Kolom

MENGATASI MASALAH EKONOMI DENGAN LANGKAH NON-EKONOMI

JAKARTA, BERITATERKINI.CO.ID

Oleh : Prof. Dr.Ir.H. Koesmawan, M.Sc.MBA,DBA (Mang Engkoes)

Guru Besar Institute of Technology and Business Ahmad Dahlan Jakarta

Ketika ada ide untuk menulis ini, Saya ingat pidato Bung Tomo Tahun 1980-an yang dengan lantang meminta Pemerintah untuk turun tangan sebanyak-banyaknya mengatasi kelesuan ekonomi saat itu, agar tak kembali ke zaman tahun 1965 di mana inflasi mencapai 600%, barang langka dan sebagainya sehingga jatuhlah Bung Karno. Namun tulisan saat ini, lebih mengarah kepada akibat Corona Virus Desiase Tahun 2019 (COVID-19) yang akibat-akibat kemana-mana sulit diduga, yang jelas hari ini harga dolar Rp 16.536,59 persatu dolar. Padahal sebelum ada virus hanya Rp 13.900. Terus apakah akan naik hingga Rp 30.000 per-satu dolar, kalau ini terjadi akan bagaimana keadaan ekonomi Negara kita, Wallohualam.

Kemudian teringat Saya, konsep teori “Invisible Hand”, saya coba buka Google, ketemulah tulisan Retno Sawitri. Menurut Retno, Teori Invisible Hand merupakan teori yang dicetuskan oleh Adam Smith, salah satu pakar ekonomika terkenal di Dunia. Prinsip dasar dari teori tangan tak terlihat atau dikenal juga dengan teori “tangan tuhan” (the invisible hand) adalah adanya sebuah keyakinan bahwa keseimbangan pasar terbentuk secara natural dengan adanya pertemuan supply (penawaran) dan demand (permintaan). Teori ini mengesampingkan peran Pemerintah dalam rangka membentuk keseimbangan Pasar. Pemerintah dianggap sebagai organisasi formal yang menghambat perekonomian dan terbentuknya sebuah pasar yang natural.

Bertemunya suply dan demand secara alamiah merupakan respon dari rasionalitas hidup manusia di mana setiap manusia memiliki kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri dan mendapat keuntungan pribadi yang besar. Kecenderungan itu akan mendorong orang untuk memproduksi barang kebutuhan konsumen. Namun jika produksi itu berlebih, maka pasar akan meresponnya dengan penurunan harga, demikian pula sebaliknya ketika suatu produk langka, maka harganya akan menjadi tinggi (Smith, 1776). Kayanya sesuatu biarlah serahkan pasar, punya solusi sendiri.

Retno Sawitri menambahkan, teori ini secara implisit tidak menguntungkan bagi konsumen melainkan sebagai sarana kapitalisme, pemilik modal untuk mengembangkan usaha dan mengeksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan pribadi. Akan tetapi, realitasnya para ekonom dan pelaku ekonomi tidak memahami manfaat dari penggunaan teori tersebbut. Teori Adam Smith ini dapat berubah dari “invisible hand” menjadi “imperfect hand” atau “dirty hand”. Karena konsep invicible hand yang tidak memerlukan peran Pemerintah “diharapkan” ketika pemilik modal memiliki modal yang banyak dapat membantu pemilik modal yang kecil. Tapi kenyataannya di Indonesia, jauh panggang dari api.

Saat mang Engkoes akan memberi makna tersendiri tentang keadaan ekonomi, sehingga timbullah judul mengatasi eknomi dengan langkah non-ekonomi, lalu terilhami oleh konsep invisible hand, mang Engkoes mengira itu bicara non-ekonomi, padahal konsep aslinya ya tetap ekonomi, yang berujung pada, menjatuhkan kapitalis dan liberalis, lalu memuji-muji sosialis bahkan komunis. Naudzubillah tsuma naudzubillahi mindzaliq.

Jadi biar saja dengan konsep invisble hand yang lain versi Mang Engkoes. Menurut Mang Engkoes, tangan tak terlihat ini (invisible hand), lebih kepada Takdir Ilahy, rumusnya “ Kun Fayakun”. Bila Allah SWT Menghendaki, apa-apapun yang Dihendakinya, akan TERJADI.
Berlawanan dengan konsep awal invisible hand (tangan tuhan juga katanya), maka saya berharap, justru dalam keadaan inilah yang dimaksud invisibel hand adalah tangan penguasa, dalam hal ini Pemerintah. Ketika disebut Pemerintah, maka semua yang relevan harus terlibat atau dilibatkan. Menteri-menteri, Gubernur, Bupati hingga Kelurahan semua terlibat sebagai invisible hand dari konsep ekonomi dalam keadaan masa kini saat Covid-19 berjangkit.

Invisbel hand yang saya maksud, diperluas menjadi ke tingkat dibawah lurah ada Kepala Dusun atau juga Kepala Suku, hingga RT-RW. Tidak puas sampai di sana, disertakan pula, para muballigh, Ulama, Pendeta, Pastor, Pecalang dan siapapun yang perlu dilibatkan. Semua menjadi bagian dari invicible hand yang menjadi solusi ekonomi pada masa Covid-19.

Berdasar konsep berpikir seperti itulah, maka dalam zaman-now ini, kita harus mencari jalan ke luar lain dalam situasi kini dengan melakukan langkah-langkah, sebut saja langkah non-ekonomi antara lain:

1. Imbauan dari Pemerintah agar Rakyat tak perlu panik, Pemerintahan disemua jajaran sedang terus berupaya mengatasi Covid-19. Sekedar memberi contoh. Departeman Kesehatan menyiagakan seluruh Rumah Sakit. Pengusaha Apartemen, Hotel berlomba menyediakan lokasi penampungan. Lab-lab Pemerintah maupun swasta terus meneliti Covid-19 agar bisa disembuhkan dan ditangkal. Departemen Keuangan mempersiapkan triliyunan dan sebagainya dan sebagainya.

2. Masyarakat diimbau tak boleh menimbun barang, tak perlu membeli barang berlebihan sehingga membuat kepanikan. Jangan keluar rumah bila tak penting amat. Makan yang sehat. Istirahat banyak, Olah raga. Tidur teratur, ada senam dan semua kegiatan yang intinya agar hidup sehat. Senangkan pikiran karena akan membawa jiwa sehat dan ketenangan.

3. Peranan ulama dan pemuka agama sangat penting. Imbauan MUI untuk tidak Sholat Jum’at dan sholat berjamaah agar di Rumah. Demikian pula para pemuka lainnya pasti mempunyai cara menyadarkan Rakyat Indonesia, demi menjaga kesehatan Bersama dan keselamatan Bersama.

4. Membuat kebijakan meringankan cicilan bagi orang-orang yang berhutang ke Bank-bank atau Lembaga keuangan lainnya. Karena banyak, orang yang tertahan tak punya penghasilan bila tak ke luar rumah. Serta upaya lain yang mirip kompensasi.

5. Menyiagakan tenaga Polri, TNI, Satpol- PP dan yang berwenang lainnya untuk membantu Rakyat memberi pengamanan, pengaturan lalu lintas yang baik, bagi segala kegiatan yang berfungsi menyelamatkan semua orang. Walau butir-butir ini seperti retorika saja, namun, nasehat : Jangan Keluar Rumah” ternyata sangat efektip dan murah. Apalagi, didukung oleh penjagaan apparat, termasuk larangan menimbun barang dan agar belanja seperlunya saja.

Itulah yang dimaksud dengan langkah-langkah yang non-ekonomis oleh Mang Engkoes. Insya Allah dengan langkah-langkah yang optimistik dan pasti berhasil, serta do’a yang tulus dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Bangsa Indonesia mampu mengatasi Covid-19. /Beritaterkini

Pada Rabu, 1 Arpil 2020

Kontributor ; Ichwan Aridanu, S.Pd, M.Pd

Editor ; Seno

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: