Ekonomi

Quo Vadis Sektor Kelautan dan Perikanan Indonesia

Tulisan singkat ini meremind kembali peran stakeholder kelautan dan perikanan dalam rangka memberikan masukan arah pembangunan jangka menengah 2019-2024 menuju Indonesia sebagai poros Ocean Ekonomi.

Pasang surut fungsi laut dalam optimalisasi kehidupan antar bangsa tidak terlepas dari root sejarah peradaban manusia. Filosof Yunani pernah berkata “Laut mampu membersihkan noda dan luka di dunia” ini adalah ungkapan yang luar biasa. Nilai filsafat ini adalah sebuah pembuktian keyakinan yang dibangun dan dipercaya oleh sebagian masyarakat bahwa laut mempunyai kekuatan kesehatan (power of healing).

Selanjutnya, orang-orang Mesir dan Yunani kuno meyakini air laut dan subtansi di dalamnya mempunyai kandungan penyembuh. Hal ini dibuktikan pada masa itu air laut digunakan untuk pengobatan penyakit kulit dan jenis alga untuk pengobatan parasit di tubuh.

Masih seputar sejarah explorasi laut terutama untuk medicine dan kosmetik, Pada era Dinasti Fu Shi, 2953 SM muncul inisiatif pengumpulan pajak yang berasal dari ikan untuk pengobatan. Sekitar tahun 400 SM, Hipocrates menganjurkan efek antibiotik dari sponge laut untuk pengobatan tentara yang luka. Tidak kalah penting pada Tahun 41 SM, Scribonius Largus, Dokter Pribadi Raja Claudius merekomendasikan penggunaan elektric fish (Torpedo Nobiliana) untuk mengobati migraine dan sakit kepala.

Di Era peradaban Islam, sekitar tahun 900 M, Al Razi dan Al Muzaffar menggunakan rumput laut (seaweed) untuk pengobatan. Karya ilmiah scholar Islam ini diperkuat oleh pemikir Ibnu Sina atau di Barat dikenal Avicena dalam bukunya Al Qanun fi Al Tibb menyebutkan 23 jenis biota laut untuk pengobatan diantaranya alga, sponge, molusk, seaweed dan lainnya.

Di era bangkitnya Eropa, Pada tahun 1867, seorang Dokter kebangsaan Perancis La Bonardierre memperkenalkan terapi air laut atau yang dikenal Thalassotherapy dan Climatoterapy ke seluruh Eropa. Hal ini juga memperkuat keyakinan tentang power of healing yang berasal dari laut. Namun, mitologi ini juga menumbuhkan keyakinan irasional dalam pengobatan dengan memakan telur kura kura serta sirip ikan hiu termasuk kuda laut untuk kebutuhan keperkasaan dan kesuburan kaum Adam.

Berkembangnya ilmu pengetahuan terutama Biotechnology dan Biomolukuler, pada Th 1950-an seorang ahli kimia, Bergman berhasil mengisolasi Nucleoside Sponge Caribian Tetya Crypta dengan mensintesiskan Ara-A untuk pengobatan Herpes dan Ara C untuk kanker. Setelah tahun ini berkembang R&D subtance aktif yang berasal dari lautan Alga, Teripang, Rumput Laut, Soft Ciral dll untuk kosmetik dan obat obat baru.

Melihat literasi di atas, merupakan tantangan baru kita untuk menginventarisasi pengobatan dan formula kecantikan yang di hasilkan sejarah Indonesia mulai dari Era Majapahit hingga Kerajaan Nusantara hingga kini. Selain sebagai sumber reference ilmu pengetahuan juga sumber telaah ekonomi lebih jauh untuk berinovasi dalam meningkatkan nilai tambah nasional.

Sungguh mengagumkan eksplorasi biota marine untuk sektor farmasi dan kosmetik, Konsep Nawa Maritim akan menspeed up economic growth. Jikalau Indonesia bisa membangun Konsep Ocean Economy dengan Sistematik dan terikur. Kita meyakini pada th 2030 Indonesia akan menjadi negara PDB lima besar dunia.

Perspektif pembangunan Perikanan dan Kelautan Indonesia masih di dominasi jebakan berfikir orientasi darat dan heavy ke environment masih jauh dari titik berat Pembangunan Kelautan dan Perikanan yang berbasis Ekonomi meskipun harus seimbang dengan memperhatikan sustainabilitas lingkungan.

Konsep yang terlalu di adopsi dalam pemikiran Prof Gunter Pauli, Blue Economy 10-Year, 100 Innovation, 100 Million Job bermuatan lingkungan yang terlalu heavy menyebabkan motor pertumbuhan (growth) ekonomi kelautan dan perikanan jalan ditempat.

Semoga Menteri KKP yang baru Edy Prabowo akan mengubah titik berat pembangunan dan branding “Tenggelamkan” sejatinya hanya supporting existensi kelembagaan dan bukan dijadikan icon permanen KKP lagi yang jika ditelaah secara akademis nilai tambah ekonomi tidak begitu signivicant. Contoh HS 03 ekspor ikan kita pada tahun 2018 (Comtrade UN) baru mencapai 2,9 Miliar USD jauh dibawah Vietnam yang mencapai nilai ekspor sebesar 6 Miliar USD.

Oleh karena itu, branding KKP sebagai Institusi Teknokrat Innovation dan Indonesia sebagai Kekuatan Ekonomi Kelauatan berbasis Inovasi perlu dijadikan landasan baru untuk perumusan program dan kegiatan pembangunan dan kelautan mengingat potensi ekonomi yang disebut oleh para pakar bahwa The world ocean economy arround $3-6 Triliun USD.

Karena keterbatasan science dan ilmiah seringkali kita mengatakan bahwa alam Laut memang misteri dan penuh tantangan baru ilmu pengetahuan. Contoh sederhana adalah siput cone, punya racun toxic yang dikenal Conotoxin ternyata mampu menghasilkan zat yang 1000 kali lebih kuat dari Morphine. Scientific Medical berhasil mengcopy formula dan dibuatj obat dengan nama Ziconotide mampu mengobati HIV. Siput ini banyak disepanjang pantai Indonesia.

Kebijakan Kelautan dan Perikanan yang selama ini diharapkan memboost economic growth belum terlihat secara jelas. Mungkin salah satu sebab energi kita masih tidak terlalu fokus dan hambatan hambatan lintas sektor vertikal dan horisontal masih terlihat kuat dan ini perlu mesin teknokratik yang kuat untuk mengurai hambatan hambatan ini.

Jutaan dollar antibiotic dari laut tidak terexplore. Saat ini antibiotic dari flower dan tanaman sudah pada resistence bacterinya sehingga kurang efektif untuk mengobati pasien.

Sekarang dunia beralih ke Marine Drug Sponge laut dan lendir ikan menjadi opsi antibiotik. Belum lagi kosmetik nilainya jutaan Dollar dan saat ini perusahaan kosmetik seperti este lauder mengembangkan kosmetik skin anti kusut dari sponge laut. Belum lagi kolagen dan aneka peptide dan zat aktif untuk antiinflamatory, antioxidan yang di tambang para pengusaha multinasional. Dimanakah kita? Negara harus hadir dalam membuat jalan buat bangsa ini untuk satu langkah lebih maju di kawasan regional dan internasional.

Whats Next?

Pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia sangat diperlukan Statistik Kelautan dan Perikanan yang harus dibaca setiap Quartal, Year to Year untuk mengukur progres dan laju pembangunan Kelautan dan Perikanan dalam elemen Nawacita Poros Maritim. BPS harus membuat KBLI terukur dan HS dalam ruang lingkup Neraca di atas. Namun hingga saat ini belum ada instrumen itu. Jika ada data masih terpisah dan butuh exercise profesional judgment.

Selain itu, Big Data dalam Integrasi potensi Kelautan Nasional belum tersedia. Kontek Spasial (Provinsi/Kabupaten) yang mempunyai area Laut dapat cepat di analisa potensi dan arah pembangunannya baik Sumber Daya Kelautan (Un Organik Material dan Mineral Gas dan Minyak), Bio Diversity (Biota Laut, Organik Dasar Laut atau Permukaan), SDM skill kelautan, Industri Kelautan, Wisata Bahari, Energi Kelautan, Potensi Fisheries dan Aquaculture serta Para Periset/Hasil Inovasi Kelautan dan Perikanan, Investasi dan Tenaga Kerja di sektor ini di setiap Level Provinsi dan Kabupaten.

Arahan Presiden untuk mengurangi defisit neraca perdagangan merupakan peluang baru untuk sektor kelautan dan perikanan untuk melakukan ekspor produk olahan bukan hanya sekedar bahan mentah yang nilai tambahnya lebih kecil. Program link-match riset kelautan dan perikanan saatnya di gerakan. Peneliti kelautan yang beorientasi pasar lebih diutamakan dibanding penelitian versus orientasi periset.

Pusat Oceanografi LIPI diangkat menjadi level Eselon 1 yang didekatkan dengan user Kementerian KKP dan Industri Perikanan dan kelautan. Demikian juga pusat penelitian yang ada dibawah BPPT yang membidangi kelautan dan perikanan dijadikan satu atap untuk mensukseskan link and match menuju inovasi unggul siap produksi dan ekspor.

APBN nasional untuk ini harus lebih diperkuat dengan roadmap indikator yang terukur dan orientasi ekspor serta subtitusi impor. Fungsi fungsi link and match hasil biota laut untuk kosmetik, farmasi, dan food serta konsumsi goods menjadi prioritas pembangunan.

Inventarisasi hambaran hambatan hasil riset ke industri sektor kelautan dan perikanan harus segera dipecahkan untuk menangkap peluang besar untuk pertumbuhan ekonomi nasional yang secara otomatis akan mengurangi defisit neraca pembayaran barang dan jasa nasional

Akibat kelangkaan ini, Kebijakan yang diambil hanya berupa Kegiatan/Program yang tidak mem-boost ekonomi Indonesia. Selain itu, memasuki era 4,0 sudah saatnya Bumn Kelautan dan Industri Kelautan mendisain Outonomous Vessel dan Outonomous Small Submarine untuk melihat dalam laut, Robotik dan Artificial Intelegence serta optimasi Internet of thing dan cloud sistem untuk meningkatkan Produktivitas sektor Kelautan dan Perikanan Nasional. Negara harus hadir.

Ilustrasi

Sejarah Indonesia yang membuktikan kekayaan nasional bernilai sangat luar biasa. Perlu kemampuan sektor Kelautan dan Perikanan dikelola dengan technokratik approach untuk meningkatkan PDB Nasional. VOC yang mengexplore rempah rempah darat jika dihitung kekayaan 78 juta gulden di konversi sekarang bernilai 7,9 Triliun USD. Amazing setara 20 kekayaan Perusahaan world class saat ini (Apple, Google, Facebook, Amazon dan Wallmart).

Itu baru di Darat 30 persen wilayah darat Indonesia rempah rempah darat yang dikirim 8-10 bulan dengan kapal. Bayangkan jika 70 Persen wilayah laut diambil VOC saat ini atau Rempah Rempah Laut bisa jadi nilainya melebihi 20 Triliun USD atau 20 kali PDB Indonesia (hitungan similar).

Demikian tulisan singkat ini semoga bermanfaat bagi semua stakeholder terkait untuk kemakmuran rakyat dan kejayaan Bangsa. Salam Bela Negara.

Penulis Taufik Bawazier
Ketua Pembina Poros Maritim Dunia (PMD)

Related Articles

4 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: