Kebutuhan LNG Mendesak, PLTG Harus Jadi Road Map Energi di Bali
Denpasar, beritaterkini.co.id – Ketua Center of Excellence Community Based Renewable Energy (CORE) Universitas Udayana (Unud) Prof. Ir. Ida Ayu Dwi Giriantari, MEngSc, PhD, IPM., mengakui kebutuhan energi bersih bagi Bali semakin mendesak. Hal itu disampaikan menyusul pernyataaan Direktur Eksekutif Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Ir. Habibie Razak menyambut baik program transisi energi di Bali. Dikatakan, sudah saatnya Bali mengembangkan energi bersih mulai dari penggunaan Liquifiied Natural Gas (LNG) untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Tujuannya agar implementasi ekonomi hijau segera dilakukan. Oleh karena, berbagai pertemuan pemimpin dunia baik Konferensi Perubahan Iklim PBB Conference of The Parties (COP)27, KTT ASEAN, KTT G20 menekankan pada antisipasi perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.
Ia pun menyambut baijk adanya desakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali mendorong Gubernur Bali untuk secepatnya merealisasikan kemandirian energi untuk Bali guna tercapainya Bali yang Go Clean dan Go Green. Menurut Prof Giriantari yang juga Dosen Teknik Elektro Fakulas Teknik Universitas Udayana (FT Unud) itu, LNG memang merupakan salah satu sumber energi bersih di Denpasar, Kamis (1/12/2022). Dalam Road Map/ Rencana Umum Energi Bali juga sudah ditentukan salah satu pilihan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), mengganti Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yg ada menjadi PLTG yg artinya membutuhkan suplai Bahan Bakar Gas (BBG). Upaya itu dalam mewujudkan Bali mandiri energi, agar tidak bergantung sepenuhnya dari luar daerah. Meskipun belum mampu terapkan energi baru terbarukan (EBT), minimal dengan LNG dibandingkan minyak bumi atau batu bara.
Rencana LNG, diharapkan mampu menjadi solusi energi bersih bagi Bali. LNG merupakan tranformasi baru untuk pemerintah daerah untuk mewujudkan Bali Clean and Green untuk mendukung pariwisata hijau (green tourism) yang sejalan dengan hasil dari KTT G20 pada 15-16 November 2022. Namun, rencana mewujudkan transisi energi tersebut membutuhkan proses. “Butuh proses Pak tapi mestinya dalam jangka panjang bisa terwujud,” kata Habibie Razak kepada awak media di Jakarta, Senin (28/11/2022). Menurutnya, antara batubara dan new and renewable energy, ada yang namanya transitional LNG. “In paralel NRE dikembangkan kita bisa perlahan ganti coal menjadi LNG. Once NRE is picking up kita bisa kurangi penggunaan gas/LNG,” ujarnya. Penggunaan LNG melalui Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan Gas (PLTGU) masih dianggap bersih dan reliable dibandingkan batubara yang sangat polutan.
Namun, Kebijakan Energi Nasional Indonesia (KEN) (2014) menargetkan bauran energi primer sebesar 23% energi baru dan terbarukan, 22% gas, 55% batubara, dan 0,4% minyak pada tahun 2025. Rencana Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) berisikan tujuan jangka panjang 28% energi baru dan terbarukan, 25% gas, 47% batubara, dan 0,1% minyak untuk penggunaan listrik. Pemerintah Indonesia telah membuat komitmen yang menggembirakan di bawah Perjanjian COP21 – Paris. Dimana, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisinya tanpa syarat setidaknya 29% terhadap skenario business-as-usual (BAU) 2010 pada tahun 2030 dan pengurangan emisi 41% tunduk pada dukungan dari kerjasama internasional dengan target menjadi net zero pada tahun 2060. Komitmen senada di COP26 Glasgow bulan November 2021 kemarin, Indonesia akan komitmen berkontribusi dalam percepatan perwujudan global Net Zero Emission.
Sebagaimana disampaikan Koordinator Pembahasan Raperda APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2023 Drs. Gede Kusuma Putra, Ak, MBA, MM. dalam Rapat Paripurna DPRD Bali dengan agenda Persetujuan Raperda Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2023 di Denpasar, Selasa (22/11/2022). Pada kesempatan itu, hadir Gubernur Bali Wayan Koster, Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati dan Ketua DPRD Prov Bali I Nyoman Adi Wiryatama. 5412/jmg