Berita

PERAN PLN BATUBARA HARUS DITINGKATKAN, BUKAN DIHILANGKAN

Beritaterkini.com Jakarta, Ketua Umum Asprindo (Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia), Jose Rizal, mengatakan saat ini Batu Bara (BB) kembali menjadi emas hitam (black gold) karena tingginya permintaan dunia.

Alhasil kata dia harga BB di pasaran dunia melonjak hingga mencapai US$ 150-200 per MT sementara panduan harga Domestic Market Obligation (DMO) US$70-90/ per MT.

Momentum ini, lanjut Jose yang didampingi anggota Dewan Pakar Asprindo, Deibel Effendi, telah mendorong para pemilik tambang untuk memaksimalkan peluang pasar dunia sehingga terkesan mengabaikan kewajiban untuk menyisihkan kebutuhan dalam negeri baik untuk keperluan energy dan industri atau DMO yang telah ditetapkan melalui UU No:3 tahun 2010, PP No: 79/2014 dan Kep Men ESDM No: 139.K/KH.02/MEM.B/2021

Celakanya menurut dia perkembangan tersebut telah memicu ancaman krisis energy nasional dan menyumbat industri yang menggunakan BB diantaranya industri semen.

“Kelangkaan pasokan BB dalam negeri bila dikaitkan dengan posisi Indonesia sebagai salah satu produsen dunia dapat di-ibaratkan seperti tikus mati di lumbung padi,” kata Jose dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Kamis (20/1/21).

Jose menegaskan bahwa pengelolaan kekayaan sumber daya alam untuk kepentingan rakyat dan kepentingan nasional (nasional interest) merupakan harga mati.

Dia pun mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo yang menolak hadir dalam side event G-20 di Roma, Italia dengan tema Achieving Sustainable and Traceable Global Supply Chain Through Coordinate G-20 Action.

“Sasaran Side Event G-20 pada dasarnya adalah untuk mengamankan mata rantai pasokan komoditi strategis khususnya nikel dalam bentuk mentah untuk menjamin kesinambungan industri negara maju khususnya Uni Eropa, dimana Indonesia adalah produsen utama. Presiden Joko Widodo menolak hadir dalam side event G-20 karena disamping bertentangan dengan UUD 1945, Indonesia telah memutuskan bahwa ekspor nikel wajib melalui industri smelter. Kami sangat mengapresiasi ketegasan pemerintah tersebut,” jelasnya.

Jose bahkan menyebut sikap Jokowi itu juga pernah dilakukan oleh Presiden Soeharto saat melarang ekspor rotan asalan dan mewajibkan pengusaha mengekspor rotan dalam bentuk setengah jadi agar dapat diperoleh nilai tambah ekonomi.

“Keputusan tersebut ditentang oleh Uni Eropa, namun akhirnya dapat diselesikan melalui forum bilateral melalui transition period sehingga kebijakan Presiden Soeharto dapat diamankan,” terangnya.

Lebih jauh Jose mengatakan bahwa peran PLN BB masih dibutuhkan untuk memenuhi ketersediaan energi di dalam negeri meskipun perannya sejauh ini baru mencapai 20%.

“Peran PLN BB dalam penyediaan kebutuhan BB dalam negeri sejauh ini baru mencapai 20% sementara 80% dilakukan langsung oleh perusahaan tambang,” ujarnya lagi.

Kondisi ini jelas Jose dapat memicu kelangkaan pasokan BB yang pada akhirnya berpotensi menimbulkan krisis energy nasional karena kuatnya daya tarik harga pasar internasional sehingga ketentuan DMO diabaikan.

“Juga lemahnya Law Enforcement dari pelaksanaan Kepmen ESDM No : 139.k/HK.02/MEN.B/2021 khususnya sanksi terhadap inkonsistensi DMO,” sambungnya.

Jose menambahkan perlunya memperkuat (empower) dan memperluas peran PLN-BB dalam mengamankan kesinambungan ketersediaan BB di dalam negeri termasuk PLTU.

“Dalam melaksanakan fungsi stabilitator BB tetap dalam zona aman, maka PLN-BB perlu memiliki stok penyangga (buffer stock) sebagaimana yang dilakukan oleh BULOG” lanjut Jose.

Selain itu Jose mengingatkan pemerintah untuk me-reformulasi skema DMO yang berbasis inklusivitas dengan mempertimbangkan seluruh aspek ekonomis termasuk prinsip dasar bahwa komersialisasi kekayaan negara dapat menjadi “stepping stone” yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku dunia usaha di luar sektor pertambangan (Business Share Value Allocation).

“Sehingga nilai panen untung Batu Bara  (Windfall Profit) tidak saja memberikan keuntungan kepada perusahaan tambang namun juga dapat menciptakan multiplier effect bagi pelaku Usaha nasional dalam bentuk Business Share Value Allocation mengingat keuntungan besar dari perusahaan tambang berasal dari kekayaan negara,” pungkasnya. (Red)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: