KolomNasional

Menakar Pilkada Desember 2020

Oleh ; Wendy Melfa, Pengasuh Rudem (Ruang Demokrasi)

Pada Rabu, 3 Juni 2020

LAMPUNG, WWW.BERITATERKINI.CO.ID |Sudah menjadi konsensus nasional bahwa mekanisme ketatanegaraan Indonesia dalam menetapkan Kepala Daerah (baca : dan Wakil Kepala Daerah) yang akan menjalankan pemerintahan di daerah dalam batas waktu tertentu sebagai wujud kedaulatan rakyat adalah melalui pemilihan Kepala Daerah sebagaimana diatur dan tertuang dalam UUD 1945 Pasal 18 ayat (4) dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (termasuk perubahan dan UU sebelumnya).

Menurut catatan, pasca reformasi 1998, pengaturan tentang pemilihan kepala daerah menjadi objek hukum yang paling dinamis pengaturannya mengingat UU yang dijadikan landasan hukum Pilkada menjadi UU yang paling banyak mengalami perubahan sejak awal pertama kali diselenggarakannya Pilkada (langsung) melalui UU 32 Tahun 2004 yang ketika itu pengaturan landasan Pilkada masih tergabung dalam UU Pemerintahan Daerah hingga diterbitkan UU tersendiri tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota beserta Perppu-Perppu perubahannya, terbaru adalah Perppu Nomor 2 tahun 2020 yang diterbitkan oleh Pemerintah untuk menunda pelaksanaan hari pencoblosan dan untuk menentukan kembali waktu pencoblosan yaitu 9 Desember 2020 untuk Pilkada serempak 2020 sebagaimana disepakati oleh Pemerintah, DPR dan KPU yang tahapannya sempat terhenti dikarena wabah pandemic covid 19 yang melanda dunia dan juga Indonesia.

Adalah menjadi amanah UU nomor 10 Tahun 2016 dimana sekiranya ada 270 daerah seluruh Indonesia akan melakukan peremajaan atau pergantian kepemimpinan kepala daerahnya yang periodenya akan berakhir ditahun 2020/2021 dan waktu pencoblosannya sudah ditentukan oleh KPU sebagai penyelenggara pada tanggal 23 September 2020 serta tahapannya sudah dimulai sejak November 2019 yang lalu. Namun sudah menjadi Qadarullah, dunia termasuk Indonesia menghadapi wabah pandemic covid 19. Bencana kesehatan yang melanda beberapa wilayah
Indonesia ini, “memaksa” Pemerintah dan warganya untuk melakukan langkah-langkah penyesuaian guna menekan seminimal mungkin agar pandemic covid 19 tidak menimbulkan korban jiwa yang melimpah serta tidak terlalu berdampak pada sector kehidupan yang lain.

Bukan saja berakibat pada sector kesehatan, dimana pemerintah melalui para tenaga medis dan rumah sakit, bahkan sampai harus mendirikan rumah sakit darurat untuk mecatat, memantau,
merawat dan bahkan sampai memakamkan secara khusus terhadap korban jiwa yang disebabkan oleh serangan/ terinfeksi virus corona diseases, pada beberapa daerah yang dinyatakan sebagai ‘turbulence” pandemic covid 19 harus dilakukan PSBB, moda transfortasi umum dibatasi bahkan ada yang dihentikan, penduduk diminta untuk stay at home, ruang aktivitas ekonomi terganggu, mall ditutup, pabrik-pabrik ditutup, sekolah-sekolah diliburkan (siswa belajar secara daring dari rumah), masjid dan rumah ibadah ditutup, tidak boleh ada kerumunan, jaga jarak, rapat dan pertemuan secara virtual, bahkan shalat tharawih dan shalat ied hari rayapun dari rumah dan semua akitivitas kehidupan menjadi disesuaikan, terganggu bahkan dihentikan, seolah peradaban dunia ini “dipaksa” untuk berubah, bahkan ada yang menyebutnya reinstallation live for the world.

Pemerintah mempunyai strategi menghadapi dan mengatasi pandemic dan dampak covid 19 dengan focus pada 3 hal, pertama: sektor kesehatan, kedua: sektor ekonomi dan yang ketiga : adalah dampak social. Ketiga pilihan strategi inilah menjadi focus dan pilihan untuk mengamankan dan meyelamatkan bangsa ini dari kerugian akibat pandemic covid 19. Dan pilihan strategi inipun laah sekiranya yang dijadikan parameter untuk menyatakan pandemic covid 19 sudah mampu diimbangi (baca: bersahabat) untuk ditekan dan diantisipasi penularannya dari kacamata kesehatan, sehingga juga bisa mulai secara bertahap menyesuaiakan sektor kehidupan ekonomi dan dampak social lainya, meskipun hingga saat ini WHO, Pemerintah dan ahli-ahli kesehatan belum dapat memastikan sampaikan kapan wabah covid 19 ini akan berakhir.

Pilkada di Tengah Wabah Corona

Sebagai sebuah konsekuesni kehidupan global, yang tentu saja kita rasakan tidak ada lagi batas-batas negara secara absolute, memungkinkan kita untuk dapat “melirik” apa saja yang terjadi di
Negara lain dalam hal menghadapi dan mengantisipasi penanganan pendemi covid 19. Ketika banyak Negara sudah mulai melonggarkan lock down nya dengan membuka akses kehidupan warganya, perbatasannya dan aktivas penduduk, maka kita Indonesia juga mulai menyesuaikan dengan melonggarkan dan memulai aktivitas kehiduoannya dengan tatanan new normal life, kehidupan normal baru dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan. Pun demikian juga salah satu narasi yang diungkapkan oleh Mendagri dalam rapat bersama antara Pemerintah, DPR dan KPU, bahwa negara-negara di dunia tidak ada yang menunda proses pemilu nya hingga tahun 2021 dan tetap menyelenggarakan proses pemilunya ditahun 2020. Kesimpulan rapat anatara
ketiga unsur itu pun mensyaratkan; bahwa seluruh tahapan Pilkada harus dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan, berkoordinasi dengan Gugus Tugas covid 19, serta tetap berpedoman pada prinsip-prinsip demokrasi. Dan selanjutnya untuk keperluan tersebut, DPR RI melalui Komisi II mempersilahkan kepada Penyelenggaran pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP) untuk mengajukan anggaran tambahan yang diperlukan.

Secara norma, kesimpulan rapat tersebut adalah sesuatu yang bersifat prospektif, akomodatif dan memenuhi prinsip demokrasi. Tetapi barangkali secara aplikatif, tentu hal itu patut untuk
kita cermati, awasi dan bahkan kita lindungi dengan aturan hukum yang adil dan memberikan arahan serta jaminan bahwa kesimpulan rapat itu bisa berjalan dengan sebaik-baiknya (fungsi hukum sebagai alat menata masayarakat, law as a tool of social engineering).

Bahwa kesimpulan rapat itu perlu untuk ditindaklanjuti oleh regulasi, bukanlah merupakan suatu kekhawatiran berlebihan tanpa alasan. Pilkada sebagai implementasi hak kedaulatan rakyat
dalam memilih calon kepala daerah di daerahnya sebagaimana disyaratkan dalam kesimpulan rapat antara Pemerintah (Mendagri), DPR RI dan KPU harus memenuhi prinsip-prinsip demokrasi yang diantaranya adil, sesuai hukum, luber (langsung, umum, bebas dan rahasia).

Belum lama ini, secara berturut-turut Prsiden Joko Widodo, Komisi Pembernatasan Korupsi (KPK), Mendagri juga Bawaslu RI sudah memberikan attention dan me-warning para Kepala Daerah untuk tidak mempolitisasi bantuan penanganan covid 19 untuk kepentingan pribadi atau golongan, hal ini menyusul banyaknya temuan dan juga laporan masyarakat adanya labelisasi foto dan atau nama Kepala Daeran (terutama mereka yang akan maju kembali sebagai incumbent dalam kontestasi Pilkada), belum lagi juga kemungkian kepala Daerah sebagai incumbent bisa tetap mobile bertatap muka dan menyerahkan bantuan kepada masyarakat, padahal bantuan tersebut bersumber dari pemerintah diatasnya atau bersumber dari alokasi dana pemerintah (daerah) dan lain sebagainya yang berbagai kesempatan dapat dinilai menguntungkan incumbent yang nanti pada saatnya akan sama-sama bertarung memperutkan suara dukungan masyarakat pemilihnya.

Pada tataran ini banyak kalangan “curiga” akan terjadi suasana unfair bila Pilkada diselanggarakan didalam rezim periode Kepala Daerah yang incumbent atau keluaraga/ kroni politiknya yang akan maju sebagai calon yang akan bertarung dalam Pilkada, disamping tentu juga mentalitas kesiapan warga secara keselurhan yang sedang mengalami wabah covid-19 tentu menjadi pertimbangan.

Kalau Negara lain sebagaimana dinarasikan oleh Mendagri tetap menyelenggrakan proses Pemilu di negaranya, contoh di korea selatan misalnya, tentu sikap disiplin warganya serta kesiapan supra dan infra struktur politik di sana berbeda keadaannya dengan di Indonesia, meskipun
dalam wabah yang sama. Tentu ini juga sebaiknya jadi pertimbangan apakah hari pencobosan Pilkada serempak di Indonesia tanggal 9 Desember 2020 yang akan datang cukup pantas untuk bisa dilaksanakan.

Regulasi Antisipasi Wabah Pandemi

Jalan tengah agar penyelenggaraan pilkada tersebut dapat berjalan, memenuhi harapan sesuai butir kesimpulan rapat antara Pemerintah, DPR dan KPU, serta menghasilkan Kepala Daerah yang legitimate, maka berbagai peluang dan kemungkian untuk terbitnya rasa dan peluang unfair dalam kontestasi mendapatakan dukungan pemilih dalam Pilkada adalah mengidentifikasi,
mengantisipasi sekaligus memagari agar terhadap setiap pelanggarnya dapat dikenakan sanksi, yaitu dengan cara merekonstruksikan nya menjadi hukum dalam sebuah regulasi yang transparan, terukur dan pasti.

Bukan saja bagaimana perlu diatur tentang prilaku Kepala Daerah (incumbent dalam kontestasi Pilkada) yang harus dibuat jarak (distancing), agar menutup peluang terjadinya politisasi bantuan Covid-19 kepada masyarakat. Juga perlu diantisipasi dengan rumusan aturan yang terukurtentang bagaimana pelaksanaan tahapan Pilkada itu harus “berkoordinasi” dengan Gugus Tugas
covid 19, bukankah sesuai “perintah” Mendagri bahwa seluruh Kepala Daerah (termasuk incumbent Pilkada di daerahnya) adalah ex officio selaku ketua Gugus Tugas covid 19 di daerahnya masing-masing, hal ini penting agar tidak terjadi conflict of interest didalam pengelolaannya, bila dipandang perlu, bagi Kepala Daerah yang incumbent dalam kontestasi Pilkada untuk tdk diberikan tugas sebagai ketua Guus Tugas covid 19 di daerah nya selama 6 bulan sebelum hari pencoblosan Pilkada. sebag bagaimana mungkin tahapan pilkada itu bisa berjalan fair manakala harus dikoordinasdikan kepada Gugus Tugas covid 19, sementara ketua Gugus Tugas tersebut adalah juga peserta atau calon yang akan ikut kontestasi Pilkada dimaksud, bukankah hal itu sama saja dengan istilah “melaporkan belanda pada tuannya”.

Karena pendemi covid 19 ini bersifat Qadarullah, tentu penulis sependapat dengan semangat yang dilontarkan oleh Ketua Komisi II DPR RI tentang kenapa Pilkada tetap diupayakan hari pencoblosannya 9 Desember 2020; “kita jangan menyerah pada keadaan” karena belum ada jaminan pandemic covid 19 ini kapan akan berakhir. Dan juga mengutip ayat Al Quran yang artinya berbunyi : bahwa Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, manakala kaum itu sendiri
tidak mau merubahnya. Kita tentu sepakat dan men-support bahwa pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020 adalah dalam kerangka untuk membuat tatanan kehidupan demokrasi dan pemerintahan daerah yang lebih baik (perubahan), apalagi untuk mencapai tujuan tersebut mengeluarkan anggaran dari pemerintah (baca: rakyat) yang tidak sedikit. Dan kita dapat membayangkan bahwa penyelengaraan Pilkada 2020 ini akan mendapatkan anggaran tambahan dari anggran yang telah disiapkan oleh Pemerintah (daerah) mengingat pelasanaannya akan menyesyaikan dan mematuhi protocol kesehatan, tentu saja akan ada tambahan untuk anggaran APD dan lain-lain.

Tujuan bernegara (termasuk didalamnya menyelenggarakan Pilkada untuk memilih Kepala Daerah) adalah untuk mensejahterakan rakyatnya. Alat ukur dasar kesejahteraan masyarakat itu
terletak pada kesehatan (jaminan kesehatan masyarakatnya), ekonomi masyarakatnya dan juga pendidikan masyarakatnya. Maka oleh karena itu, dalam kerangka mencapai tujuan
mensejahterakan rakyat tersebut, kita mesti juga sungguh-sungguh menjaga marwah prinsip demokrasi dalam pelaksanaan Pilkada yang meskipun dilaksanakan ditengah wabah covid 19
yang melanda bangsa, namun pelaksanaannya tetap berjalan sebagaimana norma yang diharapkan dalam kesimpulan rapat antara Pemerintah, DPR dan KPU serta menghasilkan Kepala Daerah yang mumpuni dan legitimate karena berjalan secara fair, aman dan demokratis. Sebagai anak bangsa, kita juga bisa urun rembuk, agar kiranya hal tersebut dapat berjalan dengan baik sebagaimana diharapkan.

Kita boleh memastikan, bahwa jangan sampai para unsur Pemerintah, DPR dan KPU sedang tersenyum optimis kepada rakyat terutama yang daerahnya akan melaksanakan Pilkada, sementara rakyatnya tidak membalas senyum tersebut, bahkan tidak tahu bila ke tiga unsur tersebut (Pemerintah, DPR, KPU) sedang tersenyum kepada rakyatnya, karena ternyata mereka tersenyum dalam masker yang mereka gunakan karena mengikuti protokol kesehatan. /Red-beritaterkini

Editor ; SA

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
%d blogger menyukai ini: