BERBAGI KISAH MENJALANI ISOLASI MANDIRI COVID-19

Oleh : Prof. Dr. Ir. H. Koesmawan, M.Sc., M.BA., DBA (Mang Engkoes) Guru Besar Bidang Majamenen Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta
JAKARTA, BERITATERKINI.CO.ID | Saat saya menulis kisah ini, maka sejak Tanggal 14 Maret 2020 berada di Rumah di Bandung, maka berbagai kisah ingin saya ceritakan, namun ini hanyalah pengalaman pribadi yang tentunya tidak akan sama dengan pengalaman orang lain. Alhamdulillah, saya dapat mengatasi masalah isolasi mandiri COVID-19 ini oleh saya sendiri.
Senang sekali saya, ibarat sebuah Bangsa, dia hanya bisa mengatasi masalah Bangsanya, oleh dirinya sendiri. Jangan menggantungkan persoalan Bangsa sendiri kepada Bangsa lain, karena, “there is no free lunch” (tidak ada makan siang gratis), jadi kalau masalah Bangsa kita, kita serahkan kepada Bangsa lain, akibatnya sangat luas, bisa bermacam-macam. Ibarat virus Corona, kedatangannya tak pernah diprediksi, dan kapan ia akan berakhir juga sulit diprediksi. Lalu apa, kemana dan sampai kapan dampak dari Covid-19 terhadap kehidupan umat manusia juga tak terjawabkan, mirip kasus lumpur Sidoarjo tak tahu saya, kapan akan berhenti?. Baiklah kita mulai berbagi cerita.
_1.RASA HERAN BIN HERAN_
Apa pasal?. Begini, bila saya akan meninggalkan tugas kampus rutin (Baca ITB Ahmad Dahlan), apakah ada urusan keluarga di Bandung, atau ada proyek tentang energi di Lombok atau mengajar di Medan, atau bahkan keluar Negeri dan sebagainya. Hampir pasti saya harus menyiapkan surat-surat resmi dan mempersiapkan alasan kepada bos saya Rektor ITB Ahmad Dahlan. Dr. Mukhaer Pakkanna, serta para wakilnya, Insya Allah, Dr. Budi, Dr Yayat dan Dr Imal, apa alasan yang enak untuk sebentar meninggalkan Kampus. Tentu alasan itu bukan kepentingan pribadi tetapi apa manfaatnya bagi kampus. Selalu saya siapkan “Raison d’etre”-nya.
Mengapa harus begitu, karena saya yang kini berumur 68 tahun, dua tahun lagi, saya pensiun, harus menjadi teladan bagi siapapun bahwa kendatipun bos saya dan para wakilnya jauh lebih muda dari saya, maka saya wajib menghormati dan menghargai mereka, agar orang lain bisa mencontoh bahwa, makin tua umur kita, harus makin bijak bestari, jangan , “ pikasebeleun” kata orang Sunda. Insya Allah, ini harus saya jaga selama-lamanya. Termasuk izin berhaji yang membutuhkan 40 hari bersama istri berdua di Kota Mekah dan Madinah, pasti izin dulu ke bos saya, apalagi saya A.S.N.(aparatur sipil Negara).
Adapun kaitannya dengan isolasi diri ialah. Heran saya, tgl 14 Maret 2020 itu, saya belum minta izin, tidak lapor ini itu. Tahu tahu, semua orang wajib pulang kerumah, dan rumus “ Di rumah saja” menjadi jargon yang paling disenangi kini”. Semula, ada untaian kata “ Jangan Keluar Rumah”, kurang dikenal, sebaliknya kata “Dirumah saja, bisa disambug sebagai berikut : Dirumah saja bekerja online. Dirumah saja belajar dan bahkan dirumah saja beribadah sholat berjamaah, bahkan Sholat Jum’at boleh diganti dzhuhur, itu semua arahan berdasar Nasehat Nabi Besar Muhammad SAW bila umat menghadapi bala bencana virus apalagi yang mewabah, kini malah menjadi pandemi atau wabah tingkat Dunia. Bukan sekedar epidemi atau endemi. Semula hanya China, kini Amerika, Itali, Spanyol dan lain-lain.
Jadi saya dan keluarga diam di Rumah ini, bukan sekedar mentaati ketetapan Pemerintah, mengikuti anjuran MUI dan PP Muhammadiyah. Akan tetapi saya mengamalkan Sunah Rasululloh SAW menghadapi wabah. Alhamdulillah, sungguh benar Hadits yang berbunyi, “ Tidak tersesat hidup umat, kalau mematuhi Al-Quran dan Sunah Rasul”. Jadi dengan mengikuti Sunah Rasul menghadapi Covid-19. Insya Allah tenang saya. Subhanalloh.
Selain itu, sebelum adanya Covid-19, bila di rumah, saya harus berpikir, Minggu depan tugas apa ya, sekarang ini bener-bener tidak banyak berpikir, malah senang menulis dan membaca. Kiranya benar-benar, Covid-19, jadi blessing in guise bagi saya. Sebuah barokah yang ga disangka sangka, jarang dalam hidup saya, tidur berdua di Rumah bersama istri begini lama hingga 20 hari seperti ini, bahkan ketika di Mekah, tak bisa berdua dengan istri. Banyak Jamaah lainnya, sejak menikah, hingga saya belajar di Belanda, selalu LDR (long distance relationship). Paling lama bersatu ialah ketika haji ke Mekah dan Madinah, lebih 40 hari kumpul walau tak berdua. Kesimpulan, keheranan saya ialah, pertama bisa meninggalkan kampus tanpa izin, malah disuruh tanpa tahu kapan boleh kembali ke kampus. Kedua, bisa kumpul dengan istri sudah labih 20 hari. Ajaib yah.
_2. MERENUNGKAN KEKUASAAN ALLAH SWT SEMAKIN DALAM
Akhir-akhir ini, kita mendengar kesombongan Negara yang sangat kuat yakni Amerika dan China, sehingga perang dagang saja antara kedua Negara itu menjadikan Negara seperti Indonesia dan India serta Negara lain yang mempunyai hubungan dengan Amerika dan China, goyah. Mengapa, karena barang dagang dan kebutuhan ekspor -impor dengan Amerika dan China nilainya signifikan. Itu salah satu dampak Covid-19.
Kini, apa yang terjadi ternyata Negara Amerika menjadi Negara yang paling banyak, kematian mencapai 87.000 jiwa, disusul China 81.000 jiwa, diserang oleh virus tak nampak Covid-19, dari kedua Negara itu, tak lagi mendengar suara kesombongan Amerika dan China Saya yakin itu semua tentara Allah SWT untuk meredam kesombongan dan mudah-mudahah menjadikan hidayah bagi Negara-negara sombong. Saat saya menulis tulisan ini, statistic penyebaran Covid-19 menunjukkan angka naik terus.
Saya tetap heran. Saya ingat Bulan November 2019, virus itu terdengar di kota Wuhan, China. Kok bisa cepat menyebar. Berapa juta orangkah yang saling kirim Corona hingga mendunia begitu cepat, tahu tahu Jakarta sudah lebih dari 100 yang meninggal, lebih dari 1000 terjangkit. heran saya heran, kok bisa begitu cepat yah. Agar tak heran ya sudah, “: Kun Fayakuun”. Bila Allah Berkata JADI, Maka Jadilah. Kesimpulan, Wuhan adalah sebuah ayat-ayat Allah yang Memperlihatakan, dengan nyata, Kemahakuasaannya kepada seru sekalian alam.
_3. BANYAK PEKERJAAN HINGGA TAK TERASA WAKTU BERGERAK
Saya mengira, dengan adanya peristiwa Covid-19 yang belum berakhir ini, pekerjaan atau kegiatan berkurang. Ternyata tidak, sehingga waktu tidak terasa, baru saja sholat Subuh, tak terasa sudah salat Isya lagi. Bagaimana bisa, jawabannya, karena anak, istri, menantu dan cucu, semua punya kegiatan online.
Cucuku lucu, dia dapat tugas menghafal Surat Iq’ra hingga lima ayat, lalu setelah hapal difoto, direkam dan dilaporkan ke Gurunya. Lalu Gurunya menyapa dan minta si cucu langsung didepan Guru membaca ayat 1-5 Surat Al Iq’ro. Si Nenek juga rapat dan kuliah online dengan pihak Universitas Pasundan. Anak dan menantu bekerja dengan kantornya yang dibawa ke rumah ku, dokumen dibawa ke Rumah, dibalas laporan online.
Tak terasa lagi, kini kami sekeluarga seperti punya jadwal rutin. Subuh, berjamaah di rumah, mengaji dan dzikir sampai pagi Hari, lalu pagi sarapan menurut hobi masing-masing. Mang Engkoes nasi goreng, cucuku roti mentega dan coklat. Anak menantu nasi kuning atau kupat tahu. Lalu, jam 08.00 bila matahari terang cemerlang, kami keluar berjemur depan Masjid Ar-Rachmat. Kemudian jam 10 sd 12.10 adzan Dzhuhur, kembali berjamaa Dzuhur, jam 13 sd 15.12 ada yang tidur ada yang terus bekerja. Demikian cucu, diatur juga agar jam 13 sampai dengan 15 mereka harus tidur siang.
Tiba saatnya Azhar, kami berjamaah kembali, mengajak anak cucu mengaji, demikian seterusnya, menunggu hingga Magrib tiba. Saat Magrib kembali berjamaah, usai Magrib masing-masing punya kegiatan, kalau istriku sudah terbiasa, sejak Magrib hingga tak pernah berhenti dzikir dan wirid hingga Isya. Demikianlah cerita saya kawan-kawan semoga ada kawan yang bercerita lain lagi sehingga, dirumah saja gegara Covid-19, bukan lagi musibah akan tetapi barokah. Inilah barangkali yang selalu dikisahkan Prof. Dr. Suyatno, Rektor Universitas Muhammadiyah Bandung, agar, “ Bukan lagi sabar saat musibah, syukur saat berkah” akan tetapi hendaknya “Kita bisa, tetap bersyukur dalam suka maupun duka”. /Beritaterkini
Kontributor ; Ichwan Aridanu, S.Pd, M.Pd.
Editor ; Seno