1998; dan Pemberdayaan masyarakat penerima TORA.
Target retribusi aset untuk Pelepasan kawasan hutan TORA yang telah ditetapkan sebesar 4.1 juta Ha. Hingga bulan September 2019, capaian dari program pelepasan kawasan hutan untuk TORA sudah mencapai 2,6 juta hektar atau 63% dari target yang telah ditetapkan.
Melihat perkembangan reformasi agraria ini, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas menyiapkan beberapa rekomendasi usulan percepatan pelepasan kawasan hutan untuk TORA yang pertama ialah pelepasan ini seharusnya masuk ke dalam percepatan penataan kawasan hutan yang tertuang dalam RPP turunan UU Cipta Kerja.
Kedua, mengingat keterbatasan sumber daya manusia di KLHK, maka proses pelepasan kawasan hutan untuk TORA (inventarisasi, verifikasi, perubahaan batas kawasan hutan, dan penetapan) dapat dialihkan atau dilimpahkan ke Kementerian ATR/BPN—yang memiliki juru ukur hingga level kabupaten.
Ketiga, Pelepasan kawasan hutan untuk TORA dapat diintegrasikan dengan proses revisi atau penyusunan RTRWP/RTRWK secara utuh atau tidak parsial. Hal ini juga mengakomodasi proses pendekatan bottom up dengan melibatkan masyarakat/desa untuk memastikan program pelepasan kawasan hutan dapat berlangsung sesuai esensi dan tujuan utama Reforma Agraria.
Sekali lagi, koordinasi menjadi kunci keberhasilan dari reforma agraria ini. Jika hanya mengandalkan satu kementerian atau lembaga saja, tentunya tidaklah menghasilkan sesuatu yang efektif. (Aj/Boy A)