Berita

Eks Pimpinan KPK Tak Setuju Koruptor Dihukum Mati

JAKARTABERITATERKINI.co.id – Mantan pimpinan KPK, Indriyanto Seno Adji menegaskan dirinya tidak sepakat dengan rencana hukuman mati kepada terpidana kasus korupsi.

Dia mengatakan bahwa penerapan hukuman mati kepada koruptor bukan satu-satunya untuk memberikan efek jera.

“Tidak perlu hukuman mati,” kata Indriyanto,, Jakarta, Jumat, (13/12/2019).

Dia mengaku harus ada sistem yang bersifat komprehensif dalam melakukan pencegahan kasus korupsi.

Selain itu, Indriyanto mengatakan misalnya koruptor harus dihukum mati maka harus ada syarat ekstra ketat.

“Perlu disyaratkan secara ekstra ketat, sangat limitatif, dan sebaiknya sangat darurat sifatnya,” ujarnya.

Indriyanto menjelaskan alasan hukuman mati belum cocok diterapkan kepada koruptor. Salah satunya, sistem pemidanaan pada jenis kejahatan yang dikategorikan sebagai extra ordinary economic crimes seperti korupsi berbasis pada pendekatan rehabilitatif.

“Karena itu dalam praktik yang diterapkan adalah pidana penjara maksimum seperti seumur hidup,” ujarnya.

Sedangkan pemidanaan yang berbasis pada efek jera lebih ditujukan pada kejahatan-kejahatan konvensional yang non-economic crimes. “Karena itu hukuman mati diterapkan secara maksimal, seperti pembunuhan berencana, narkotika dan lain-lain,” pungkasnya.

Aturan hukuman mati bagi koruptor tercantum dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor. Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan:

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.’

Pasal 2 ayat (2) menjelaskan, ‘Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.’

Frasa “keadaan tertentu” berlaku apabila tindak pidana dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai UU yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

Related Articles

2 Comments

  1. Just desire to say your article is as astounding. The clearness
    for your submit is simply great and that i can suppose you’re a professional in this subject.

    Fine together with your permission allow me to grasp your RSS feed to stay updated with imminent post.

    Thank you 1,000,000 and please keep up the enjoyable work.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: