Harta Pusako Tinggi, Ketahanan Adat Minang
Jakarta : Saisuak, anduang-anduang (nenek moyang) telah mewariskan harta pusako kepada keturunannya yaitu Pusako tinggi. Secara teori seluruh tanah yang ada diminangkabau merupakan tanah ulayat pusako tinggi, namun sekarang sudah ada pula pusako randah.
Perlu diketahui bahwa di Minangkabau saat ini ada adat harta pusako tinggi yang diwariskan secara turun-temurun dari moyang dahulu kepada satu kaum, terkhusus anak perempuan, tanpa boleh dijual beli, transaksi ekonomi kapitalis atau disertifikatkan.
Sedangkan harta pusaka rendah merupakan hasil pencaharian seseorang dan diwariskan menurut hukum Islam (faraidh). Atau yang dimaksut adalah seorang ibu dan bapak memiliki harta tanah, rumah, kendaraan, namun didapat dari hasil usaha sendiri, lalu keduanya meninggal, maka harta yang diwariskan ke anak-anak dinamakan pusako randah.
Pada tulisan ini penulis mencoba mengingatkan Kita semua bahwa kedudukan pusako tinggi secara hukum sudah selesai. Jadi jangan ada yang menjadikan pusako tinggi dalam bentuk lain, salah satunya mensertifikatkan. Walaupun ada kesepakatan antara pribadi, kaum suku.
Dahulu para pahlawan Perang Paderi yang di kenal keras merubah adat Minang yang bertentangan dengan Islam tidak mengusik masalah harta pusako tinggi, Beliau antara lain H. Miskin, H. Abdurrahman Piabang, Tuanku Lintau, Tuanku Nan Renceh dan lain-lain. Syaikh Abdulkarim Amrullah (Bapak Buya Hamka) mengambil jalan tengah dengan memfatwakan bahwa harta pusaka tinggi termasuk kategori wakaf.
Harta pusako tinggi adalah harta milik seluruh anggota kaum dan diperoleh secara turun temurun melalui jalur wanita (padusi). Biasanya harta ini berupa rumah, sawah, ladang, kolam dan hutan. Harta pusaka tinggi tidak boleh diperjualbelikan dan hanya boleh digadaikan. Anggota kaum memiliki hak pakai dan biasanya di kelola oleh Mamak Kepala Waris (Angku).
Hak pakai dari harta pusaka tinggi ini antara lain: hak membuka tanah, memungut hasil, mendirikan rumah dan hak menggembala. Jika berupa air (tabek) maka hak pakainya adalah memanfaatkan air dan menangkap ikan.
Itulah penjelasan tentang harta pusako tinggi, intinya kaum hanya boleh memanfaatkan hasil namun tidak boleh secara adat menjualnya atau bentuk lain. Jikapun ada toleransi pemanfaatkan lebih karena kondisi darurat maka pusako tinggi hanya boleh digadaikan secara adat, bukan digadaikan ke lembaga pegadaian resmi.
Maksut digadaikan adalah seorang mamak kaum, meminjam dana atau emas pada seseorang dalam waktu tidak ditemukan karena situasi darurat. Namun orang yang meminjamkan tersebut akan mengarap pusako tinggi tersebut sampai pinjaman tersebut dikembalikan.
Secara adat pusako tinggi memiliki kekuatan hukum dalam Islam sama dengan tanah wakaf. Maka seseorang, kaum yang memiliki kuasa terhadap tanah tersebut hanya boleh memanfaatkan tidak boleh menjual, memperdagangkan.
Sekarang perlu diingatkan agar penguasa tanah ulayat tidak terjebak dalam lingkaran hukum yang ujung-ujungnya tanah pusako tinggi itu tersebut terjual, pindah kepaham adat kapitalis maka angku ninik mamak jangan sampai mensertifikatkan tanah ulayat atau pusako tinggi tersebut.
Pusako tinggi tetap dipegang prinsip-prinsip aturan saatnya di Minangkabau agar semua kaum selamat, dan terhidar dari prinsip sebab, akibat terjualnya tanah tersebut, hilang kekuatan kaedah hukum pusako tinggi.
Apabila kaum tidak memakai prinsip adat pusako tinggi yang ada dialam Minangkabau maka suatu waktu tanah pusako tinggi tidak akan ada lagi, cucu-cucu anak kamanakan Minang tidak lagi memiliki harta warih pusako tinggi karena tanah sudah lepas secara adat Minang.
Jadi dihimbau kepada angku ninik mamak, lembaga-lembaga kerapatan adat Nagari, dan lainnya jangan sesekali mensertifikatkan harta pusako tinggi, walaupun pembiayaan sertifikatnya digratiskan oleh negara. Ingat dalam adat Minang mensertifikatkan pusako tinggi tidak Ada.
Oleh : Bagindo Yohanes Wempi
I like your writing style really enjoying this internet site.