Mantan Bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti Ditetapkan KPK Sebagai Tersangka Suap Pengurusan DID dan Langsung Ditahan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Bupati Tabanan dua periode Ni Putu Eka Wiryastuti (NPW) sebagai tersangka suap pengurusan Dana Insentif Daerah (DID). Dia tampak mengenakan rompi tersangka dengan tangan terborgol dan langsung ditahan.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, Eka Wiryastuti menjadi tersangka bersama dua orang lainnya, yakni Kepala Seksi Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Rifa Surya (RS) dan Dosen Universitas Udayana (Unud) I Dewa Nyoman Wiratmaja (IDNW).
“Kami menemukan bukti permulaan yang cukup dan kemudian meningkatkan ini pada tahap penyidikan sejak Oktober 2021 lalu,” ujar Lili saat konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (24/3/2022).
Menurutnya, Eka Wiryastuti dan Nyoman Wiratmaja ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dalam perkara tersebut. Sementara Rifa Surya ditetapkan sebagai penerima suap dari kedua tersangka.
Ni Putu ditetapkan menjadi tersangka bersama seorang pria. Tersangka pria itu juga terlihat memakai rompi oranye KPK bersama Ni Putu Eka.
Dalam kasus ini, KPK sempat menggeledah beberapa lokasi di Tabanan, Bali. Penggeledahan ini merupakan pengembangan penyidikan korupsi pemberian dan penerimaan hadiah atau janji pengurusan Dana Insentif Daerah/DID Kabupaten Tabanan, Bali, tahun anggaran 2018.
“Benar, tim penyidik KPK pada Rabu (27/10/2021) telah selesai melakukan penggeledahan di Kabupaten Tabanan, Bali. Penggeledahan sebagai upaya paksa tersebut merupakan rangkaian kegiatan penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan hadiah atau janji pengurusan Dana Insentif Daerah/DID Kabupaten Tabanan, Bali, tahun anggaran 2018,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (28/10/2021).
Ali mengatakan penggeledahan itu dilakukan penyidik KPK di kantor Pemerintah Kabupaten Tabanan, Bali. Ada beberapa kantor dinas yang digeledah, antara lain kantor Dinas PUPR, kantor Bapelitbang, kantor Badan Keuangan Daerah Tabanan, hingga kantor DPRD.
Dalam kasus ini, mantan pejabat di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yaya Purnomo juga didakwa menerima gratifikasi.
Penerimaan itu berkaitan dengan jasa Yaya yang menjanjikan sejumlah daerah untuk mendapatkan alokasi anggaran di Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Insentif Daerah (DID) APBN tahun 2018.
“Terdakwa telah melakukan beberapa perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya Rp 3,7 miliar, USD 53.200, dan SGD 325.000 yang berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajibannya atau tugasnya,” ucap jaksa saat membacakan dakwaan bagi Yaya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (27/9/2018).
Bila dirupiahkan, total gratifikasi yang diterima hampir Rp 8 miliar atau kurang-lebih Rp 7,993 miliar dengan kurs saat ini. Rinciannya seperti ini, Rp 3,7 miliar ditambah Rp 793 juta (USD 53.200) ditambah Rp 3,5 miliar (SGD 325 ribu).
Saat itu, Yaya menjabat Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu. Yaya saat itu juga mengajak Rifa Surya selaku pegawai Kemenkeu dalam beraksi.
Atas perbuatannya, Eka Wiryastuti dan Nyoman Wiratmaja disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat ( 1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sementara Rifa Surya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.(merah /kur)