Berita

Jendreral Fachrul Razi: Menteri Jokowi yang Gemar Bikin Heboh

JAKARTABERITATERKINI.co.id – Keputusan Presiden Joko Widodo yang mengangkat Fachrul Razi sebagai Menteri Agama (Menag) sejak awal mendapatkan sorotan.

Maklum, jika selama ini Menag menjadi ‘jatah’ organisasi masyarakat Islam, tetapi Fachrul Razi merupakan Menag yang berlatang belakang militer dengan jabatan terakhir sebagai Wakil Panglima TNI berpangkat Jenderal bintang empat.

Usai resmi dilantik pada tanggal 20 Oktober lalu, Fachrul Razi sudah melakukan sejumlah kontroversi. Mulai dari wacana pelarangan cadar dan celana cingkrang di lembaga pemerintahan, dan yang terbaru adalah sertifikasi majelis taklim.

Soal sertifikasi majelis taklim, ia beralasan agar memudahkan Kemenag dalam menyalurkan bantuan.

“Selama ini kan majelis taklim ada yang minta bantuan. Ada event besar minta bantuan. Gimana kita mau bantu kalau data majelis taklim (tidak tahu) dari mana?” kata Fachrul usai memberikan sambutan di acara Forum Alumni Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia, kemarin.

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, KH Salahuddin Wahid atau Gus Solah merasa heran dengan terbitnya peraturan baru ini. Dia menilai, pemerintah sebaiknya tidak terlalu banyak mencampuri urusan keumatan.

“Saya pikir ndak perlu lah ya. Biarkan saja, kecuali kalau (majelis taklim) itu mengganggu. Kan baik-baik saja. Makin sedikit pemerintah campur tangan, menurut saya makin baik,” kata Gus Solah saat ditemui di rumahnya di Jalan Bangka Raya, Jakarta, kemarin.

Bahkan Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily menilai Peraturan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 2019 mengharuskan majelis taklim mendaftarkan diri kepada kementerian dianggap sebagai sesuatu yang berlebihan.

“Tidak tepat rasanya kalau itu diatur-atur oleh peraturan menteri agama. Orang berkumpul 10 atau 20 orang dalam suatu momen tertentu, ya itu disebut dengan majelis taklim,” kata Ace, kemarin.

Ia juga tidak percaya dengan alasan Fachrul Razi bahwa sertifikasi majelis taklim untuk memudahkan bantuan.

Ia justru khawatir peraturan itu justru akan membatasi hak masyarakat, terutama masyarakat Islam untuk bersilaturahmi dengan melakukan pengajian. Apalagi, di dalam PMA itu jelas disebutkan setiap majelis taklim harus mendaftarkan diri ke KUA atau Kemenag dan memberikan laporan setiap tahun ke Kemenag. Dia pun minta agar pemerintah memahami secara objektif mengenai PMA Majelis Taklim tersebut.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: