Berita

DPD Foreder Sumsel Gelar Diskusi Kupas Tuntas Skandal Korupsi Masjid Sriwijaya

PALEMBANG, Berita Terkini Co.Id  -Dalam Rangka Memperingati Hari Sumpah Pemuda, Dewan Pimpinan Daerah Forum Relawan Demokrasi (DPD Foreder) Sumsel menggelar  Diskusi Publik bertajuk “Mengupas Tuntas Skandal Korupsi Masjid Sriwijaya,” yang digelar di Byo kopi, Jl Demang Lebar Daun, pada Sabtu (30/10/21) malam.

Fini Aria Ismail, SE., Selaku Ketua DPD Foreder Sumsel mengatakan  di mana Kita tahu bahwa ini bukan lagi menjadi rahasia umum. Kisruh Pembangunan masjid sriwijaya berawal dari tahun 2020, dan marak di bicarakan oleh masyarakat Sumsel hingga Nasional, pembangunan Masjid Sriwijaya ini di mulai pada tahun 2018 lalu, yang berlokasi di kawasan jakabaring.

“Pembangunan ini memakan total anggaran biaya 130 Milliar Rupiah Yang dikeluarkan oleh pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, peluncuran dana tersebut, di keluarkan secara bertahap, dengan dana pertama 50 M dan kedua 80 M namun hingga saat ini pembangunan masjid ini baru sampai tiang-tiang saja sedangkan sisa dana sekarang hanya 1,8 Milyar Rupiah,”ungkap Dini.

Lebih lanjutnya, menuturkan bahwa kegiatan ini juga merupakan kegiatan pertama yang dilakukan oleh Foreder Sumsel guna memperkenalkan kembali kepengurusan Foreder Sumsel yang baru.

“Mengapa kami mengusung Tema soal masjid sriwijaya ini? Jawabnya adalah untuk memberikan informasi kepada public dan membantu meluruskan kemana larinya dana 130 M tersebut sehingga menyebabkan mangkrak nya pembangunan masjid yang digadang-gadangkan termegah diAsia Tenggara”ujarnya.

Fini menegaskan krisisnya moral kaum intelek membuat Sumsel  menyandang gelar Zona Merah Korupsi dan yang lebih miris lagi ialah banyak dari pelaku korupsi ini adalah para kaum elit politik dan kaun intelektual.

Sementara itu, Edward Jaya, SH., selaku tokoh Pemuda Sumsel dan juga mantan anggota DPRD Prov. Sumsel menegaskan bahwa dana yang keluar untuk pembanguanan Masjid Sriwijaya ini tidak di awasi dan juga pencairan dana tanpa menggunakan proposal sehingga susah di pahami.

Dari sisi lain, Drs. Bagindo Togar, SH. Sebagai Pengamat sosial & Politik menjelaskan bahwa Fungsi legislatif itu ada 3 yaitu Anggaran, legislasi dan pengawasan, kalau kita kaitkan dalam kasus Masjid Sriwijaya, jadinya korupsi terhadap anggaran dana hibah Masjid Sriwijaya yang tidak berjalan itu adalah no 3 yaitu pengawasan adalah yang paling nyata tidak berjalan, yang seharusnya di lihat dulu penggunaan anggaran itu dan DPRD tidak menjalankan itu.

“Makanya dalam hal ini pihak kejaksaan supaya benar-benar serius dalam menangani kasus ini jangan hanya di kelompok eksekutif dan pihak ketiga saja padahal di pihak legislatif juga terlihat jelas kelalaian, pembiaran dan kesalahan mereka terkait fungsi pengawasan”.jelasnya.

Sedangkan dalam kacamata hukum di jelaskan oleh Redho Junaidi ,SH.,MH sebagai praktisi hukum sekaligus ketua avokasi sumsel menjelaskan azas praduga tidak bersalah terkandung dalam KUHAP harus tetap dikedepankan karena tidak mungkin berteriak demi hukum akan tetapi melanggar hukum azas pidana tersebut.

“Pembangunan masjid masih bisa tetap di lanjutkan dengan catatan harus selesaikan mengenai permasalahan hukum dikemudian hari dan terhadap pertanggungjawaban pidana yang saat ini sedang berlangsung tidaklah dapat dipukul rata karena masing-masing pelaku berbeda yaitu ada yang mengambil keuntung materil akan beda dengan yang tidak mengambil keuntungan dalam artian niat untuk membangun tempat ibadah, mengenai kerugian Negara bahwa benar angka tersebut.

Redho juga menegaskan pembangunan yang sudah mengalokasikan dana sekitar hampir 20 persen dari anggaran keseluruhan untuk pembangunan masjid, tegasnya pembangunan tersebut tidaklah menjadi terkesan fiktif, tutupnya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: